Mengapa Menguap Bisa Menular? Ternyata Ini Penyebabnya

Banyak orang mungkin tidak menyadari bahwa saat berada di dekat seseorang yang menguap, kita seringkali ikut menguap juga. Lalu, mengapa fenomena ini bisa terjadi?

oleh Yulia Lisnawati diperbarui 31 Okt 2024, 12:03 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2024, 12:03 WIB
Mengapa Menguap Bisa Menular? Ternyata Ini Penyebabnya
Mengapa Menguap Bisa Menular? Ternyata Ini Penyebabnya | unsplash.com

Liputan6.com, Jakarta - Menguap adalah hal yang lumrah terjadi saat seseorang merasa mengantuk. Namun, tahukah Anda bahwa menguap juga bisa menular?

Banyak orang mungkin tidak menyadari bahwa saat berada di dekat seseorang yang menguap, kita seringkali ikut menguap juga. Lalu, mengapa fenomena ini bisa terjadi?

Melansir Shared, Kamis (31/10/2024), sebuah penelitian menarik yang dilakukan oleh psikolog di Universitas Leeds, Inggris, mencoba membuktikan hal ini. Mereka mengundang 80 mahasiswa, terdiri dari 40 mahasiswa psikologi dan 40 mahasiswa teknik, untuk berpartisipasi dalam eksperimen.

Setiap siswa diminta untuk masuk ke dalam sebuah ruangan secara individu. Di dalam ruangan tersebut, terdapat seorang asisten yang menyamar, yang sengaja menguap sebanyak 10 kali.

Setelah selesai, para mahasiswa diminta untuk mengikuti tes emosional. Para psikolog menunjukkan 40 gambar mata dan menanyakan emosi apa yang mereka rasakan terhadap gambar-gambar tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana interaksi sosial dan respons emosional dapat dipengaruhi oleh perilaku sederhana seperti menguap.

 

Hasil penelitian

Ilustrasi bau mulut
Ilustrasi bau mulut. Sumber foto: unsplash.com/Iñaki del Olmo.

Penelitian di Universitas Leeds menghasilkan temuan menarik terkait hubungan antara menguap dan empati. Para mahasiswa psikologi tercatat menguap rata-rata 5,5 kali saat berada di ruang tunggu, serta mencetak skor 28 dari 40 pada tes emosional. Di sisi lain, mahasiswa teknik hanya menguap 1,5 kali dan meraih nilai 25,5 dalam tes yang sama.

Hasil ini menunjukkan adanya keterkaitan erat antara kemampuan empati dan respons terhadap perilaku menguap. Mahasiswa psikologi, yang dilatih untuk memahami dan merasakan emosi orang lain, cenderung lebih memperhatikan sikap alami sekitar mereka, termasuk saat seseorang menguap. Ini mencerminkan tuntutan akademis mereka untuk memiliki empati yang tinggi.

Sementara itu, meskipun mahasiswa teknik menguap lebih sedikit, peneliti menilai angka tersebut masih signifikan dan mendukung teori mereka.

Perbedaan ini terjadi karena mahasiswa teknik lebih fokus pada angka dan perhitungan, sehingga mungkin kurang memperhatikan perilaku sosial di sekitarnya.

Teori lainnya

Ilustrasi bau mulut
Ilustrasi bau mulut. Sumber foto: unsplash.com/Havilah Galaxy.

Fenomena menularnya menguap juga mendapat dukungan dari para ahli neurologi. Melalui pemindaian otak, mereka menemukan bahwa menguap berhubungan erat dengan aktivitas di bagian otak yang bertanggung jawab untuk empati.

Ini menunjukkan bahwa kemampuan kita untuk memahami dan terhubung dengan emosi orang lain dapat mempengaruhi respons kita terhadap perilaku seperti menguap.

Empati, yang merupakan kemampuan untuk merasakan dan memahami keadaan emosional orang lain, memainkan peran kunci dalam fenomena ini. Meskipun tampaknya aneh, penelitian menunjukkan bahwa menguap dapat menjadi indikator sejauh mana seseorang dapat terhubung secara emosional dengan orang lain.

Menariknya, keterkaitan ini juga membuka kemungkinan untuk mengidentifikasi karakteristik psikopat. Meskipun memerlukan penelitian lebih lanjut, ada indikasi bahwa orang dengan kecenderungan psikopat memiliki pola pikir yang berbeda dibandingkan dengan mereka yang memiliki tingkat empati yang tinggi.

Ini menegaskan bahwa menguap bukan hanya perilaku fisik semata, tetapi juga mencerminkan aspek psikologis dan sosial yang lebih dalam.

Punya empati tinggi

Ilustrasi bau mulut
Ilustrasi bau mulut. Sumber foto: unsplash.com/Havilah Galaxy.

Fenomena menularnya menguap ternyata sangat terkait dengan tingkat empati seseorang. Mereka yang memiliki empati tinggi cenderung lebih mudah tertular menguap saat melihat orang lain melakukannya.

Namun, fenomena ini tidak berlaku bagi orang-orang dengan kecenderungan psikopat. Individu dengan karakteristik psikopat seringkali mengalami empati dengan cara yang berbeda, sehingga mereka kurang terpengaruh oleh tindakan menguap di sekitarnya.

Meskipun tidak semua orang yang tidak ikut menguap dapat langsung dicap sebagai psikopat, ketidakmampuan untuk merasakan empati melalui perilaku ini bisa menjadi indikator bahwa seseorang memiliki karakteristik berbeda.

Namun, penting untuk diingat bahwa menguap tidak bisa dijadikan satu-satunya patokan untuk menilai kepribadian seseorang.

Satu hal yang pasti, jika Anda mudah tertular menguap, itu bisa menjadi tanda bahwa Anda adalah orang dengan empati yang tinggi. Kemampuan untuk merasakan dan terhubung dengan emosi orang lain adalah hal yang berharga dalam interaksi sosial, dan fenomena menguap hanya menambah dimensi menarik pada pemahaman kita tentang hubungan individu.

Infografis Manfaat Berjalan Kaki Bagi Kesehatan
Infografis Manfaat Berjalan Kaki Bagi Kesehatan. Source: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya