Studi Awal Sebut Penggunaan Alat Bantu Dengar Bisa Kurangi Risiko Demensia

Para peneliti di Singapura menemukan bahwa penggunaan alat bantu dengar dapat mengurangi risiko seseorang mengalami penurunan kognitif seperti demensia sebanyak 19%.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 25 Des 2022, 13:00 WIB
Diterbitkan 25 Des 2022, 13:00 WIB
Ilustrasi alat bantu dengar
Ilustrasi alat bantu dengar. Photo by Mark Paton on Unsplash

Liputan6.com, Jakarta Seiring bertambahnya usia, kebanyakan dari kita mengalami gangguan pendengaran secara bertahap.

Satu dari 3 orang yang berusia antara 65 dan 74 tahun di Amerika Serikat mengalami gangguan pendengaran, dan hampir setengah dari mereka yang berusia di atas 75 tahun mengalami kesulitan mendengar.

Banyak orang dengan gangguan pendengaran terkait usia, atau presbycusis, menganggap alat bantu dengar (alat elektronik yang dikenakan di belakang atau di telinga) efektif. Perangkat ini menerima dan memperbesar suara sehingga orang tersebut dapat mendengar dengan lebih jelas.

Mereka yang mengalami gangguan pendengaran lebih parah atau yang menganggap alat bantu dengar tidak efektif dapat mengambil manfaat dari implan koklea. Ini adalah implan bedah kecil yang melewati bagian telinga yang rusak dan langsung merangsang saraf pendengaran. Sinyal dari saraf pendengaran kemudian ditafsirkan oleh otak.

Mendengar melalui implan koklea berbeda dari pendengaran biasa, sehingga butuh waktu bagi seseorang untuk terbiasa mendengarnya.

Penelitian terdahulu telah menyarankan bahwa mungkin ada hubungan antara gangguan pendengaran yang berkaitan dengan usia dan demensia, meskipun hubungan sebab akibat belum ditemukan.

Dilansir dari Medical News Today, Para peneliti di Singapura menemukan bahwa penggunaan alat bantu dengar dapat mengurangi risiko seseorang mengalami penurunan kognitif seperti demensia sebanyak 19%.

“Kami telah melihat dalam penelitian sebelumnya bahwa gangguan sensorik, seperti gangguan pendengaran, dikaitkan dengan risiko demensia yang lebih tinggi. Tetapi penelitian ini memberi tahu kita bahwa mengatasi gangguan pendengaran (dalam hal ini, dengan alat restoratif pendengaran seperti alat bantu dengar) dapat mengurangi risiko penurunan kognitif," ujar Dr. Heather Snyder, wakil presiden hubungan medis dan ilmiah di Alzheimer’s Association.

 


Gangguan Pendengaran dan Demensia

Penelitian telah menunjukkan keterkaitan antara gangguan pendengaran terkait usia dan demensia. Meskipun belum ada hubungan sebab akibat yang ditetapkan, diperkirakan bahwa gangguan pendengaran dapat meningkatkan kemungkinan demensia dengan salah satu cara berikut:

- Perubahan fisik pada telinga dan korteks otak

- Gangguan interaksi sosial dapat mempengaruhi fungsi otak

- Gangguan pendengaran menempatkan beban kognitif pada fungsi lainnya

- Perubahan di otak dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan demensia.

Dalam studi baru tersebut, para peneliti pertama kali menyaring 3.243 studi. Dari jumlah tersebut, mereka menganalisis 31 studi dengan total 137.484 peserta. Mereka kemudian menganalisis lebih lanjut 19 penelitian secara kuantitatif.

Para peneliti menganalisis skor kognitif dan data longitudinal untuk menyelidiki hubungan jangka panjang antara alat bantu dengar dan implan dengan gangguan kognitif dan demensia.

Dengan mengumpulkan hasil dari beberapa uji klinis acak kecil dan studi observasional, mereka memberikan analisis mereka kekuatan statistik yang lebih besar.


Intervensi Dini

Dalam meta-analisis mereka, para peneliti menemukan risiko penurunan kognitif yang jauh lebih rendah pada mereka yang menggunakan alat bantu dengar dibandingkan mereka yang memiliki gangguan pendengaran yang tidak dikoreksi.

Koreksi pendengaran mengurangi risiko semua tahap penurunan kognitif (gangguan kognitif ringan (MCI), konversi MCI menjadi demensia dan insiden demensia) sebesar 19%.

Dr. Emer MacSweeney, CEO dan konsultan neuroradiologis di Re:Cognition Health, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan, “Studi ini tentu mendukung intervensi dini, dengan alat bantu dengar, untuk individu dengan penurunan pendengaran, terutama dalam konteks penurunan kognitif bersamaan.”

Para peneliti juga menganalisis skor tes kognitif jangka pendek untuk peserta sebelum dan sesudah menggunakan perangkat restoratif pendengaran dan menemukan peningkatan skor sebesar 3% saat perangkat tersebut digunakan.

Namun, Dr. MacSweeney meminta agar studi dilakukan dengan kehati-hatian pada peningkatan skor kognitif.

“Bukan tidak mungkin skor yang lebih baik, dengan alat bantu dengar, menunjukkan kemampuan yang lebih besar bagi individu untuk mengambil bagian dalam tes kognitif dan oleh karena itu untuk mendapatkan skor yang lebih akurat mencerminkan kemampuan kognitif mereka yang sebenarnya,” tambahnya.

 


Menguji Gangguan Pendengaran

Para penulis merasa temuan ini menunjukkan gangguan pendengaran mungkin bertanggung jawab atas demensia.

“Penilaian fungsi sensorik juga harus berperan dalam menilai perubahan kognitif dan mendiagnosis Alzheimer. Orang dengan gangguan sensorik seperti gangguan penglihatan atau pendengaran harus melacaknya dan mendiskusikannya dengan dokter mereka. Anggota keluarga dapat memainkan peran penting dalam memperhatikan perubahan sensorik dan mendorong penilaian dan tindak lanjut.”

“Publikasi ini mendukung saran intuitif yang sudah lama dipegang bahwa sangat masuk akal untuk mendapatkan alat bantu dengar segera setelah pendengaran seseorang menurun, terutama jika seseorang juga mengembangkan tanda-tanda demensia,” ujar Dr. Emer MacSweeney.

Infografis 6 Desa Wisata yang Wajib Dikunjungi
Infografis 6 Desa Wisata yang Wajib Dikunjungi (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya