Kerap Dipakai Membuat Hoaks, Pemerintah Perlu Perketat Regulasi AI

Teknologi AI kerap disalahgunakan untuk membuat dan menyebarkan hoaks, salah satunya terkait bencana. Dalam hal ini, pemerintah perlu turun tangan dalam mengatur regulasi AI.

oleh Alifah Budihasanah diperbarui 25 Mei 2024, 17:00 WIB
Diterbitkan 25 Mei 2024, 17:00 WIB
AI Researcher sekaligus Machine Learning Engineer, Gregorius Nathanael dalam acara Virtual Class Liputan6.com yang bertajuk "Tumpas Hoaks Seputar Bencana, Yuk Jadi Generasi Siaga" yang digelar Jumat (24/5/2024).
AI Researcher sekaligus Machine Learning Engineer, Gregorius Nathanael dalam acara Virtual Class Liputan6.com yang bertajuk "Tumpas Hoaks Seputar Bencana, Yuk Jadi Generasi Siaga" yang digelar Jumat (24/5/2024).

Liputan6.com, Jakarta - Di era digitalisasi saat ini, kemajuan teknologi semakin memudahkan berbagai pekerjaan manusia. Salah satu produk yang sedang gencar digunakan dan masih akan terus dikembangkan adalah teknologi kecerdasaan buatan atau artificial intelligence (AI).

Namun di sisi lain, teknologi AI juga mengancam ekosistem informasi yang sehat, karena tak sedikit pihak-pihak tak bertanggung jawab yang menyalahgunakannya untuk membuat dan menyebarkan hoaks, salah satunya terkait bencana.

Hal ini disampaikan AI Researcher sekaligus Machine Learning Engineer, Gregorius Nathanael dalam acara Virtual Class Liputan6.com yang bertajuk "Tumpas Hoaks Seputar Bencana, Yuk Jadi Generasi Siaga" yang digelar Jumat (24/5/2024).

"Banyak yang menggunakan AI itu untuk niat-niat yang tidak baik. Jadi, regulasi itu sangat diperlukan. Khususnya untuk mengontrol informasi seperti apa yang kira-kira ini masih bisa disebarkan, ataupun regulasi untuk cara mendeteksinya, cara melaporkannya," ujar Nathan.

Saat ini, Nathan menilai bahwa regulasi yang dibuat oleh pemerintah terkait penggunaan teknologi AI masih belum mumpuni. Adapun di Indonesia, regulasi penggunaan teknologi AI baru disusun secara khusus dalam Surat Edaran Menkominfo Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika AI.

"Apa yang ter-cover di situ juga masih belum meng-cover semua jenis loophole yang ada di situ. Jadi tugasnya adalah bagaimana caranya dari pemerintah ataupun dari kita semua untuk menutup celah-celah yang bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dalam membuat AI untuk membuat konten-konten hoaks," tutur Nathan.

Mengingat adanya penyalahgunaan AI untuk membuat dan menyebarkan hoaks, Nathan mengharapkan agar pemerintah dapat meningkatkan regulasi teknologi AI dengan berfokus pada sistem pendeteksiannya.

Di sisi lain, sistem tersebut diharapkan juga dapat memfasilitasi pihak-pihak yang berperan sebagai pengambil keputusan atau decision maker dalam memonitor konten-konten hoaks.

"Jadi, peran pemerintah kesatu dari segi regulasi, kedua dari segi sistem, dan mungkin ketiga dari segi penggerakan peran-peran yang dapat membantu dalam melakukan fact-checking atau decision making dari hasil deteksi AI," katanya.

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya