Liputan6.com, Jakarta - Gempa berkekuatan 7 Skala Ritcher mengguncang kawasan Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (5/8/2018) malam. Meski hingga Senin (6/8/2018), gempa susulan masih terjadi, tapi kekuatan gempa tidak seperti gempa utama malam tadi.
Baca Juga
Advertisement
Tentu banyak masyarakat yang mengalami trauma setelah gempa melanda. Bahkan, meski gempa sudah berhenti, terkadang seseorang merasa bahwa di sekelilingnya masih bergerak. Kondisi tersebut ternyata wajar terjadi pada seseorang setelah diguncang gempa.
Kondisi itu digambarkan sebagai keadaan medis saat seseorang merasakan gerakan mengayun layaknya terjadi gempa, padahal ketika itu tidak sedang gempa. Kondisi itu juga biasanya terjadi pada seseorang yang mengalami gempa besar atau pun gempa susulan.
Melansir dari Wall Street Journal, Doktor Munetaka Ushio dari Universitas Rumah Sakit Tokyo menyatakan bahwa kondisi itu akan dirasakan 30 persen dari populasi yang mengalami gempa.
Fenomena tersebut juga bisa disebabkan oleh dua hal, yakni ketidakseimbangan yang disebabkan mabuk goyangan atau fobia gempa bumi.
Cara Mengatasi
Ketidakseimbangan itu hanya sementara, bahkan akan menghilang dalam beberapa waktu tergantung individunya. Secara neurologis, kondisi ini bisa dijelaskan dari ketidakseimbangan sistem vestibular di telinga, dengan sinyal dari saraf mata dan kaki.
Untuk mengatasi hal tersebut, kamu bisa menerapkan layaknya sedang mabuk laut. Kamu bisa menutup satu mata dan satu mata yang lain memandang ke objek di kejauhan. Selain itu, bisa juga berbaring, minum cairan dingin atau panas.
Untuk kasus yang lebih parah, bisa minum obat antihistamin yang biasanya ada di dalam obat mabuk laut. Kasus yang lebih parah bisa dipicu oleh stres pascatrauma dari gempa besar, yang biasanya diikuti banyak gempa susulan. Untuk sembuh, pasien bisa minta bantuan dokter, apalagi jika diikuti gejala yang lebih parah seperti muntah dan demam.
Advertisement