Isu Merger Bikin Saham PGN Anjlok, OJK Diminta Bertindak

OJK diminta mengambil tindakan atas pernyataan yang membuat harga saham PT Perusahaan Gas Negara terombang-ambing dan cenderung terjun bebas

oleh Nurmayanti diperbarui 20 Jan 2014, 17:32 WIB
Diterbitkan 20 Jan 2014, 17:32 WIB
pipa-pgn-131008b.jpg
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta mengambil tindakan atas pernyataan yang membuat harga saham PT Perusahaan Gas Negara terombang-ambing dan cenderung terjun bebas.

Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Airlangga Hartarto menilai, pernyataan Menteri BUMN Dahlan Iskan tentang merger PT Perusahaan Gas Negara, Tbk (PGN) dengan PT Pertamina (Persero) melalui  anak usahanya PT Pertagas, telah membuat harga saham emiten berkode PGAS terombang-ambing.

Saham PGAS tercatat terus anjlok sejak isu akuisisi itu mencuat pada Oktober 2013. Pada Oktober tahun lalu harga saham PGN sebesar Rp 5.450 dan pada akhir pekan lalu turun menjadi Rp 4.350.

Nilai kapitalisasi saham PGN pun terpangkas hingga Rp 25 triliun. Sebagai pemegang saham mayoritas (57%), pemerintah menderita kerugian hampir Rp 15 triliun.

Alhasil, Airlangga menduga ada pihak-pihak yang memanfaatkan penurunan tajam saham itu. “Ini operasi pasar agar ada pihak yang memperoleh keuntungan,” ujar Airlangga, Senin (20/1/2014).

Dia menegaskan, pernyataan Dahlan yang berulang kali soal merger dan hingga saat ini tak kunjung terjadi bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menarik keuntungan.

“Tanpa statement Dahlan itu harga saham PGN mahal, dengan statement itu harga saham jadi murah,” tegas pria yang juga menjabat ketua Komisi VI DPR, ini.

Padahal, dari pernyataan Dahlan, tak hanya pemerintah selaku pemegang saham mayoritas yang rugi tapi juga pemegang saham minoritas.

Dia mengakui memang ada aturan soal pihak yang bertindak market making atau pengondisian pasar bisa ditindak, baik perdata maupun pidana. Regulator yang berwenang dalam hal ini OJK.

“Berani tidak OJK mengambil tindakan dari pernyataan yang merugikan pemilik saham?. Sudah jelas dalam kasus ini dua-duanya rugi, saham pengendali dan minoritas,” ujar Airlangga.

Dia menilai tidak pernah ada kasus di pasar saham seperti yang melanda PGN, ketika pemilik saham sama-sama rugi. "Ini market making, mungkin istilahnya state of art," tandas dia.(Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya