Meski Simpan Sejarah Kelam, Lomba Panjat Pinang Tetap Populer

Permainan panjat pinang menjadi salah satu perlombaan khas memeriahkan perayaan Hari Kemerdekaan setiap tahun.

oleh Dini Nurilah diperbarui 17 Agu 2015, 12:02 WIB
Diterbitkan 17 Agu 2015, 12:02 WIB
Peserta Termuda Usia 4 Tahun di Lomba Panjat Pinang 17an
Tapi apa daya Rahmat tak kuat mengangkat tubuhnya

Citizen6, Jakarta Permainan panjat pinang menjadi salah satu perlombaan khas memeriahkan perayaan Hari Kemerdekaan setiap tahun. Siapa yang tidak mengenal dengan salah satu perlombaan tradisional ini? Mungkin akan sangat jarang masyarakat yang tidak mengetahui perlombaan ini.

Perlombaan memperebutkan sejumlah hadiah di ujung sebatang pohon pinang yang dilumuri pelumas ini telah marak diselenggarakan dari jaman baheula. Tetapi tetap populer hingga sekarang. Namun, tahun ini sedikit berbeda karena ada beberapa 'suara' yang mulai mengkritisi hakikat dari permainan tradisional ini. Apa yang dikritisi?

Seorang sejarawan dan budayawan dari Komunitas Historia menjelaskan mengenai asal muasal permainan panjat pinang ini yang mana berasal dari jaman penjajahan Belanda di tanah air. Juga, sebagaimana dikutip dari laman wikipedia, dijelaskan bahwa dahulu permainan ini diadakan oleh para bangsawan Belanda kala menggelar sebuah hajat besar, seperti pernikahan.

Apa yang menyebabkan kisah panjat pinang ini kelam? Karena, mereka hanya menjadikan para pribumi sebagai peserta panjat pinang dan mereka sendiri sebagai penonton yang menertawakan para pribumi yang saling menginjak menaiki tiang berebut hadiah-hadiah seperti keju, gula, pakaian, yang saat itu terbilang mewah untuk para pribumi. Perihal merendahkan martabat pribumi inilah mengapa kini beberapa suara para sejarawan mulai menyerukan untuk tidak lagi meneruskan kebiasaan tersebut.

Namun, perlombaan panjat pinang, katakanlah di zaman modern ini perlombaan tidak lagi hanya mengandalkan individu yang saling berebut naik namun juga adanya team work, yaitu kerja tim yang saling bergantian dan saling menyongkong teman satu kelompok agar bersama-sama dapat mencapai ujung dan mendapatkan hadiahnya.

Hal lainnya, dalam sebuah permainan menjadi hal yang wajar ketika ada pihak yang menjadi penonton dan pemain. Akan tetapi memang berbeda konteks, ketika ke-dua pihak ini dalam posisi "si tuan penjajah" dan "mereka yang dijajah".

Lalu bagaimana cara kita menyikapinya sekarang? Apakah semua hal yang berkaitan dengan tradisi peninggalan penjajah harus dibuang dan tak lagi diakui atau dilakukan?

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk Anda melalui CItizen6? Caranya dapat dibaca di di sini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya