Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan pihaknya tetap akan memaksa Asian Agri Grup untuk melunasi kewajiban utang sebesar Rp 1,25 triliun.
Sebelumnya, 14 sayap usaha perusahaan pengolahan dan perkebunan kelapa sawit itu berniat mengajukan keberatan kepada DJP paling lambat pada Agustus mendatang.
"Pengajuan keberatan atau banding oleh Asian Agri Grup tidak menunda kewajiban membayar pajak dan tindakan penagihan pajak," kata Kepala Seksi Hubungan Eksternal Direktorat Jenderal Pajak, Chandra Budi melalui pesan yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Selasa (16/7/2013).
Lebih jauh dia menjelaskan, Asian Agri harus melunasi kewajiban sesuai dengan ketentuan Surat Ketetapan Pajak (SKP) secara keseluruhan. Utang Asian Agri dari 14 anak usahanya mencapai Rp 1,25 triliun.
Chandra mengaku, apabila masa utang sudah lewat jatuh tempo, Ditjen Pajak berhak melakukan penagihan paksa. Bahkan jika tak memenuhi kewajibannya, lembaga tersebut bisa menyita aset berharga milik perusahaan tersebut.
"Kalau sudah lewat jatuh tempo, Ditjen Pajak dapat melakukan penagihan pajak dengan surat paksa, mulai dari surat teguran, surat paksa, penyitaan, blokir rekening dan lelang aset," pungkasnya.
Dirjen Pajak Fuad Rahmany sebelumnya menyatakan, Asian Agri telah mengajukan keberatan. Tapi mereka sudah membayar pajak separuhnya. Sesuai undang-undang, menurut Fuad, pengajuan keberatan itu maksimal dilakukan tiga bulan sejak SKP kita terima.
Dalam mengajukan keberatan, Fuad menilai, Asian Agri mesti mengikuti proses yang berlaku. Jika pengadilan memutuskan perusahaan tersebut bersalah, maka Asian Agri terancam kena sanksi.
"Nanti kan ada proses keberatan, lalu mengajukan banding. Dan kalau kalah di pengadilan pajak, dia harus bayar (pajak) dan jika sudah bayar pun, bakal kena denda lagi keterlambatan," papar dia. (Fik/Ndw)
Sebelumnya, 14 sayap usaha perusahaan pengolahan dan perkebunan kelapa sawit itu berniat mengajukan keberatan kepada DJP paling lambat pada Agustus mendatang.
"Pengajuan keberatan atau banding oleh Asian Agri Grup tidak menunda kewajiban membayar pajak dan tindakan penagihan pajak," kata Kepala Seksi Hubungan Eksternal Direktorat Jenderal Pajak, Chandra Budi melalui pesan yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Selasa (16/7/2013).
Lebih jauh dia menjelaskan, Asian Agri harus melunasi kewajiban sesuai dengan ketentuan Surat Ketetapan Pajak (SKP) secara keseluruhan. Utang Asian Agri dari 14 anak usahanya mencapai Rp 1,25 triliun.
Chandra mengaku, apabila masa utang sudah lewat jatuh tempo, Ditjen Pajak berhak melakukan penagihan paksa. Bahkan jika tak memenuhi kewajibannya, lembaga tersebut bisa menyita aset berharga milik perusahaan tersebut.
"Kalau sudah lewat jatuh tempo, Ditjen Pajak dapat melakukan penagihan pajak dengan surat paksa, mulai dari surat teguran, surat paksa, penyitaan, blokir rekening dan lelang aset," pungkasnya.
Dirjen Pajak Fuad Rahmany sebelumnya menyatakan, Asian Agri telah mengajukan keberatan. Tapi mereka sudah membayar pajak separuhnya. Sesuai undang-undang, menurut Fuad, pengajuan keberatan itu maksimal dilakukan tiga bulan sejak SKP kita terima.
Dalam mengajukan keberatan, Fuad menilai, Asian Agri mesti mengikuti proses yang berlaku. Jika pengadilan memutuskan perusahaan tersebut bersalah, maka Asian Agri terancam kena sanksi.
"Nanti kan ada proses keberatan, lalu mengajukan banding. Dan kalau kalah di pengadilan pajak, dia harus bayar (pajak) dan jika sudah bayar pun, bakal kena denda lagi keterlambatan," papar dia. (Fik/Ndw)