Kontrak Blok Siak yang dikelola PT Chevron Pacific Indonesia telah habis sejak 27 November. Hingga saat ini pemerintah tak kunjung memutuskan pemegang kontrak baru untuk blok Minyak dan Gas Bumi (Migas) tersebut.
Indonesian Resources Studies, (IRESS) mendesak pemerintah untuk segera menyerahkan pengelolaannya kepada konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam hal ini PT Pertamina(Persero) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Daerah Riau.
Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara mengatakan, Penyerahan pengelolaan blok kepada konsorsium perusahaan milik negara merupakan langkah yang sesuai dengan amanat konstitusi dan kepentingan ketahanan energi nasional.
 "Sehingga tidak ada alasan bagi Pemerintah, terutama Kementerian ESDM untuk menetapkan kebijakan lain," kata Marwan, di Jakarta, Kamis (28/11/2013).
Sayangnya, ungkap Marwan, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) secara tiba-tiba memberikan perpanjangan kontrak sementara kepada Chevron dengan alasan perpanjangan kontrak blok Siak masih dalam tahap evaluasi.
IRESS menilai keputusan langkah tidak transparan karena publik tidak pernah diberikan informasi tentang hal-hal apa saja serta masalah apa saja yang sedang dievaluasi oleh Kementerian ESDM.
"Keputusan berakhir dengan perpanjangan sementara terhadap KKS Chevron Blok Siak. Hal tersebut jelas merupakan perbuatan melawan hukum dan melanggar UU Migas No.22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi," ungkapnya.
IRESS mencatat UU Migas Nomor 22/2001 selama ini tidak mengatur ketentuan perpanjangan kontrak sementara. Jika Menteri ESDM ingin mengeluarkan kebijakan perpanjangan kontrak hulu, maka sesuai Pasal 38 dan 39 UU No.22/2001, hal tersebut harus dilakukan secara cermat, adil dan transparan.
"Pemerintah harus membuktikan bahwa perpanjangan tersebut dilakukan secara cermat, serta memberikan keadilan kepada semua pihak termasuk memberikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia terutama kepada masyrakat Riau dan BUMN dan BUMD," ungkapnya.
Dengan keputusan yang diambil Kementerian ESDM, IRESS mempertanyakan iktikad baik pemerintah untuk dapat berpihak kepada kepentingan nasional. Kementerian di bawah komando Jero Wacik ini dituding mengakomodasi kepentingan asing untuk tetap menguras kekayaan migas nasional dengan menjadikan ketentuan perpanjangan kontrak sebagai alasan.
Sebagaimana diketahui Kementerian ESDM menyatakan sedang mengevaluasi dan melakukan kajian tentang berbagai aspek terkait perpanjangan kontrak blok migas untuk kelak dituangkan dalam sebuah keputusan menteri ESDM.
Wakil menteri ESDM Susilo Siswoutomo pada tanggal 26 November 2013 antara antara lain menyatakan sambil melakukan evaluasi, perpanjangan kontrak sementara diberikan agar opreasi dan produksi migas tidak terganggu.
"Tentunya dengan prinsip bahwa operasi tidak boleh berhenti. Kalau dalam evaluasi itu belum bisa diputuskan karena suatu hal, maka tentunya keputusan adalah seperti yang dilaksanakan," kata Susilo.(Pew/Shd/*)
Indonesian Resources Studies, (IRESS) mendesak pemerintah untuk segera menyerahkan pengelolaannya kepada konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam hal ini PT Pertamina(Persero) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Daerah Riau.
Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara mengatakan, Penyerahan pengelolaan blok kepada konsorsium perusahaan milik negara merupakan langkah yang sesuai dengan amanat konstitusi dan kepentingan ketahanan energi nasional.
 "Sehingga tidak ada alasan bagi Pemerintah, terutama Kementerian ESDM untuk menetapkan kebijakan lain," kata Marwan, di Jakarta, Kamis (28/11/2013).
Sayangnya, ungkap Marwan, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) secara tiba-tiba memberikan perpanjangan kontrak sementara kepada Chevron dengan alasan perpanjangan kontrak blok Siak masih dalam tahap evaluasi.
IRESS menilai keputusan langkah tidak transparan karena publik tidak pernah diberikan informasi tentang hal-hal apa saja serta masalah apa saja yang sedang dievaluasi oleh Kementerian ESDM.
"Keputusan berakhir dengan perpanjangan sementara terhadap KKS Chevron Blok Siak. Hal tersebut jelas merupakan perbuatan melawan hukum dan melanggar UU Migas No.22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi," ungkapnya.
IRESS mencatat UU Migas Nomor 22/2001 selama ini tidak mengatur ketentuan perpanjangan kontrak sementara. Jika Menteri ESDM ingin mengeluarkan kebijakan perpanjangan kontrak hulu, maka sesuai Pasal 38 dan 39 UU No.22/2001, hal tersebut harus dilakukan secara cermat, adil dan transparan.
"Pemerintah harus membuktikan bahwa perpanjangan tersebut dilakukan secara cermat, serta memberikan keadilan kepada semua pihak termasuk memberikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia terutama kepada masyrakat Riau dan BUMN dan BUMD," ungkapnya.
Dengan keputusan yang diambil Kementerian ESDM, IRESS mempertanyakan iktikad baik pemerintah untuk dapat berpihak kepada kepentingan nasional. Kementerian di bawah komando Jero Wacik ini dituding mengakomodasi kepentingan asing untuk tetap menguras kekayaan migas nasional dengan menjadikan ketentuan perpanjangan kontrak sebagai alasan.
Sebagaimana diketahui Kementerian ESDM menyatakan sedang mengevaluasi dan melakukan kajian tentang berbagai aspek terkait perpanjangan kontrak blok migas untuk kelak dituangkan dalam sebuah keputusan menteri ESDM.
Wakil menteri ESDM Susilo Siswoutomo pada tanggal 26 November 2013 antara antara lain menyatakan sambil melakukan evaluasi, perpanjangan kontrak sementara diberikan agar opreasi dan produksi migas tidak terganggu.
"Tentunya dengan prinsip bahwa operasi tidak boleh berhenti. Kalau dalam evaluasi itu belum bisa diputuskan karena suatu hal, maka tentunya keputusan adalah seperti yang dilaksanakan," kata Susilo.(Pew/Shd/*)