Liputan6.com, Jakarta - Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lumut Balai Unit II Sumatera Selatan siap beroperasi secara komersil atau Commercial Operation Date (COD) pada April 2025.
Hal itu disampaikan Direktur Keuangan Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE), Nelwin Aldriansyah dalam acara Semangat Awal Tahun 2025 di Menara IDN, Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Advertisement
"Kita bersama-sama mempercepat target bauran energi terbarukan. Salah satunya kita kalau di Pertamina NRE saat ini sedang mempersiapkan COD dari Lumut Balai Unit 2," ujar Nelwin.
Advertisement
Dia menuturkan, kapasitas PLTP Lumut Balai Unit II mencapai 55 megawatt (MW). Menurut dia, pembangkit ramah lingkungan tersebut 100 persen tenaga panas bumi.
"Ini pembangkit listrik tenaga panas bumi 100 persen renewable dan memiliki kapasitas 55 MW. Insya Allah akan siap diresmikan di bulan April tahun ini," kata dia.
Dia menuturkan, pembangkit baru tersebut akan meningkatkan kapasitas listrik panas bumi menjadi 1,5 gigawatt dalam 6 tahun ke depan. Saat ini, pemanfaat energi panas bumi baru mencapai 672 MW.
"Programnya sudah ada dan dukungan pemerintah dari Kementerian ESDM juga sangat besar untuk mempercepat pembangunan dan transisi energi fosil yang selama ini banyak kita manfaatkan menjadi energi terbarukan," ujar dia.
Sektor Panas Bumi
Sebelumnya, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eniya Listiani, mengatakan tahun 2024 sektor Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) mencatatkan capaian yang luar biasa, salah satunya penerimaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor panas bumi, yang mencapai angka Rp2,1 triliun.
Pencapaian ini, menurut Eniya, merupakan hasil dari kegigihan tim Direktorat Energi Panas Bumi yang telah berhasil membangun koordinasi yang solid dengan industri panas bumi di Indonesia.
Perkembangan Sektor Panas Bumi
Hal ini menjadi bukti bahwa sektor energi terbarukan, khususnya panas bumi, mulai menunjukkan perkembangan yang signifikan dan berpotensi menjadi sumber daya yang besar bagi negara.
"Saya laporkan untuk penerimaan PNBP, yaitu terdiri dari bidang panas bumi, itu mencapai Rp2,1 triliun. Ini luar biasa, capaian ini kegigihan dari tim Direktorat Energi Panas Bumi ini luar biasa gigihnya, dan sudah membentuk koordinasi dengan industri-industri panas bumi sedemikian rupa,” kata Eniya dalam Apreasiasi Kinerja Stakeholder EBTKE Tahun 2024, di Jakarta, Selasa, 17 Desember.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Pemerintah Bakal Pangkas Perizinan Sektor Energi Panas Bumi jadi 5 Hari
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengupayakan untuk memangkas perizinan di sektor energi panas bumi (geothermal) yang sebelumnya membutuhkan waktu selama 18 bulan menjadi hanya lima hari.
"Program panas bumi ini sedang kita upayakan untuk memendekkan proses perizinan. Jadi proses perizinan sedang diupayakan kalau yang tadinya tidak salah 18 bulan, kita kemarin sudah berupaya untuk menjadi lima hari," ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi dikutip dari Antara, Selasa (19/11/2024).
Ia menjelaskan, proses yang dipangkas yakni pada pengajuan perizinan di Online Single Submission (OSS) dengan mengurangi pemenuhan izin di awal untuk Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), serta perizinan amdal.
"Itu kita hilangkan di awal. Jadi nanti kalau sudah ketemu drilling-nya, lokasinya yang kecil, kan cuma kecil, tidak perlu berhaktare-haktare, baru dibuat izinnya," ujar dia dikonfirmasi usai acara.
Lebih lanjut, menurut dia, upaya pemangkasan proses penerbitan izin tersebut akan segera direalisasikan, mengingat sudah membahas perubahan regulasi terkait, seperti Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK), serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
"Ini saya rasa beberapa bulan lagi," kata Eniya
Selain itu, Eniya mengatakan, pihaknya turut menaikkan Internal Rate of Return (IRR) dari sebuah investasi sebesar 1,5 persen. Hal tersebut dilakukan guna menarik para investor untuk berkolaborasi dalam memajukan sektor geothermal domestik.
"Jadi investasi ini akan jauh lebih menarik dengan situasi yang seperti ini," katanya.
Kementerian ESDM mencatat potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang dimiliki Indonesia mencapai 3.687 Giga Watt (GW) sehingga harus dioptimalkan dalam menghasilkan energi bersih bagi seluruh masyarakat.
PGEO Jadikan Panas Bumi Katalisator Utama Transisi Energi di Indonesia
Sebelumnya, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) berkomitmen membawa Indonesia menjadi raksasa energi hijau. PGEO melihat panas bumi akan menjadi katalisator utama dalam transisi energi dan solusi strategis menghadapi krisis iklim.
Hal ini diungkap dalam Conference of the Parties (COP) 29 di Baku, Azerbaijan yang merupakan konferensi perubahan iklim yang digagas oleh Perserikatan Bangsa Bangsa.
Dalam sebuah diskusi di COP29, Direktur Utama Pertamina Geothermal Energy Julfi Hadi menjelaskan, transisi ke energi hijau merupakan kebutuhan yang mendesak, terutama bagi Indonesia sebagai negara kepulauan yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Untungnya, Indonesia memiliki potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang luar biasa, terutama energi panas bumi yang paling cocok menggantikan peran energi fosil.
"Sebagai negara dengan potensi panas bumi terbesar kedua di dunia, Indonesia memiliki tanggung jawab dan peluang besar menjadi pemimpin transisi energi global. Dengan karakteristiknya sebagai energi baseload, panas bumi adalah solusi ideal untuk menggantikan bahan bakar fosil, mendorong agenda transisi ke energi bersih dan mengurangi laju perubahan iklim,” papar Julfi Hadi dalam keterangan tertulis, Kamis (14/11/2024).
Diskusi panel yang membahas pengembangan energi bersih untuk mencapai target iklim Indonesia ini juga menghadirkan pembicara lainnya seperti Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi, Executive Vice President Transisi Energi dan Keberlanjutan PT PLN (Persero) Kamia Handayani dan Director of Sustainable Energy Hub United Nations Development Program (UNDP) Riad Meddeb.
Advertisement
Tantangan Kembangkan Panas Bumi
Julfi Hadi menyoroti sejumlah tantangan pengembangan energi panas bumi. Dari total sumber daya 24 GW, baru sekitar 10% yang dimanfaatkan. Dengan semangat COP29, Ia menekankan pentingnya kolaborasi global untuk mempercepat pengembangan energi ini.
"Pengembangan panas bumi masih menghadapi banyak tantangan, mulai dari aspek teknis, regulasi, hingga pembiayaan. Namun, dengan kerja sama global, kita bisa menjadikan tantangan ini sebagai peluang. Negara-negara di dunia perlu mendorong terciptanya ekosistem yang mendukung pengembangan panas bumi, terutama melalui penguatan sektor keuangan hijau. Investasi yang lebih besar di sektor ini adalah kunci untuk mempercepat transisi menuju masa depan yang lebih bersih," papar Julfi Hadi.
Julfi Hadi juga memaparkan, percepatan pengembangan panas bumi akan membuat Indonesia berpotensi menjadi raksasa energi hijau dunia. Ini selaras dengan peta jalan EBT nasional yang menargetkan kapasitas terpasang panas bumi 10,5 GW pada 2035. Target ini diharapkan menarik investasi sebesar USD17-18 miliar, berkontribusi hingga USD22 miliar pada PDB, serta menciptakan hingga 1 juta lapangan kerja.