Bank Indonesia (BI) menilai kisruh ekonomi yang sedang terjadi di Amerika Serikat (AS) mulai dari pengurangan stimulus (Tapering) The Fed, batas maksimal utang AS (Debt Ceiling) serta kemandekan persetujuan anggaran AS atau shutdown AS, merupakan sebuah seni dari aksi politik pemerintah Negeri Paman Sam.
Hal ini disampaikan Deputi Gubernur Senior BI yang baru saja diambil sumpahnya, Mirza Adityaswara dalam keterangan pers terkait hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) triwulanan III tahun 2013 di Gedung Bank Indonesia.
"Sekarang yang terjadi itu dua hal. Pertama, kita menunggu pemerintah AS dan parlemen melakukan negosisasi sebelum 17 Oktober. Kedua, kita jangan lupa tapering ini ditundanya sampai kapan. Belum lagi masalah target debt ceiling di AS belum sepakat, itulah seni politiknya AS," kata Mirza, Selasa (8/10/2013).
Sebagai negara emerging market yang memiliki tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi, Indonesia akan terus memperhatikan dan selalu waspada dalam mengantisipasi setiap hasil keputusan yang muncul di Negara Adidaya itu.
Namun BI sendiri yakin, pemerintah AS dinilai tidak akan mengambil risiko dalam meningkatkan perekonomian negaranya. "Jadi rasanya kalau para politisi AS mengorbankan ekonomi, tidak membayar utang pemerintah AS rasanya nggak mungkin. Kita waspada tapi kita harus optimis juga pada akhirnya kongres dan senat sepakat mengenai budget-nya dan debt ceiling-nya," tegas Mirza.
Sementara untuk isu, tapering The Fed yang sempat tertunda, Mirza menilai hal itu akan sangat tergantung dari kebijakan bank sentral AS dan gubernur Bank Sentral AS yang baru nanti.
"Kita harus melihat situasi karena tergantung pada bagaimana policy Gubernur (The Fed) AS yang baru, bagaimana kebijakan Gubernur Bank Sentral yang baru," tutup Mirza. (Yas/Shd)
Hal ini disampaikan Deputi Gubernur Senior BI yang baru saja diambil sumpahnya, Mirza Adityaswara dalam keterangan pers terkait hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) triwulanan III tahun 2013 di Gedung Bank Indonesia.
"Sekarang yang terjadi itu dua hal. Pertama, kita menunggu pemerintah AS dan parlemen melakukan negosisasi sebelum 17 Oktober. Kedua, kita jangan lupa tapering ini ditundanya sampai kapan. Belum lagi masalah target debt ceiling di AS belum sepakat, itulah seni politiknya AS," kata Mirza, Selasa (8/10/2013).
Sebagai negara emerging market yang memiliki tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi, Indonesia akan terus memperhatikan dan selalu waspada dalam mengantisipasi setiap hasil keputusan yang muncul di Negara Adidaya itu.
Namun BI sendiri yakin, pemerintah AS dinilai tidak akan mengambil risiko dalam meningkatkan perekonomian negaranya. "Jadi rasanya kalau para politisi AS mengorbankan ekonomi, tidak membayar utang pemerintah AS rasanya nggak mungkin. Kita waspada tapi kita harus optimis juga pada akhirnya kongres dan senat sepakat mengenai budget-nya dan debt ceiling-nya," tegas Mirza.
Sementara untuk isu, tapering The Fed yang sempat tertunda, Mirza menilai hal itu akan sangat tergantung dari kebijakan bank sentral AS dan gubernur Bank Sentral AS yang baru nanti.
"Kita harus melihat situasi karena tergantung pada bagaimana policy Gubernur (The Fed) AS yang baru, bagaimana kebijakan Gubernur Bank Sentral yang baru," tutup Mirza. (Yas/Shd)