Para pengembang perumahan meminta Bank Indonesia (BI) lebih fleksibel dalam menerapkan kebijakan pengetatan loan to value (LTV) atau batas uang muka untuk kepemilikan rumah kedua dan ketiga.
Pasalnya, kebijakan itu dikhawatirkan berpotensi mengurangi minat masyarakat yang benar-benar ingin membeli rumah untuk ditempati dan bukan sebagai investasi.
Sales Department Head PT Moderland Realty Mahfudz berpendapat, pemerintah tidak bisa menyamaratakan membuat aturan itu disamaratakan pada masing-masing wilayah maupun segmentasi pasarnya.
Pemerintah harus benar-benar harus melihat pada wilayah mana dan segmentasi perumahan seperti apa yang banyak diminati oleh masyarakat end user yang memang memerlukan rumah dan bukan para spekulan yang membeli lebih banyak rumah dengan tujuan investasi.
"Misalnya pekerjaannya pindah dan butuh rumah lagi yang dekat tempat kerja barunya. Ini menghambat konsumen yang ingin memiliki rumah yang memang bukan untuk investasi," ujarnya kepada liputan6.com di Jakarta seperti ditulis Senin (16/9/2013).
Dia menjelaskan, pemerintah harus melihat situasi yang lebih menyeluruh karena persentase para spekulan yang membeli rumah untuk investasi atau dijual kembali sangat kecil bila dibanding masyarakat yang membeli rumah karena memang kebutuhan untuk memiliki rumah sendiri.
"Kita harapkan BI menentukan suku bunga itu yang fleksibel, tidak kaku. Mungkin tinjau LTV ini supaya tidak disamarakan, dan hal-hal yang berkenaan dengan end user diperhatikan," tandasnya.
Sekadar informasi, per 1 September lalu rencananya, BI memberlakukan pengetatan aturan LTV bagi kredit pemilikan rumah (KPR) untuk rumah pertama sebesar 70%, kedua 60% dan rumah ketiga 50%.(Dny/Ndw)
Pasalnya, kebijakan itu dikhawatirkan berpotensi mengurangi minat masyarakat yang benar-benar ingin membeli rumah untuk ditempati dan bukan sebagai investasi.
Sales Department Head PT Moderland Realty Mahfudz berpendapat, pemerintah tidak bisa menyamaratakan membuat aturan itu disamaratakan pada masing-masing wilayah maupun segmentasi pasarnya.
Pemerintah harus benar-benar harus melihat pada wilayah mana dan segmentasi perumahan seperti apa yang banyak diminati oleh masyarakat end user yang memang memerlukan rumah dan bukan para spekulan yang membeli lebih banyak rumah dengan tujuan investasi.
"Misalnya pekerjaannya pindah dan butuh rumah lagi yang dekat tempat kerja barunya. Ini menghambat konsumen yang ingin memiliki rumah yang memang bukan untuk investasi," ujarnya kepada liputan6.com di Jakarta seperti ditulis Senin (16/9/2013).
Dia menjelaskan, pemerintah harus melihat situasi yang lebih menyeluruh karena persentase para spekulan yang membeli rumah untuk investasi atau dijual kembali sangat kecil bila dibanding masyarakat yang membeli rumah karena memang kebutuhan untuk memiliki rumah sendiri.
"Kita harapkan BI menentukan suku bunga itu yang fleksibel, tidak kaku. Mungkin tinjau LTV ini supaya tidak disamarakan, dan hal-hal yang berkenaan dengan end user diperhatikan," tandasnya.
Sekadar informasi, per 1 September lalu rencananya, BI memberlakukan pengetatan aturan LTV bagi kredit pemilikan rumah (KPR) untuk rumah pertama sebesar 70%, kedua 60% dan rumah ketiga 50%.(Dny/Ndw)