Liputan6.com, Jakarta - Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump akan dilantik pada 20 Januari 2025. Kemenangan Trump dalam pemilu AS menghadirkan berbagai spekulasi khususnya terkait ekonomi global.
Lantas bagaimana dampak dari ekonomi global usai Donald Trump dilantik dan kembali menempati Gedung Putih?
Advertisement
Baca Juga
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menjelaskan Donald Trump menimbulkan ketidakpastian baru di dunia dengan geopolitik dan ekonomi yang sudah sangat dinamis ini.
Advertisement
"Ia berpotensi mengerem pertumbuhan ekonomi global, melalui berbagai kebijakan tarif dan ide-ide aneh seperti menjadikan Kanada provinsi ke-51, mengajak Greenland bergabung, dan menguasai Terusan Panama,” kata Wijayanto kepada Liputan6.com.
Meskipun begitu, menurut Wijayanto Trump tidak akan mampu mewujudkan mayoritas ancamannya tersebut seperti pada rencana Trump 1.0. Ini juga didorong AS yang saat ini jauh lebih lemah daripada saat Trump dilantik pada 8 tahun lalu.
Adapun Wijayanto menyebut salah satu sektor yang bakal terdampak usai Trump kembali menempati gedung putih adalah Sektor manufaktur. Menurut dia, sektor ini akan terpengaruh oleh membanjirnya produk China yang masuk secara legal maupun ilegal.
"Ini akibat demand dari USA dan EU yang menurun. Lalu, sektor komoditas juga terdampak dimana perlambatan ekonomi global akan menurunkan demand dan harga,” ujar Wijayanto.
Sejak Trump memenangkan pemilihan pada November, dirinya terus mengancam tarif baru terhadap mitra dagang utama AS, Tiongkok, Kanada, dan Meksiko. Mantan kepala ekonom di Dana Moneter Internasional, dan mantan penasihat ekonomi Presiden Obama, Maurice Obstfeld menyebut kebijakan ini bisa sangat merugikan bagi Meksiko dan Kanada, tetapi juga merugikan bagi AS.
Pertumbuhan Ekonomi Global Berisiko Stagnan Imbas Tarif Impor Donald Trump
Sebelumnya, Bank Dunia mengungkapkan perekonomian global akan stagnan tahun ini, di tengah kekhawatiran termasuk tarif impor baru yang dikenakan pemerintahan presiden terpilih AS Donald Trump.
Melansir BBC, Jumat (17/1/2025) Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan stagnan di kisaran 2,7% di 2025, menjadikan kinerja terlemah sejak 2019, selain dari kontraksi tajam yang terlihat pada puncak pandemi Covid-19.
Wakil Kepala Ekonom Bank Dunia, Ayhan Kose mengatakan, tarif perdagangan, yang akan diberlakukan Donald Trump dapat memiliki konsekuensi ekonomi di seluruh dunia.
Prospek pajak yang lebih tinggi yang diberlakukan pada impor ke AS mengkhawatirkan banyak pemimpin dunia karena hal itu akan membuat perusahaan lebih mahal untuk menjual barang-barang mereka di AS.
Kose mengatakan, "meningkatnya ketegangan perdagangan antara negara-negara ekonomi utama merupakan salah satu kekhawatiran terbesar terhadap ekonomi global pada tahun 2025”.
Kekhawatiran lainnya termasuk suku bunga yang tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama dan meningkatnya ketidakpastian kebijakan yang merusak kepercayaan bisnis dan investasi.
Bank Dunia mengatakan bahkan kenaikan 10% tarif AS atas impor dari setiap negara akan mengurangi pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,2% jika negara-negara tidak menanggapi.
"Jika mereka melakukannya, ekonomi global dapat terpukul lebih keras,” tambah Kose.
"Setiap kali Anda memberlakukan pembatasan perdagangan, akan ada konsekuensi buruk yang paling sering dialami oleh negara yang memberlakukannya," bebernya.
Advertisement
Standar Hidup Tidak Meningkat
Kose lebih lanjut menuturkan, tingkat pertumbuhan rendah yang diperkirakan untuk ekonomi dunia pada 2025 berarti standar hidup tidak akan meningkat dengan kecepatan yang dilihat beberapa tahun lalu.
Kose menjelaskan, dalam dekade sebelum pandemi, pertumbuhan rata-rata lebih dari 3% per tahun.
"Jika Anda melihat dalam jangka waktu yang lebih lama, kami pikir angka pertumbuhan akan turun. Itu membuat kami khawatir," ia menambahkan.
Bank Dunia: Negara-negara di Dunia Perlu Siapkan Kebijakan Ekonomi Strategis
Pertumbuhan ekonomi secara luas dipandang sebagai hal mendasar untuk mengurangi kemiskinan dan mendanai layanan publik seperti perawatan kesehatan dan pendidikan.
Hal itu juga penting untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan upah, ketika inflasi tetap berada di atas target 2% yang ditetapkan oleh bank sentral di zona euro, Inggris, dan AS.
Sejumlah negara kini tengah berjuang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
"Intinya adalah tidak ada ozempic untuk pertumbuhan ekonomi. Negara-negara perlu memikirkan kebijakan apa yang akan diterapkan," ujar Kose.