Pendiri Binance Changpeng Zhao Ingin ke UEA Sebelum Keputusan Vonis

Changpeng Zhao menghadapi potensi hukuman penjara 18 bulan dan setuju untuk membayar denda USD 50 juta dalam perjanjian pembelaannya.

oleh Agustina Melani diperbarui 27 Nov 2023, 06:00 WIB
Diterbitkan 27 Nov 2023, 06:00 WIB
Founder & CEO Binance, Changpeng Zhao. Dok: Binance
Pengacara Changpeng Zhao menyebutkan kliennya telah menunjukkan tidak akan mengambil risiko melarikan diri. (Dok: Binance)

Liputan6.com, Jakarta - Pendiri Binance, Changpeng Zhao atau lebih dikenal CZ dinilai tidak menimbulkan risiko penerbangan dan harus diizinkan kembali ke Uni Emirat Arab (UEA) untuk saat ini.

Demikian hal tersebut disampaikan dalam sebuah pengajuan pada Kamis, 23 November 2023. Dokumen tersebut sebagian menolak pengajuan Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) dengan alasan Changpeng Zhao tidak boleh diizinkan meninggalkan AS menjelang hukumannya pada Februari setelah mengaku bersalah atas satu kasus pelanggaran the Bank Secrecy Act. Demikian dikutip dari Coindesk, Senin (28/11/2023).

Pengacara Changpeng Zhao menyebutkan kliennya telah menunjukkan tidak akan mengambil risiko melarikan diri. Hakim Brian Tsuchida yang mengawasi kasusnya sudah setuju kehadiran Zhao pada awalnya untuk meyakinkan.

"Berdasarkan semua fakta yang relevan, termasuk penyerahan diri Zhao secara sukarela, niatnya untuk menyelesaikan kasus ini dan paket jaminan yang cukup besar yang ia usulkan, Hakim Tsuchida memutuskan Zhao tidak tidak menimbulkan risiko untuk melarikan diri, bahkan saat tinggal di Uni Emirat Arab,” demikian disebutkan dalam dokumen itu.

Binance mengaku bersalah atas berbagai tuduhan bersama Changpeng Zhao awal pekan ini. Binance bahkan setuju membayar denda USD 4,3 miliar, menunjuk pengawas untuk awasi program kepatuhan dan meninjau transaksi masa lalunya serta menerima pengunduran diri Zhao sebagai CEO.

Selain itu, mantan kepala pasar regional Binance Richard Teng telah ambil alih CEO. Zhao dibebaskan dengan jaminan pengakuan pribai senilai USD 175 juta pada Selasa.

Akan tetapi, pengacara Zhao dan Departemen Kehakiman masih berdebat mengenai apakah ia dapat kembali ke Uni Emirat Arab, negara tempat ia menjadi warga negara dan tempat tinggal keluarganya, atau ia harus tinggal di Amerika Serikat. Jika Zhao kembali ke UEA, ia harus kembali ke AS dua minggu sebelum hukuman dijatuhkan.

 

Mampu Bayar Jaminan

CEO Binance, Changpeng Zhao. Dok: Binance
CEO Binance, Changpeng Zhao. Dok: Binance

DOJ berpendapat Zhao mampu bayar USD15 juta yang dia simpan di rekening perwalian dan USD 5 juta yang disiapkan oleh penjaminnya. Pengacara Zhao mengatakan argumen ini mengabaikan komitmen finansial yang dia dan Binance buat. Argumen DOJ lainnya juga mengabaikan semua yang telah dilakukan Zhao, seperti terbang ke AS sejak awal.

"Terlepas dari bobot semua informasi ini dan pertimbangan Hakim Tsuchida, pemerintah tidak memberikan alasan yang pantas – atau tambahan – untuk mendesak agar Zhao tetap berada di Amerika Serikat jauh dari keluarganya selama berbulan-bulan antara permohonan dan hukumannya," demikian disebutkan dalam dokumen.

Hukuman terhadap Zhao saat ini dijadwalkan pada 23 Februari 2024. Dia menghadapi potensi hukuman penjara 18 bulan dan setuju untuk membayar denda USD 50 juta dalam perjanjian pembelaannya.

CEO Binance Changpeng Zhao Mengaku Bersalah atas Pelanggaran Pencucian Uang

Ilustrasi Binance (Foto: Unsplash/Vadim Artyukhin)
Ilustrasi Binance (Foto: Unsplash/Vadim Artyukhin)

Sebelumnya diberitakan, Changpeng Zhao mengaku bersalah atas pelanggaran pencucian uang. Binance, sebagai sebuah perusahaan, juga akan mengaku bersalah dan membayar denda USD 4,3 miliar atau setara Rp 66,7 triliun (asumsi kurs Rp 15.515 per dolar AS).

Dilansir dari Yahoo Finance, Rabu (22/11/2023), berita ini muncul setelah kesimpulan dari penyelidikan kriminal seputar pertukaran mata uang kripto. Investigasi berpusat pada dugaan pelanggaran peraturan dan aktivitas terlarang dalam Binance. Sekarang, akhir dari penyelidikan ini tampaknya telah mendorong terjadinya transisi kepemimpinan.

Hasil resmi penyelidikan terjadi hari ini, Bloomberg melaporkan Departemen Kehakiman AS (DOJ) mengumumkan penyelesaian Binances sore harinya. Ini terjadi tepat setelah DOJ mengumumkan tindakan penegakan hukum cryptocurrency besar-besaran akan diambil hari ini juga.

Zhao juga setuju untuk membayar denda USD 50 juta atau setara Rp 775,7 miliar, dan dilarang terlibat dalam bisnis Binance hingga jangka waktu tiga tahun setelah pengawas ditunjuk untuk memastikan Binance mematuhi semua undang-undang dan keluar dari AS sebagai perusahaan yang berkelanjutan.

Pengumuman pada Selasa, 21 November 2023 mewakili tindakan keras kripto yang paling terkenal sejak mantan pendiri FTX Sam Bankman-Fried ditangkap dan didakwa pada 2022 karena mencuri dari bursa kripto miliknya sendiri. Awal bulan ini juri memvonisnya karena menipu pelanggan, investor, dan pemberi pinjaman FTX.

Beberapa pendukung kripto berharap penyelesaian Binance akan memungkinkan industri untuk melewati beberapa masalah hukum baru-baru ini dan mendapatkan kembali kepercayaan lebih banyak investor setelah penurunan dramatis pada 2022 yang menghapuskan beberapa perusahaan dan menarik perhatian regulator.

Changpeng Zhao telah menjadi tokoh besar di dunia mata uang kripto, mengarahkan kenaikan pesat Binance menjadi platform pertukaran Bitcoin dan kripto terbesar di dunia berdasarkan volume perdagangan. Kepergiannya dari kepemimpinan Binance dapat menandai perubahan signifikan dalam industri ini.

 

 

Senator AS Minta Departemen Hakim AS Tuntut Binance dan Tether

Dok: Binance
Dok: Binance

Sebelumnya diberitakan, dua anggota parlemen AS, Cynthia Lummis dan French Hill telah meminta Departemen Kehakiman AS (DOJ) untuk mempertimbangkan tuntutan pidana terhadap Binance dan Tether, dengan tuduhan kedua platform kripto tersebut digunakan untuk mendanai Hamas. 

Lummis menyoroti perlunya penyelidik federal untuk menindak pelaku kejahatan di bidang aset kripto setelah muncul laporan yang menunjukkan Hamas menggunakan aset kripto untuk mendanai perang mereka di Israel. 

“Kami mendesak Departemen Kehakiman untuk mengevaluasi secara hati-hati sejauh mana Binance dan Tether memberikan dukungan material dan sumber daya untuk mendukung terorisme melalui pelanggaran undang-undang sanksi yang berlaku dan Undang-Undang Kerahasiaan Bank,” kata Lummis, dikutip dari Bitcoin.com, Kamis  (2/11/2023).

Lummis menambahkan dalam hal keuangan gelap, kripto bukanlah musuh pelaku kejahatanlah yang menjadi musuhnya. 

Surat tersebut mengutip artikel yang diterbitkan oleh Wall Street Journal pada 10 Oktober yang menyatakan Hamas, Jihad Islam Palestina, dan Hizbullah telah menerima pendanaan kripto sejak Agustus 2021. 

Meskipun mengakui tingkat pendanaan yang dilaporkan dalam artikel tersebut kemungkinan besar tidak akurat, Para anggota parlemen percaya Departemen Kehakiman tetap harus meminta pertanggungjawaban pelaku kejahatan jika mereka terbukti memfasilitasi aktivitas terlarang.

Minggu ini, perusahaan analisis blockchain Elliptic mengklarifikasi tidak ada bukti yang mendukung pernyataan Hamas telah menerima sumbangan kripto dalam jumlah besar. Perusahaan tersebut menambahkan data yang diberikannya telah disalahartikan.

Surat tersebut selanjutnya menggambarkan Binance sebagai platform kripto yang tidak diatur yang berbasis di Seychelles dan Kepulauan Cayman yang secara historis dikaitkan dengan aktivitas terlarang, mencatat perusahaan tersebut konon menjadi subjek investigasi Departemen Kehakiman saat ini.

INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)
INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya