Liputan6.com, Jakarta Adanya jargon wajib belajar 9 tahun nampaknya tidak menjamin semua lapisan masyarakat mendapat haknya untuk mengenyam pendidikan. Pasalnya, tidak sedikit anak yang justru mengemis di pinggir jalan karena orangtuanya memiliki keterbatasan ekonomi.
Baca Juga
Advertisement
Beberapa anak kurang beruntung yang tidak punya orangtua terpaksa harus menghidupi dirinya sendiri. Bahkan, ada pula seorang murid sekolah yang membayar biaya pendidikan dengan peluh keringatnya sendiri.
Di Indonesia sendiri, sudah banyak kasus anak sekolah yang nyambi berjualan demi bisa tetap duduk di bangku sekolah dan mengenyam pendidikan. Dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin (18/2/2019), berikut kisah 5 bocah yang berjuang mengumpulkan uang untuk dapat terus melanjutkan sekolah.
Jualan Cilok dan Kerupuk
Berjualan Cilok untuk Bayar Biaya Sekolah
Jika biasanya anak seusia 12 tahun menghabiskan waktu bermain di komplek bersama teman-teman, lain ceritanya dengan hidup yang dijalani Putra. Meski di usianya yang sangat belia, bocah asal Tangerang Selatan ini setiap harinya harus mengadu nasib di daerah seputaran jalan Bintaro, Pondok Aren.
Putra berjualan cilok agar tetap bisa sekolah karena tidak ada yang sanggup membiayainya, setelah kedua orangtuanya meninggal dunia. Kisahnya menjadi bahan perbincangan warganet setelah tersebar di media sosial baik Instagram maupun Twitter. Perjuangan bocah usia 12 tahun itu awalnya dibagikan oleh akun Twitter @MSApunya.
Putra yang diketahui tengah duduk di bangku Sekolah Dasar Negeri Sarmili, harus berjualan cilok demi bisa membayar uang sekolah dan juga biaya hidup bersama kedua adiknya. Dalam unggahan tersebut, akun @MSApunya menuliskan bahwa Putra juga menjadi ayah sekaligus ibu untuk adiknya.
Sekarang, Putra sendiri tinggal bersama kakak perempuannya yang selama ini selalu membantu untuk membuat cilok yang hendak dijual dan juga merawat adiknya. Putra terbiasa menjajakan dagangannya dengan sepedanya hingga malam hari.
Berjualan kerupuk sepulang sekolah
Baru-baru ini seorang bocah berseragam Pramuka tertangkap kamera sedang berjualan di tengah jalan raya. Potret dirinya yang tengah menjajakan dagangannya di lampu merah beredar hingga menjadi perbincangan viral warganet.
Foto yang diunggah akun Instagram @dramaojol.id tersebut menunjukkan seorang bocah laki-laki yang mengenakan atribut sekolah lengkap sibuk menawarkan kerupuk kepada pengguna jalan di perempatan flyover Summarecon, Bekasi.
Saat berjualan, bocah yang tak diketahui namanya itu terlihat masih mengenakan seragam pramuka, lengkap dengan sepatu dan tas sekolahnya. Bocah itu juga membawa beberapa plastik kerupuk untuk ditawarkan ke pengendara yang tengah berhenti saat lampu lalu lintas merah.
Advertisement
Berjualan kartu pos
Pada tahun 2017, media sosial ramai membincangkan seorang gadis cilik bernama Ni Putu Rista. Dia adalah seorang murid sekolah dasar yang berjualan kartu pos kepada wisatawan asing di Bali. Berbeda dengan kisah anak kurang beruntung yang harus mencari uang untuk membayar biaya sekolah, Ni Putu Rista memiliki perjuangan yang cukup unik.
Gadis cilik itu telah menguasai 21 bahasa asing sejak dirinya mulai berjualan kartu pos. Meski usianya baru menginjak 10 tahun, namun Ni Putu Rista telah bercita-cita sebagai seorang pemandu wisata. Dari impiannya itu, Ni Putu Rista meyakinkan diri untuk mahir berbicara dalam berbagai bahasa asing.
Sepulang sekolah, Rista akan berkeliling menghampiri para wisatawan asing untuk menawarkan kartu pos yang ia jual. Tak lupa juga ia praktikkan kemampuannya dalam berbahasa asing hingga tak heran membuat banyak wisatawan asing terkagum-kagum dengan kecerdasan gadis cilik itu. Berkat kemampuannya, Ni Putu Rista diangkat menjadi ikon anak Karangasem, tempat tinggal Rista.
Jualan Pisang Goreng
Seorang bocah berpakaian lusuh berkeliling komplek menggendong keranjang berisi pisang goreng menjadi pemandangan yang sangat menyayat hati. I Putu Kompyang Swastika, itulah nama bocah yang hidup dengan penuh perjuangan tersebut.
Dirinya baru saja lulus sekolah dasar namun tidak bisa melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Pasalnya, nenek yang merawatnya tidak memiliki cukup uang untuk membayar biaya sekolah. Alhasil, dia memutuskan untuk berjualan pisang goreng agar tidak putus sekolah.
Dia mengaku bahwa dirinya lebih baik berjualan daripada harus mengemis. Kisahnya yang membuat trenyuh itu awalnya dibagikan oleh seorang pengguna Instagram, @chandra_wisnawa. Saat menghampirinya, I Putu Kompyang Swastika menangis meluapkan kesedihannya karena harus berjualan supaya bisa lanjut sekolah.
Untungnya, tak lama setelah postingan itu viral, keberadaan sang penjual pisang goreng ini diendus oleh Dinas Sosial Kota Denpasar. Kabarnya, I Putu saat itu tengah diupayakan agar sesegera mungkin dapat melanjutkan sekolah.
Advertisement