Profit Perusahaan Pionir Dekarbonisasi Bisa Capai 30%

Industri yang berorientasi pada keberlanjutan cenderung lebih tangguh dalam menghadapi risiko bencana iklim, perubahan regulasi emisi, serta dinamika permintaan pasar global, termasuk Indonesia.

oleh Arthur Gideon diperbarui 17 Jan 2025, 12:18 WIB
Diterbitkan 17 Jan 2025, 12:15 WIB
Ilustrasi Karbon Dioksida (CO2).
Karbon dioksida (CO2) (Sumber: Pixabay)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan pionir dekarbonisasi punya daya saing lebih tinggi dan didukung oleh keunggulan dalam keberlanjutan bisnis. Industri yang berorientasi pada keberlanjutan cenderung lebih tangguh dalam menghadapi risiko bencana iklim, perubahan regulasi emisi, serta dinamika permintaan pasar global, termasuk Indonesia.

Manajer Engagement untuk Energi dan Bisnis Berkelanjutan di World Resource Institute (WRI) Indonesia sekaligus perwakilan proyek Sustainable Energy Transition in Indonesia (SETI). Arif Fajar Utomo menjelaskan, ada banyak keuntungan yang dicapai industri pionir dekarbonisasi.

“Keuntungan yang dapat dicapai mencakup peningkatan daya saing melalui efisiensi proses dan energi, peningkatan pendapatan, penguatan citra perusahaan, serta kepatuhan terhadap regulasi yang mengarah emisi nol bersih,” kata Arif dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (17/01/2025).

Sejumlah riset mengungkapkan bahwa gaya hidup berkelanjutan telah menarik perhatian konsumen dan mereka rela membayar lebih untuk membeli produk ramah lingkungan. Riset lain yang dilakukan Bain & Company Brief pada 2022 menunjukkan, pertumbuhan profit perusahaan pionir dekarbonisasi industri mencapai 25%—30% pada 2021 hingga 2050.

“Pertumbuhan ini lebih besar daripada perusahaan yang hanya menjadi pengikut dan bahkan terlambat. Kami siap berkolaborasi dengan industri untuk mendukung upaya dekarbonisasi, khususnya dalam implementasi energi terbarukan dan efisiensi energi melalui proyek SETI,” kata Arif.

Proyek SETI

Proyek Sustainable Energy Transition in Indonesia (SETI) merupakan kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Jerman untuk mendorong dekarbonisasi sektor industri dan bangunan.

Fokus proyek SETI untuk sektor industri mencakup peningkatan kapasitas, identifikasi peluang transisi energi, serta implementasi energi terbarukan dan efisiensi energi melalui dukungan teknis, seperti audit energi dan studi pra-kelayakan.

Selain itu, proyek ini juga menghubungkan industri dengan penyedia teknologi, pendanaan, dan pemangku kepentingan lainnya. Di sisi kebijakan, SETI memiliki fokus dalam penguatan kebijakan sebagai elemen kunci pendukung transisi di industri dan telah berkoordinasi dengan Kementerian terkait seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

 

Kontribusi ke Emisi Gas Rumah Kaca

Ilustrasi Karbon Dioksida (CO2).
Karbon dioksida (CO2) (Sumber: Pixabay)... Selengkapnya

Koordinator Bidang Kerja Sama dan Investasi Aneka EBT Kementerian ESDM Praptono Adhi Sulistomo menjelaskan, sektor industri memberikan kontribusi signifikan sebesar 34% terhadap emisi gas rumah kaca, menjadikannya salah satu penyumbang utama dibanding sektor lainnya, seperti transportasi, energi, dan limbah.

Karena itulah, pemerintah mendorong agar dilakukan dekarbonisasi industri, baik dari sisi supply maupun demand, agar selaras dan dapat berkontribusi optimal dalam pencapaian target emisi nasional.

“Proyek SETI merupakan salah satu upaya untuk menjawab tantangan dekarbonisasi industri, khususnya dalam hal melakukan transisi energi untuk industri-industri kita, dan ini merupakan langkah yang krusial. Untuk mencapai target, kami membutuhkan dukungan semua pihak, termasuk dari kalangan industri,” kata Adhi saat membuka seminar.

Contoh Keberhasilan Efisiensi Energi 

Sustainability Business Consultant PT Schneider Indonesia Christian Soeryoatmodjo menyebut, pabriknya di Batam mampu melakukan efisiensi energi lebih dari 15% dibandingkan dengan baseline data di 2019.

Hal ini dapat dicapai setelah memahami data konsumsi energi perusahaannya melalui pemasangan perangkat lunak manajemen energi, menganalisa data pemakaian energi dan dilanjutkan dengan melakukan inisiatif efisiensi.

 

Biaya Awal Jadi Tantangan

Ilustrasi emisi karbon (unsplash)
Ilustrasi emisi karbon (unsplash)... Selengkapnya

Marketing and Business Development Manager Synergy Efficiency Solutions (SES) Fano Adiwandito Sutranto menjelaskan, banyak sistem industri yang mengeluarkan panas yang tidak disirkulasi dan dibuang begitu saja. Padahal sistem pengelolaan panas yang tepat dapat menghemat energi.

"Contohnya, salah satu klien SES di Surabaya berhasil menghemat energi sebanyak 38% dengan beberapa cara, salah satunya mengganti sistem boiler yang terintegrasi dengan sistem pemanfaatan panas buang.” kata dia.

Biaya awal menjadi tantangan bagi perusahaan melakukan dekarbonisasi industri, tetapi ada pilihan skema yang tidak mensyaratkan biaya awal yang memberatkan.

Managing Director Xurya Daya Indonesia Eka Himawan menjelaskan, skema sewa tanpa biaya awal pemasangan PLTS dapat menjadi pilihan. Melalui skema ini, perusahaan cukup membayar biaya listrik yang dihasilkan PLTS dengan tarif lebih rendah dari harga listrik konvensional.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya