OJK: Anak Muda Kebanyakan Utang dari Paylater

Data yang dikumpulkan mencatat pengguna paylater mayoritas merupakan generasi zoomers (Gen Z) dengan rentang usia 26-35 tahun.

oleh Arief Rahman H diperbarui 05 Okt 2024, 19:00 WIB
Diterbitkan 05 Okt 2024, 19:00 WIB
Penggunaan Paylater
Seseorang menunjukkan sejumlah tagihannya di paylater salah satu di e-commerce. (Gempur M Surya/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tingkat utang yang diambil oleh anak muda cukup besar. Termasuk dari penggunaan layanan buy now pay later (BNPL).

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi mengatakan persoalan paylater sudah menjadi perhatian di seluruh dunia.

"Sebenarnya paylater itu, ini saya sampaikan ini juga sudah menjadi concern dari regulator di seluruh dunia, kan kita ada forum International Network on Financial Education yang OECD," kata Friderica usai gelaran Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (LIKE IT) 2024, OJK di Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (5/10/2024).

Dia mengatakan, forum internasional soal edukasi keuangan itu menyoroti peran paylater terhadap anak muda. Misalnya, budaya penggunaan paylater ini mendorong besarnya utang yang diambil oleh anak muda.

"Itu disitu udah dibahas juga bahwa kayak pay later itu kemudian membuat anak-anak muda ini nama kerennya itu over-indebtedness alias kebanyakan utang," ujarnya.

Besarnya penggunaan paylater di Indonesia juga dipotret OJK. Data yang dikumpulkan mencatat pengguna paylater mayoritas merupakan generasi zoomers (Gen Z) dengan rentang usia 26-35 tahun.

Rinciannya, 26,5 persen pengguna paylater berusia 18-25 tahun. Lalu, 43,9 persen pengguna berusia 26-35 tahun, angka ini menjadikan yang paling banyak.

Berikutnya, 21,3 persen berusia 36-45 tahun. Selanjutnya, 7,3 persen pengguna berusia 46-55 tahun, serta hanya 1,1 persen pengguna paylater berusia di atas 55 tahun.

Data yang ditampilkan OJK juga mencatat penggunaan paylater sebagian besar untuk keperluan gaya hidup. Diantaranya, fesyen dengan 66,4 persen, perlengkapan rumah tangga dengan 52,2 persen, elektronik dengan 41 persen, laptop atau ponsel dengan 34,5 persen, hingga perawatan tubuh sebesar 32,9 persen.

Harus Bijak

Dalam presentasi Friderica, ada imbauan untuk menggunakan paylater secara bijak. Setidaknya ada 4 poin yang disoroti OJK.

Pertama, pengguna paylater perlu membuat rekapitulasi utang untuk menghindari utang yang terlambat atau lupa dibayar.

Kedua, pengguna perlu mengatur keuangan dengan cara menambah penghasilan, mengurangi pengeluaran, dan menghindari penambahan utang lain.

Ketiga, ketika dalam keadaan darurat, bisa menggunakan metode menjual barang atau mrncairkan tabungan untuk melunasi utang.

Keempat, pengguna perlu menggunakan skala prioritas untuk melunasi utang.

Utang Masyarakat Indonesia Gunakan Paylater Sentuh Rp 7,81 Triliun hingga Juli 2024

Habis Pinjol, Muncul Paylater si Penjerat Utang Baru
Habis Pinjol, Muncul Paylater si Penjerat Utang Baru (Liputan6.com/Abdillah)

Sebelumnya, utang masyarakat terhadap Buy Now Pay Later (BNPL) atau paylater terus melonjak. Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Juli 2024 pembiayaan BNPL yang disalurkan oleh perusahaan tembus Rp 7,81 triliun, meningkat 73,55 persen secara tahunan (year on year/yoy). 

Secara bulanan, utang masyarakat terhadap paylater juga naik 47,81 persen secara yoy dibandingkan Juni 2024. Sedangkan, pembiayaan BNPL yang disalurkan oleh perbankan menembus Rp 18,01 triliun atau naik 36,66 persen secara yoy.

 "Total penyaluran piutang pembiayaan perusahaan Buy Now Pay Later (Paylater) Juli 2024 meningkat 36,66 persen persen yoy menjadi Rp18,01 triliun," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman, dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (10/9/2024).

Sementara itu, total jumlah rekening mencapai 17,90 juta per Juli 2024. Meski demikian, risiko kredit untuk BNPL perbankan turun ke level 2,24 persen dibandingkan periode Juni 2024 sebesar 2,5 persen.

Agusman menilai, pembiayaan Paylater di Indonesia memiliki potensi pasar yang cukup besar ke depan. Hal ini sejalan dengan perkembangan perekonomian berbasis digital di Tanah Air.

 

Aturan Paylater

Terkait aturan paylater, OJK masih melakukan kajian. Hal ini bertujuan agar kehadiran paylater bisa memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan inklusi keuangan di Indonesia.

Adapun kajian yang dilakukan, pertama, mengenai persyaratan perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan kegiatan paylater. Kedua, terkait kepemilikan sistem informasi.

Ketiga, terkait pelindungan data pribadi. Keempat, rekam jejak audit. Kelima, terkait sistem pengamanan, akses dan penggunaan data pribadi, kerja sama dengan pihak lain, terkahir terkait manajemen risiko. 

infografis journal
Infografis Journal Pahami Sejumlah Risiko Penggunaan Paylater. (LIputan6.com/Tri Yasni).
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya