Penerbitan aturan pengenaan Bea Keluar (BK) terhadap ekspor produk mineral olahan sebesar 60% mendapat protes keras dari sejumlah pengusaha tambang yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) serta Asosiasi Tambang Emas Indonesia (ATEI).
Menanggapi keluhan dari pengusaha tersebut, termasuk dua perusahaan tambang raksasa di Indonesia, Freeport Indonesia dan Newmont Nusa Tenggara, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengadu ke Wakil Presiden Boediono hari ini setelah rapat internal dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik.
"Tadi bahas BK, makanya saya mau bahas di Wapres karena banyak yang mempertanyakan soal BK dasarnya apa, kok tidak ada di dalam Peraturan Pemerintah (PP). Jadi menunggu Pak Chatib Basri (Menteri Keuangan)," kata dia di kantornya, Jakarta, Rabu (29/1/2014).
Ketika ditanya mengenai kemungkinan revisi BK sebesar 60%, pemerintah mengaku belum dapat memastikannya. "Belum, saya tidak bisa bicara apa-apa soal itu," ujarnya.
Ditemui di tempat terpisah, Chatib Basri justru membantah bahwa rapat hari ini dengan Wapres terkait revisi BK.
"Kalau soal protes, setiap hari pemerintah diprotes. Tapi dalam kebijakan, harus melihat evaluasinya seperti apa, apakah mesti tetap seperti itu atau harus ada evaluasi," ucap dia.
Untuk diketahui, kebijakan BK tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.011/2014 pada 11 Januari 2014.
Beleid ini mengatur perubahan kedua atas PMK Nomor 75/PMK/011/2012 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan BK dan tarif BK.
"Tarif BK ditetapkan naik mulai dari 20% atau 25% sampai dengan 60% secara bertahap setiap semester. Periode kenaikan sampai dengan 31 Desember 2016," kata Chatib. (Fik/Ndw)
Menanggapi keluhan dari pengusaha tersebut, termasuk dua perusahaan tambang raksasa di Indonesia, Freeport Indonesia dan Newmont Nusa Tenggara, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengadu ke Wakil Presiden Boediono hari ini setelah rapat internal dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik.
"Tadi bahas BK, makanya saya mau bahas di Wapres karena banyak yang mempertanyakan soal BK dasarnya apa, kok tidak ada di dalam Peraturan Pemerintah (PP). Jadi menunggu Pak Chatib Basri (Menteri Keuangan)," kata dia di kantornya, Jakarta, Rabu (29/1/2014).
Ketika ditanya mengenai kemungkinan revisi BK sebesar 60%, pemerintah mengaku belum dapat memastikannya. "Belum, saya tidak bisa bicara apa-apa soal itu," ujarnya.
Ditemui di tempat terpisah, Chatib Basri justru membantah bahwa rapat hari ini dengan Wapres terkait revisi BK.
"Kalau soal protes, setiap hari pemerintah diprotes. Tapi dalam kebijakan, harus melihat evaluasinya seperti apa, apakah mesti tetap seperti itu atau harus ada evaluasi," ucap dia.
Untuk diketahui, kebijakan BK tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.011/2014 pada 11 Januari 2014.
Beleid ini mengatur perubahan kedua atas PMK Nomor 75/PMK/011/2012 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan BK dan tarif BK.
"Tarif BK ditetapkan naik mulai dari 20% atau 25% sampai dengan 60% secara bertahap setiap semester. Periode kenaikan sampai dengan 31 Desember 2016," kata Chatib. (Fik/Ndw)