Seberapa Bahaya Jika Tiap Hari Mengkonsumsi MSG?

MSG atau Mecin menjadi hal yang cukup mengerikan untuk dikonsumsi dengan alasan berbahaya bagi kesehatan.

oleh Angga Utomo diperbarui 04 Jan 2017, 09:34 WIB
Diterbitkan 04 Jan 2017, 09:34 WIB
Campus CJ
MSG adalah bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi, dan BPOM tidak membatasi penggunaannya pada produk pangan1.

Liputan6.com, Jakarta MSG atau monosodium glutatamate adalah bahan tambahan pangan (BTP) penguat rasa atau flavor enhancer yang biasa ditambahkan ke dalam produk pangan untuk menguatkan rasa umami atau gurih. MSG merupakan garam natrium dari asam glutamat, salah satu asam amino yang terdapat secara alami dalam jumlah banyak. Asam amino adalah senyawa alami yang merupakan komponen penyusun protein.

Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada Perka BPOM-RI No. 23 tahun 2013 menyatakan bahwa asam glutamat dan garam-garamnya, termasuk MSG adalah bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi, dan BPOM tidak membatasi penggunaannya pada produk pangan.

Selain itu, MSG juga tidak memiliki nilai ADI. Apa itu nilai ADI? Nilai Acceptable Daily Intakes (ADI) adalah nilai yang menyatakan kadar maksimal suatu BTP  dapat dikonsumsi manusia tanpa menimbulkan gangguan kesehatan.

Lembaga kesehatan nasional maupun internasional, termasuk BPOM, United States Food and Drugs Administration (US-FDA), Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA), dan lembaga lainnya menyatakan bahwa MSG tidak memiliki nilai ADI.

Artinya, MSG tidak dianggap sebagai bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Bahkan US-FDA menyatakan MSG sebagai BTP yang GRAS atau Generally Recognized as Safe. Lalu mengapa banyak pihak yang menyatakan bahwa MSG merupakan ancaman bagi kesehatan?.

Pada tahun 1968, sebuah gejala kompleks dilaporkan seseorang bernama Robert Ho Man Kwok setelah mengonsumsi Makanan Cina. Gejalanya berupa mati rasa di bagian leher kemudian secara perlahan merambat ke kedua lengan dan punggung, gejala ini kemudian disebut dengan Chinese Restaurant Syndrome (CRS).

MSG dianggap sebagai penyebab dari gejala tersebut. Selain diduga menyebabkan CRS, MSG juga dipercaya dapat menyebabkan asma, dermatitis atopic, ventricular arrhytmia, dan nyeri perut. Para ahli dan peneliti mencoba untuk menguji dugaan-dugaan terkait MSG tersebut. Sebuah tinjauan tentang dugaan gejala yang ditimbulkan MSG dilakukan oleh Geha dan hasilnya dipublikasi pada tahun 2000 di American Journal of Nutrition.

Geha melaporkan hasil penelitiannya yang melibatkan 130 orang, respon atas terdapatnya efek sangatlah sedikit dan tidak konsisten. Berbagai penelitian yang dilakukan sebelumnya cenderung melibatkan subjek yang sedikit dan telah gagal menunjukkan reaksi signifikan atas konsumsi MSG. Hasil dari survey dan studi klinis yang dilakukan pada populasi umum juga  menunjukkan tidak terdapatnya bukti akan efek merugikan.

Sebuah pertemuan konsensus juga dilakukan di Universitas Hohenheim, Stuttgart, Jerman pada tahun 2007. Para ahli dari berbagai disiplin ilmu terkait dari seluruh dunia berkumpul untuk merangkum dan mengevaluasi pengetahuan tentang aspek fisiologis dan keamanan dari MSG.

Hasil dari konsensus tersebut dipublikasikan pada European Journal of Clinical Nutrition. Dampak negatif dari MSG sempat dipublikasikan tahun 1981, terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa mengonsumsi 2,5 g MSG dapat memicu penyakit asma dan gangguan pernapasan pada manusia. Namun pada tahun 2000, seorang peneliti bernama Stevenson melakukan penelitian dengan subjek 45 orang yang menderita penyakit asma.

Hasilnya menunjukkan, tidak seorang pun yang memberikan respon negatif setelah mereka mengonsumsi makanan yang mengandung MSG. Hasil konsesus pada tahun 2007 juga menyebutkan bahwa mengonsumsi MSG tidak memberikan efek samping kepada sistem pernapasan, atau pun sistem imun tubuh.

Berdasarkan konsesus yang dilakukan pada hewan percobaan, indeks NOAEL (No observed adverse effect level) mencapai 16000 mg/kg berat badan.  Artinya, butuh dosis yang cukup besar bagi manusia untuk dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan.

Penggunaan MSG pada makanan yang sering kita jumpai umunya sangat kecil, kenapa?. Karena MSG hanya sebagai penguat rasa yang bersifat komplemen (pelengkap), bukan sebagai pengganti garam. Nah, berdasarkan uraian di atas, masih kah kita takut akan MSG?. Penggunaan MSG secukupnya dan tidak berlebihan adalah salah satu langkah bijak untuk mengurangi rasa takut terhadap MSG.

 

Penulis :

Mahardika Adi N dan Ilham Billy N

Mahasiswa - Institut Pertanian Bogor

 

Jadilah bagian dari Komunitas Campus CJ Liputan6.com dengan berbagi informasi & berita terkini melalui e-mail : campuscj6@gmail.com serta follow official Instagram @campuscj6 untuk update informasi kegiatan-kegiatan offline kami.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya