Liputan6.com, Jakarta Pada tahun 2008, Karl Raubenheimer, seorang pecinta fosil yang gemar menjelajahi kawasan sekitar Taranaki, Selandia Baru, membuat penemuan luar biasa berupa fosil kepiting berukuran besar. Saat berjalan di dekat rumahnya, pandangannya tertuju pada sebuah capit yang tampak menonjol dari sebuah batu. Setelah diamati lebih saksama, ia menyadari bahwa capit tersebut merupakan bagian dari fosil kepiting besar yang terawetkan dengan sangat baik.
Dengan kesadaran akan pentingnya temuan tersebut bagi dunia ilmiah, Raubenheimer memutuskan untuk menyumbangkannya kepada Museum Te Papa Tongarewa, museum nasional Selandia Baru. Keputusannya tidak hanya memberikan kontribusi signifikan bagi ilmu paleontologi, tetapi juga membuka peluang penelitian lebih lanjut mengenai kehidupan purba di wilayah tersebut.
Baca Juga
Berikut informasi lengkap yang dirangkum dari berbagai sumber, Jumat (24/1/2025).
Advertisement
Temuan Fosil Kepiting Raksasa
Dalam Jurnal Geologi dan Geofisika Selandia Baru, dilaporkan bahwa Raubenheimer telah menemukan spesies kepiting yang sama sekali baru dengan dua temuan yang mengagumkan.
Nama yang diberikan pada fosil tersebut adalah Pseudocarcinus karlraubenheimeri sebagai penghargaan terhadap penemu, yaitu Karl Raubenheimer.
Salah satu penulis studi, Barry W. M. van Bakel, seorang pakar paleontologi dari Universitas Utrecht di Belanda, menyatakan, "Kami menemukan fosil kepiting terbesar yang pernah ditemukan, dan ini sungguh menarik."
Advertisement
Fosil Pseudocarcinus Karlraubenheimeri
Sebagai sejarah, P. karlraubenheimeri bertahan hidup sekitar 8,8 juta tahun lalu saat masa Zaman Miosen, berbagi lingkungan dengan beragam jenis kepiting yang besar maupun kecil.
Temuan fosil yang lebih besar dari Raubenheimer menampilkan karapas seluas delapan inci serta capit yang besar dengan panjang sama, berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Kate Evans dalam Scientific American.
Secara mungkin, kepiting ini menetap di perairan yang mencapai kedalaman beberapa ratus meter. Fosil kepiting tersebut kemungkinan mati karena dampak letusan Pusat Vulkanik Mohakatino yang berdekatan.
Saat itu, kawasan tersebut merupakan pusat aktivitas vulkanik dengan gas-gas dari lubang-lubang ventilasi di dasar laut yang menambahkan nutrisi ke dalam air.
Meskipun P. karlraubenheimeri telah punah, keturunannya masih bertahan hingga saat ini, yaitu Pseudocarcinus gigas, yang dikenal juga sebagai kepiting raksasa selatan atau kepiting raksasa Tasmania, adalah kerabat langsung dari makhluk purba tersebut.
Kepiting modern ini bahkan memiliki ukuran yang lebih besar dari P. karlraubenheimeri, dengan capit yang dapat mencapai panjang 20 inci. Beratnya bisa mencapai 37 pon, sebanding dengan berat bayi manusia.  Â