Liputan6.com, Jakarta Meta, perusahaan teknologi raksasa yang menaungi Facebook, Instagram, dan WhatsApp, berencana memangkas atau PHK sekitar 5% dari tenaga kerjanya secara global.
Langkah ini diambil untuk mempercepat proses pemutusan hubungan kerja (PHK) berbasis kinerja, guna mengantisipasi apa yang disebut CEO Meta, Mark Zuckerberg, sebagai “tahun yang intens.”
Advertisement
Baca Juga
Fokus pada Kinerja Karyawan
Dalam memo yang dikutip BBC, Rabu (15/1/2025), Zuckerberg menyatakan bahwa PHK ini ditujukan untuk memberhentikan karyawan dengan kinerja kurang memuaskan lebih cepat dari biasanya.
Advertisement
“Saya ingin memastikan bahwa kami memiliki tim terbaik untuk menghadapi tantangan tahun ini,” ujar Zuckerberg. Ia menambahkan bahwa posisi yang dikosongkan akan diisi kembali pada akhir 2025.
Meta, yang memiliki sekitar 72.000 karyawan di seluruh dunia, belum merinci bagaimana PHK ini akan diterapkan secara global. Namun, untuk karyawan di Amerika Serikat, keputusan terkait PHK dijadwalkan selesai paling lambat pada 10 Februari 2025.
Dampak dan Pesangon
PHK berbasis kinerja ini diperkirakan akan memengaruhi sekitar 3.600 karyawan. Zuckerberg mengungkapkan bahwa mereka yang terdampak akan menerima pesangon yang signifikan.
PHK ini merupakan bagian dari upaya efisiensi yang telah menjadi fokus Meta sejak beberapa tahun terakhir.
Sebelumnya, Meta melakukan pemangkasan besar-besaran pada 2023, dengan mengurangi sekitar 10.000 posisi. Langkah tersebut menyusul pengurangan 11.000 posisi karyawan pada 2022, sebagai bagian dari strategi efisiensi biaya.
Keputusan Strategis untuk Masa Depan
Selain PHK, Zuckerberg juga mengambil keputusan besar lainnya, termasuk penghentian program pemeriksaan fakta dan inisiatif keberagaman perusahaan.
Langkah-langkah ini mencerminkan strategi Meta untuk meningkatkan efisiensi dan mempertahankan daya saing di tengah persaingan ketat di industri teknologi.
Advertisement
Meta Hentikan Program Cek Fakta di AS, Kebijakan Baru Picu Reaksi Beragam
CEO Meta, Mark Zuckerberg, mengumumkan bahwa perusahaannya tidak akan lagi menjalankan program pemeriksaan fakta di Facebook dan Instagram di Amerika Serikat. Kebijakan ini menjadi langkah besar Meta dalam merevisi pendekatan moderasi kontennya, yang disebut Zuckerberg sebagai upaya memperjuangkan kebebasan berbicara.
"Kita telah mencapai titik di mana terlalu banyak kesalahan dan terlalu banyak penyensoran," ujar Zuckerberg dalam pesan video yang dirilis baru-baru ini, seperti dikutip dari laman DW Indonesia, Selasa (14/1/2025).
Meta, yang merupakan induk perusahaan dari Facebook, Instagram, dan WhatsApp, sebelumnya bekerja sama dengan kantor berita besar seperti AFP dan Reuters untuk memverifikasi fakta di platformnya.
Keputusan ini dianggap sebagai respons atas kritik berulang dari presiden terpilih AS, Donald Trump, terhadap Facebook. Trump sering menuduh perusahaan tersebut terlalu membatasi kebebasan berbicara melalui kebijakan moderasi kontennya. Langkah ini juga dinilai sebagai upaya Zuckerberg untuk menjaga hubungan baik dengan pemerintahan Trump demi keberlanjutan bisnis Meta di masa depan.
Pengumuman Zuckerberg tersebut hanya berlaku di Amerika Serikat, sementara regulasi di Eropa tetap lebih ketat melalui Undang-Undang Layanan Digital (Digital Service Act/DSA).
DSA mewajibkan platform daring besar untuk menangani ujaran kebencian dan konten ilegal lainnya. Di Jerman, undang-undang ini mulai berlaku sejak Mei 2024 dan memberlakukan denda hingga enam persen dari omzet global tahunan perusahaan jika terjadi pelanggaran.
Menteri Urusan Digital Jerman, Volker Wissing, menekankan bahwa pihaknya siap mengambil tindakan tegas jika Meta gagal memenuhi kewajiban sesuai regulasi di Eropa.
"Kami tidak akan membiarkan demokrasi kami terganggu oleh kebijakan semacam ini," tegas Wissing.