Slamet, Seniman Kuda Lumping yang Mengais Rezeki di Lampu Merah

Kecintaannya pada seni Kuda Lumping membuat Slamet rela mengamen menggunakan kostum Kuda Lumping di sepanjang jalur Pantura Jawa Tengah.

oleh Yulia Lisnawati diperbarui 11 Mei 2014, 11:57 WIB
Diterbitkan 11 Mei 2014, 11:57 WIB
Ketika Kuda Lumping Mengais Rezeki di Lampu Merah
Kecintaannya pada seni Kuda Lumping membuat Slamet rela mengamen menggunakan kostum Kuda Lumping di sepanjang jalur Pantura Jawa Tengah.

Citizen6, Jakarta Tari adalah suatu desakan emosi di dalam diri yang mendorong kita untuk mencari ekspresi pada tari. Demikian dikatakan Kamala Devi Chattopadhyaya sang reformis sosial dan pejuang kemerdekaan India yang dikenang karena mendorong berkembangnya kesenian di negaranya. Ia juga mengangkat standar ekonomi rakyatnya dengan menghidupkan gerakan koperasi dan beberapa institusi budaya di India yang masih eksis hingga sekarang seperti National School of draama hingga Sangeet Natak Akademi.

Jika saja figur seperti Kamala Devi Chattopadhyaya itu ada di Indonesia mungkin akan membantu mengangkat pamor seorang street artist semacam Slamet (23) pemuda asal Dusun Gemawang Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. Ia cinta kesenian Kuda Lumping hingga rela mengamen menggunakan kostum Kuda Lumping di sepanjang jalur Pantura Jawa Tengah bersama puluhan seniman lainnya.

Slamet yang kesehariannya merupakan petani dari Temanggung ini menuturkan, selepas panen padi dirinya memang “Hobi” mengamen dari satu kota ke kota lainnya, dengan kostum layaknya penari Jaran Kepang profesional.

Lengkap dengan kuda kudaan tipis yang terbuat dari anyaman bambu, cambuk , krincingan yang terbuat dari logam bundar menghiasi kaki dan tangannya. Make up nan artistik membuat wajahnya terlihat lebih keren saat menari di antara pintu rumah para warga yang disambanginya.

"Saya belajar menari dari kelompok seni “Cipto Budhoyo” yang ada di kampung saya, ada instrukturnya dan tak asal menari, ada kaidah yang harus dipatuhi. Namun, jika tak ada job atau show terpaksa saya menyalurkan hobi sekaligus mencari nafkah dengan mengamen, hitung hitung mengasah kemampuan menari dan memperkuat mental," jelasnya.

"Suatu masa nanti para pemimpin baik itu Gubernur Jateng Ganjar Pranowo atau Jokowi atau orang yang memegang tampuk kuasa di negeri ini bisa lebih peduli pada nasib para seniman jalanan," harapnya.

"Kadang jika melihat di TV saya sedih, seniman mendapat tempat terhormat di luar negeri disediakan pelatihan dan tempat manggung, namun di Jawa Tengah malah pada ngamen di lampu merah, nanti jika Kuda Lumping diklaim Malaysia, pada geger protes tapi mana ada yang memikirkan nasib kami para pelestarinya” katanya.

Pengirim:

Aryo Widiyanto

Twitter : @aryowidi

Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan link postingan terbaru blog Anda atau artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, kesehatan, keuangan, wisata, kuliner, gaya hidup, sosial media, dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com 

Mulai Selasa, 9 Mei  2014 sampai dengan 25 Mei 2014, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan tema "Pengalaman Pertama Berinternet". Ada 2 router DLink (DIR-605L) untuk 2 orang pemenang  dan 4 merchandise ekslusif dari Liputan6. com. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.  Program menulis bertopik kali ini disupport oleh @DlinkID 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya