Liputan6.com, Jakarta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkap pentingnya ada landasan aturan terbaru bagi perusahaan pelat merah. Rancangan Undang-Undang tentang BUMN (RUU BUMN) yang bakal digodok Komisi VI DPR RI nantinya turut berkaitan dengan pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BP Danantara).
Salah satu bagian pentingnya adalah penguatan peran dan kinerja BUMN. Dia menjelaskan, pemerintah sepakat dengan DPR RI untuk memperbarui undang-undang tentang BUMN yang terakhir terbit pada 2003 lalu.
Advertisement
Baca Juga
"Pada prinsipnya, pemerintah sependapat dengan DPR RI mengenai adanya kebutuhan dan urgensi penyusunan RUU BUMN ini," kata Erick Thohir dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, di Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Advertisement
Menurutnya, penguatan peran BUMN menjadi hal penting yang perlu dilakukan. Baik dari pengelolaan entitas, maupun tata kelola di internal perusahaan negara.
"Optimalisasi peran dan kontribusi BUMN menjadi hal krusial untuk dilakukan penguatan pengelolaan BUMN, baik dari aspek entitas pengelolaan BUMN maupun dari aspek tata kelola BUMN itu sendiri," ungkapnya.
Landasan Danantara
Erick melanjutkan, proses pembahasan RUU BUMN ini tak terlepas dari rencana pemerintah untuk membentuk superholding BUMN. Yakni, pembentukan BP Danantara sebagai salah satu target Presiden Prabowo Subianto.
"Dan juga untuk pembentukan badan baru, yaitu Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara)," jelas dia.
Sebagai informasi, rencana pembahasan RUU BUMN sebetulnya sudah berkali-kali masuk dalam agenda program legislasi nasional (Prolegnas). Namun, pembahasannya tak kunjung dilakukan.
Pada akhir masa jabatan periode 2019-2024 lalu, Erick Thohir sempat menyinggung kembali soal nasib pembahasan RUU BUMN ini di parlemen.
Â
BP Danantara Jadi Amanat RUU BUMN
Sebelumnya diberitakan, Menteri BUMN Erick Thohir mengamini Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BP Danantara sebagai superholding BUMN nantinya. Menurutnya itu sudah menjadi pembahasan sejak lama.
Erick menyebutkan, lahirnya BP Danantara sejalan dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) BUMN yang sudah digulirkan dalam 2 tahun terakhir. Lahirnya Danantara, kata dia, tidak perlu dipandang negatif.
"Kalau Danantara kan sesuai dengan RUU BUMN yang sudah kita gulirkan hampir 2 tahun sebetulnya kemarin, memang kan roadmap BUMN itu ke arah sana," kata Erick di Hotel Kempinski, Jakarta, dikutip Jumat (8/11/2024).
"Dan saya selalu bilang super holding itu, jadi bukan sesuatu, jangan dilihat yang negatif. Jadi prosesnya sudah berjalan," ia menambahkan.
Dia menuturkan, nama dari superholding BUMN bukan merupakan suatu masalah. Hal itu jadi proses untuk menuju tujuan yang besar tadi.
Erick menyebut, bentuk Danantara nantinya masih akan dikaji, apakah sebagai badan usaha atau sovereign wealth fund (SWF). Termasuk pada sisi regulasi sebagai landasan kerja BP Danantara ke depannya.
"Ya ini yang masih jadi kajian. Yang pasti kami BUMN sudah memberikan tempat, salah satu aset Bank Mandiri. Cuma kalau tadi ditanya sama, Pak ini deal-nya kapan? Nah ini lagi kajian. Nah sama Danantara ini lagi proses kajian, apakah ada PP-nya, ada UU-nya, itu biar yang ahlinya," bebernya.
Erick menyebut lahirnya BP Danantara yang akan mengelola aset 7 BUMN raksasa membuktikan kalau perusahaan pelat merah semakin sehat.
"Kalau kami di BUMN, senang, kenapa? Artinya apa, kinerja kita yang selama ini diapresiasi, di mana 7 BUMN besar ini dinyatakan sehat," kata dia.
Â
Advertisement
Bakal Kelola 7 BUMN Raksasa
Seperti diketahui, dalam dokumen yang didapat Liputan6.com, BP Danantara akan mengelola 7 BUMN dengan skala terbesar.
Diantaranya PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Mineral Industri Indonesia atau MIND ID. Danantara juga mengonsolidasi INA.
Nantinya, BP Danantara dibidik bisa mengelola assets under management (AUM) mencapai USD 600 miliar atau setara Rp 9.502 triliun dari konsolidasian 7 BUMN plus INA tersebut.
"Nah sisanya nanti, kembali, memang garis tangan saya, restrukturisasi. Memang garis tangannya begitu," tegas Erick.