Liputan6.com, Jakarta - Konsep Revenge Bedtime Procrastination (RBP) berasal dari ungkapan bahasa Mandarin yang memiliki arti "pembalasan begadang." Penundaan waktu tidur mengacu kepada keputusan yang diambil secara sadar ataupun tidak sadar, yang sering dilakukan oleh individu yang bekerja dengan tingkat stres tinggi dan memakan waktu.
Perilaku ini biasanya dimaksudkan untuk mencuri waktu tidur untuk "me time" yang tidak sempat dilakukan akibat waktu bekerja yang terlalu padat dan memakan waktu lama.
Melansir dari The Swaddle, Jumat (9/12/2022), ilmuwan sosial bernama Arthur Brooks menggambarkan penderitaan mereka yang terjebak dalam siklus revenge bedtime procrastination dalam bukunya yang berjudul "The Atlantic."
Advertisement
Arthur Brooks menuliskan bahwa bagi banyak orang, bagian paling kejam dari kehidupan sehari-hari adalah transisi antara terjaga dan tidur.
Ketika kita seharusnya tidur, kita ingin terus terjaga. Namun saat seharusnya terjaga, kita ingin tetap tidur. Hal ini membuat mereka menganggap tidur sebagai sebuah siksaan yang sulit untuk dicapai dan kemudian sulit untuk ditinggalkan.
RBP menggambarkan keputusan mengorbankan waktu tidur untuk waktu luang yang didorong oleh jadwal harian yang membuat kurangnya waktu luang. Untuk orang-orang yang memiliki pekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi, hal ini dapat menyita sebagian besar waktu mereka.
Tak heran jika RBP menjadi jalan yang mereka ambil untuk mencari hiburan selama beberapa jam, walaupun itu akan menyebabkan jam tidurnya menjadi berkurang.
1. Memiliki Tingkat Orientasi Terhadap Masa Depan yang Rendah
Revenge bedtime procrastination menjadi istilah umum di internet setelah cuitan seorang jurnalis bernama Daphne K. Lee viral di 2020. Unggahan tersebut mendapatkan perhatian dari ribuan orang di seluruh dunia. Hal ini mengartikan bahwa RBP merupakan pengalaman yang umum dialami masyarakat.
Menurut sebuah studi terbaru mengungkapkan, beberapa orang mungkin lebih rentan terlibat melakukan hal ini dibandingkan orang lainnya.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal "International Journal of Enviromental Research and Public Health" ini menemukan bahwa orang-orang dengan perspektif masa depan yang lemah, cenderung mengalami masalah menunda-nunda tidur.
Advertisement
2. Tingkat Impulsivitas yang Tinggi
Penggunaan smartphone yang berlebihan menjadi salah satu faktor yang selalu dikaitkan perilaku seseorang menunda-nunda jam tidurnya. Hal yang menarik dari penelitian mengenai isu ini adalah bagaimana temuannya menemukan berbagai elemen secara bersamaan yang saling berkaitan.
Berdasarkan penelitian tersebut, partisipan yang berorientasi terhadap masa depan yang lebih kuat ditemukan kurang impulsif dan menunjukkan kontrol diri yang lebih baik. Membuat golongan mereka memiliki sedikit kemungkinan untuk mengalami RBP.
Sementara itu, untuk orang-orang dengan tingkat orientasi masa depan yang rendah, memiliki indikasi perilaku impulsif yang besar. Hal ini membuat mereka sulit untuk berhenti ketika sudah bermain ponsel. Tingkat impulsif mereka yang tinggi, menyebabkan mereka kesulitan untuk berhenti dan meninggalkan tombol "play next" di setiap tayangan yang mereka tonton.
3. Cenderung Mengalami Depresi
Hal lain yang seringkali dihubungkan dengan perilaku revenge bedtime procrastination adalah depresi. Berdasarkan studi yang dilakukan pada tahun 2019, depresi dapat menyebabkan seseorang mengalami persepsi waktu yang terdistorsi.
Dari studi tersebut dinyatakan kalau individu yang mengalami depresi menganggap waktu berlalu dengan lambat dan mereka terlalu disibukkan dengan masa lalu.
Berdasarkan penelitian-penelitian mengenai revenge bedtime procrastination yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kombinasi persepsi waktu yang buruk dan terlalu fokus terhadap masa lalu menjadi penyebab utama mengapa seseorang melakukan penundaan waktu tidur.
Advertisement