Tak Semua Buruh Tuntut UMP Naik Menjadi Rp 3,7 Juta

Ternyata ada buruh yang memiliki pandangan lain soal tuntutan kenaikan upah minimum provinsi (UMP).

oleh Septian Deny diperbarui 31 Okt 2013, 18:50 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2013, 18:50 WIB
1-buruh-tuntut-upah-130903b.jpg
Ternyata ada buruh yang memiliki pandangan lain soal tuntutan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) menjadi Rp 3,7 juta per bulan.

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin (FSP LEM) Idrus menilai bila buruh terus menerus menuntut kenaikan upah minimum menjadi Rp 3,7 juta per bulan maka Indonesia akan kalah dengan China.

"Bukan tidak mau untuk naik Rp 3,7 juta, kita senang-senang saja. Cuma dengan persaingan sekarang barang-barang dari China itu kan persaingan jadi ketat. (Kalau seperti ini) sejauh mana lokal bisa bersaing," ujar dia di Jakarta, Kamis (31/10/2013).

Idrus menjelaskan, dengan semakin dekatnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, industri ini seharusnya bersiap untuk menghadapi persaingan, bukan malah direpotkan dengan masalah upah dan semacamnya.

"Sekarang memang belum ada (dampaknya) tetapi nanti kalau 2015, kita belum siap bersaing dan China barangnya bisa murah," tutur dia.

Dia menilai, saat ini China telah memberikan beragam kemudahan bagi investor untuk menanamkan modal di negara tersebut.

Mulai dari lahan, kemudahan pembangunan pabrik, bebas dari pungutan liar serta gaji buruh yang murah. Kondisi berbeda terjadi sebaliknya di Indonesia.

"Di sini pungli banyak, tukang palak banyak, kepentingan partai banyak, itu nggak sedikit, ada yang minta Rp 500 juta," tegas dia.

Dia juga mengingatkan, agar jangan sampai permasalahan ini dimanfaatkan untuk kepentingan politik mengingat tahun depan merupakan tahun politik.

"Saya takutnya ada satu. Begini ini politik lagi tajam, saya takut ada kepentingan-kepentingan ini. Kan mau pemilu bukan tidak mungkin ada komponen buruh yang digunakan untuk kepentingan itu. Jeli sedikit," tandas dia. (Dis/Nur)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya