Liputan6.com, Jakarta - Kejahatan dan kriminal di internet dan media sosial sering kali terjadi. Mulai dari penipuan, phishing, hoaks, pencemaran nama baik, peniruan identitas dan lainnya. Oknum pelaku ini memiliki banyak cara untuk mengelabui targetnya. Akibat ketidaktahuan dan kelengahan, banyak orang yang menjadi korban kejahatan dan kriminal di internet.
Salah satu yang cukup banyak ditemui di internet dan media sosial adalah hoaks, misinformasi, dan disinformasi. Biasanya terjadi karena ketidaktahuan atau untuk memenuhi agenda kelompok tertentu.
Baca Juga
Mengatasi hal tersebut, banyak hal yang dapat dilakukan mulai dari sosialisasi literasi dan keamanan digital, peraturan platform online (pedoman komunitas aplikasi dan website), pendisiplinan melalui hukum (Undang-Undang ITE), dan lainnya.
Advertisement
Selain itu, melansir dari theconversation.com, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar tidak lengah dan lalai dalam menerima informasi atau konten di internet dan media sosial.
Kritis dan Cermat Menerima Informasi
Hati-hati dengan pakar palsu. Ketika menemukan oknum yang membuat klaim dengan iming-iming pendapat ahli, perhatikan latar belakang mereka. Apakah mereka ahli di bidang atau topik ini, pernahkan mereka menggunakan latar belakang tersebut untuk mendukung klaim. Jangan sampai tertipu oleh klaim dari oknum yang menyamar sebagai pakar palsu.
Waspada dengan modus adu domba. Setiap orang pasti memiliki argumen dan endapatnya masing-masing, sehingga perbedaan pendapat sering kali ditemukan. Apalagi di internet dan media sosial, siapapun dapat membagikan argumen, opini, hingga diskusi dengan pengguna lain.
Hal ini sah-sah saja dilakukan. Namun, perlu waspada karena terdapat oknum yang sering menyebarkan hoaks dan misinformasi untuk mengadu domba pihak yang berbeda pendapat. Jangan sampai anda masuk ke dalam perangkap adu domba dan tersulut emosi dari hoaks dan misinformasi tersebut.
Memutarbalikkan fakta atau manipulatif, oknum penyebar hoaks cenderung pintar merangkai kata dan memainkan fakta. Hal ini dilakukan untuk menghindari kritik dengan membelokkan pembahasan atau mengalihkan pembicaraan. Maka dari itu pengguna hendaknya cermat dan teliti saat mendapati situasi seperti ini di media sosial atau internet.
Lalu, selalu hati-hati dengan teori konspirasi. Terkadang teori konspirasi memang menghibur dan memberikan jawaban dari kegelisahaan seseorang. Tidak jarang, teori konspirasi juga memvalidasi perasaan seseorang.
Padahal beberapa konspirasi malah memperburuk suasana dan sebagian tidak masuk akal. Maka waspadalah dengan narasi dan informasi teori konspirasi yang belum terbukti kebenarannya.
Konten pengalihan berupa hoaks dan disinformasi yang disebarkan oknum untuk mengalihkan perhatian dari informasi yang benar. Biasanya berbentuk hujatan, pencemaran nama baik, dan ujaran kebencian, sehingga seseorang menjadi emosional dan teralihkan. Hati-hati jangan sampai terpancing dengan oknum ini.
Advertisement
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.