Bola Ganjil: Hugo Sanchez di Real Madrid, Pencipta Standar Jumlah Gol Tinggi

Bukan Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi, standar pemain produktif ada karena sepak terjang Hugo Sanchez bersama Real Madrid.

oleh Harley Ikhsan diperbarui 03 Nov 2020, 00:30 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2020, 00:30 WIB
Hugo Sanchez
Hugo Sanchez bersama Real Madrid. (Twitter)

Liputan6.com, Jakarta - Kita hidup di zaman pemain subur. Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi menahbiskan diri sebagai dewa dengan catatan produktivitas masing-masing untuk memperbarui berbagai rekor dalam satu dekade terakhir.

Mohamed Salah memecahkan rekor pemain paling produktif di era Premier League pada 2017/2018. Sementara Harry Kane dalam perjalanan menjadi top skor sepanjang masa Premier League menggeser Alan Shearer.

Gonzalo Higuain menyamai catatan gol terbanyak Liga Italia dalam semusim pada 2015/2016. Di Prancis, Edinson Cavani menggoreskan nama sebagai penyumbang gol tertinggi Paris Saint-Germain, hanya dua tahun setelah Zlatan Ibrahimovic menorehkan catatan sama.

Teranyar hadir Robert Lewandowski yang mengguncang Bundesliga dan Eropa. Sementara nama-nama baru seperti Erling Halaand dan Kylian Mbappe siap melanjutkan tren ini di masa depan.

Dalam sejarah panjang sepak bola di Eropa, sulit menemukan kelompok pemain yang konsisten masuk papan skor dengan kaliber sama. Alfredo Di Stefano dan Ferenc Puskas bersama Real Madrid dan legenda Benfica Eusebio merupakan representasi generasi lama.

Namun, ada satu nama lain yang kerap dilupakan. Padahal dia melakukannya baru tiga dekade lalu dan memiliki banyak kualitas sebagai pencetak gol produktif di era modern.

Saksikan Video Real Madrid Berikut Ini

Awalnya Perjudian

Hugo Sanchez
Hugo Sanchez mencetak gol penalti bagi Atletico Madrid. (Twitter)

Hugo Sanchez tiba di Spanyol sebagai tanda tanya besar dan dianggap sebagai perjudian. Sebab, dia baru menekuni sepak bola di usia 15 tahun. Bakat mentah membuatnya masuk skuat Meksiko untuk Olimpiade 1976 dan direkrut UNAM.

Dalam lima musim di sana, Sanchez memenangkan dua gelar liga, satu titel Liga Champions Concacaf, serta Copa Interamericana. Dia berkontribusi dengan mencetak 104 gol dari 200 penampilan.

Adalah Atletico Madrid yang memberinya kesempatan di Eropa. Sanchez sempat kesulitan di musim debut dan hanya membuat 12 gol. Namun, Los Colchoneros tetap memberinya kesempatan berkembang.

Hasilnya, Sanchez membantu Atletico menembus empat besar Liga Spanyol di tiga kampanye berikutnya. Dia juga memenangkan gelar El Pichichi di musim terakhir dan memenangkan Copa del Rey untuk membantu Atletico mengakhiri paceklik gelar selama delapan tahun.

Sepak terjang Sanchez menarik perhatian rival sekota Real Madrid yang merekrutnya pada 1985. Meski memiliki reputasi tenar, Los Blancos tenggelam pada awal 1980-an. Mereka tidak lagi mendominasi Spanyol dan sulit bicara banyak di Eropa.

Ubah Peruntungan Los Blancos

Hugo Sanchez
Hugo Sanchez kerap mencetak gol spektakuler. (Twitter)

Kehadiran Sanchez membantu Madrid merubah peruntungan. Dia membawa klub merebut mahkota La Liga di musim debut atau setelah Los Blancos menanti lima tahun. Sanchez dan Madrid juga mempertahankan Piala UEFA.

Sosok kelahiran Mexico City lalu mempersembahkan empat titel La Liga secara beruntun bagi Madrid. Produktivitasnya jadi senjata utama. Pada 1986/1987 dan 1989/1990, Sanchez melewati batas 30 gol di liga bersama klun. Di titik itu, hanya Di Stefano yang pernah melakukannya pada 1957.

Torehan musim 1989/1990 merupakan rekor. Dia membantu Madrid menjadi klub kedua yang melampaui 100 gol dalam semusim dan mencetak gol terbanyak yakni 107 kali. Dengan 38 gol, Sanchez juga menyamai torehan Telmo Zarra dan membantunya memenangkan El Pichichi kelima. Angka itu juga berbuah trofi Sepatu Emas Eropa, penghargaan pertama sepanjang sejarah bagi pemain berbasis La Liga.

Sayang prestasi itu justru mengawali penurunan performa. Dia terganggu cedera Achilles di dua musim selanjutnya. Sanchez pun meninggalkan Santiago Bernabeu pada 1992.

Dia gagal menemukan performa lagi setelah itu. Pulang kampung ke Meksiko dan berpetualang ke Austria, Amerika Serikat, serta kembali ke Spanyol untuk memperkuat Rayo Vallecano, Sanchez gantung sepatu pada 1997.

Produktivitas Sanchez dalam Konteks

Hugo Sanchez
Hugo Sanchez bersama Real Madrid. (Twitter)

Melihat karier Sanchez, capaiannya terbilang luar biasa. Dia mengakhiri karier sebagai top skor keempat Madrid. Posisinya sekarang sudah turun tiga tingkat, tapi tetap tinggi meski Los Blancos memiliki banyak penyerang hebat sejak dirinya pergi. Di La Liga, Sanchez menduduki posisi dua top skor sepanjang masa sebelum Messi dan Ronaldo melewatinya.

Ketika pemain berbasis Spanyol jarang mencapai 30 gol dalam semusim, Sanchez melakukannya dua kali. Hanya lima pemain La Liga yang pernah mencetak minimal 30 gol sejak Sanchez menorehkannya pada 1989/1990. Dan butuh lebih dari dua dekade berselang sebelum seseorang melampauinya, ketika Cristiano Ronaldo membukukan 40 gol pada 2011/2012.

Sanchez memenangkan lima titel El Pichichi, empat di antaranya secara beruntun. Ronaldo tidak mampu menyamai jumlah itu. Sementara meski mengoleksi tujuh, Messi gagal melakukannya empat kali berturut-turut.

Kerap Diabaikan

Hugo Sanchez
Hugo Sanchez kurang produktif di Eropa. (Twitter)

Dengan catatan tersebut, Sanchez layak disebut sebagai salah satu striker terbaik di generasinya. Sayang namanya kerap diabaikan.

Salah satunya mungkin karena performa di ajang Eropa. Sanchez hanya membuat 22 gol di Benua Biru bersama Madrid.

Dia juga melempem di pentas internasional, terjadi justru usai pindah ke Eropa. Sanchez hanya tujuh kali membela Meksiko selama 11 musim di Spanyol. Total dia membuat 27 gol dalam 58 caps.

Di iklim sekarang, mencetak 30 gol dalam semusim merupakan standar untuk dicap sebagai penyerang kelas dunia. Rasanya tidak berlebihan menyebut Sanchez sebagai alasan adanya batas tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya