Bahaya Patah Hati, Bisa Meninggal Usai Kehilangan Pasangan

Seorang janda atau duda yang baru ditinggal oleh pasangannya, ternyata memiliki risiko kematian yang tinggi. Apa penyebabnya?

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Mei 2018, 07:00 WIB
Diterbitkan 22 Mei 2018, 07:00 WIB
Bahaya Patah Hati, Bisa Meninggal Setelah Kehilangan Pasangan
Seorang janda atau duda yang baru ditinggal oleh pasangannya, ternyata memiliki risiko kematian yang tinggi. Apa penyebabnya? (Sumber foto: huffingtonpost.com)

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah penelitian dari Rice University di Texas menunjukkan bahwa risiko kematian seorang janda atau duda bisa meningkat sebanyak 41%, enam bulan setelah ia kehilangan pasangannya. Studi ini menambah pemahaman mengenai bagaimana rasa duka memengaruhi kesehatan kita.

Meskipun gagasan mengenai dampak patah hati terhadap kesehatan bukanlah hal baru, namun studi ini yang pertama kali menghubungkan patah hati karena kehilangan dengan variasi detak jantung rendah pada diri manusia.

“Enam bulan pertama setelah kehilangan pasangan, risiko kematian sang janda atau duda meningkat hingga 41 persen. Lebih penting lagi, 53 persen dari kematian tersebut disebabkan oleh penyakit jantung,” kata Chris Fagundes, pemimpin penelitian sekaligus asisten profesor fisiologi di Rice’s School of Social Science yang dilansir dari nationalgeographic.

1. Sitokin dan Detak Jantung

1.Sitokin dan Detak Jantung
Penelitian melibatkan 32 orang yang telah kehilangan pasangan selama 89 hari (Sumber foto: depressiontreatmenthelp.com)

Para peneliti menganalisis kesehatan 32 orang yang telah kehilangan pasangannya selama 89 hari. Selain itu, mereka juga menganalisis 33 orang yang sehat. Kedua kelompok ini dites darahnya, dan diminta mengisi kuesioner. Sebanyak 78 persen partisipan merupakan perempuan, dan 22 persennya laki-laki.

Tim peneliti secara khusus melihat kadar sitokin partisipan. Sitokin berfungsi sebagai penanda inflamasi. Ia dilepaskan ke aliran darah sebagai respons terhadap infeksi dan peradangan.

Selain sitokin, para peneliti juga mengukur variabilitas detak jantung partisipan. Ini merupakan pengukuran waktu antara setiap detak jantung yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada kelainan kardiovaskular pada jantung orang tersebut.

Hasilnya menunjukkan, kelompok partisipan yang baru ditinggalkan pasangannya, memiliki kesehatan yang lebih buruk dibanding grup satunya. Kadar sitokin para janda, 5 sampai 7 persen lebih tinggi. Sementara, variasi detak jantungnya  47 persen lebih rendah.

2. Tingkat Depresi

Tidak hanya itu, kadar gejala depresi partisipan yang kehilangan pasangannya juga lebih tinggi 20 persen dibanding mereka yang tidak. Dr. Ellen Carni, psikolog dari New York dengan spesialisasi membantu pasien yang pernah mengalami kehilangan, menjelaskan bahwa ia tidak terlalu kaget dengan hasil studi tersebut.

Menurut Dr. Carni, masalah kesehatan bisa muncul tiba-tiba pada janda atau duda. Tingkat keparahannya tergantung dengan bagaimana hubungan dengan pasangan mereka, serta ketahanan diri sendiri.

Penulis:

Ghina Kamilia Nadhifah

Universitas Budi Luhur

Jadilah bagian dari Komunitas Campus CJ Liputan6.com dengan berbagi informasi & berita terkini melalui e-mail: campuscj6@gmail.com serta follow official Instagram @campuscj6 untuk update informasi kegiatan-kegiatan offline kami.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya