Liputan6.com, Jakarta Menjadi ibu dengan disabilitas dari dua orang anak merupakan kebahagiaan sekaligus tantangan tersendiri bagi Staf Khusus (Stafsus) Presiden Angkie Yudistia.
Menurutnya, menjadi ibu dengan disabilitas Tuli bukan sesuatu yang mudah. Tak jarang ia dihadapkan dengan hambatan komunikasi dengan anak-anaknya yang non disabilitas.
Baca Juga
“Anak kecil kalau ngomong kan susah banget sementara saya harus membaca gerakan bibirnya. Dan bonding antara orangtua dan anak bukanlah sesuatu yang gampang banget karena anak-anak juga bisa marah ‘Mami tuh enggak bisa denger, Mami tuh kalau diajakin ngomong enggak bisa’,” kata Angkie saat ditemui di Jakarta Pusat, Jumat 21 Juli 2023.
Advertisement
Untuk menghadapi anak di situasi tersebut, maka Angkie menanamkan dalam dirinya untuk tidak terbawa perasaan (Baper).
“Saya jangan baper, enggak boleh baper (bawa perasaan), enggak boleh menyalahkan diri sendiri sebagai ibu berkebutuhan khusus.”
Dengan begitu, Angkie bisa lebih tenang dalam menghadapi anak. Dia pun memberi pengertian secara perlahan terkait kondisi yang disandangnya.
“Pelan-pelan saya memberikan pengertian kepada anak-anak saya sendiri bahwa ibunya itu enggak dengar. Jadi saya berusaha untuk enggak gengsi, karena kan menggunakan alat bantu dengar ini kan lumayan ya, kadang-kadang jatuh, kadang-kadang rusak dan segala macam,” ujar Angkie.
Sekolah di Lingkungan Inklusif
Setelah diberi pengertian, anak-anak Angkie pun perlahan mengerti. Di usia sekolah, ibu yang juga aktif menulis buku itu menyerahkan pendidikan buah hatinya kepada para guru.
Sekolah yang dipilih adalah sekolah inklusif. Di samping mengenalkan anak pada disabilitas, sekolah inklusif juga dipilih agar Angkie sebagai orangtua murid mendapatkan pelayanan yang baik dari pihak sekolah.
“Pendidikan anak-anak yang kami cari adalah sekolah yang menerima anak disabilitas jadi lingkungannya inklusif sehingga gurunya pun ngerti bagaimana men-treat bukan hanya anak tapi juga orangtua yang berkebutuhan khusus,” jelas Angkie.
Advertisement
Peluncuran Buku Keempat Angkie Yudistia
Dalam kesempatan yang sama, Angkie meluncurkan buku keempat berjudul “Menuju Indonesia Inklusi”.
Dalam buku tersebut, Angkie sedikit menceritakan soal perjuangan orangtuanya dalam mendampingi anak berkebutuhan khusus yang tak lain adalah dirinya sendiri.
“Buku keempat ini lebih menceritakan orangtua saya, bagaimana beliau itu mendidik anak berkebutuhan khusus. Sebagai orangtua itu enggak mudah. Cita-cita orangtua itu adalah satu, ingin anak berkebutuhan khususnya itu mandiri.”
“Buku ini ingin membuktikan kepada orangtua saya bahwa saya berhasil mandiri dan buku ini ditujukan untuk orangtua saya.”
Ceritakan Pengalaman Sebagai Stafsus Presiden
Selain menceritakan soal orangtua, buku dengan enam bab ini juga menceritakan pengalaman Angkie selama bekerja sebagai Stafsus Presiden. Tepatnya sejak 2019 hingga 2020.
"Buku ini ditulis selama setahun enam bulan. Buku keempat ini agak panjang perjalanannya, ditulis sesuai dengan pengalaman tugas dan amanah (sebagai Stafsus)," kata Angkie.
Secara umum, buku ini menceritakan bagaimana perkembangan disabilitas di Indonesia, dari rintangan, tantangan, hingga langkah-langkah pemerintah dalam menciptakan lingkungan ramah disabilitas.
”Melalui buku ini, saya berharap kita sebagai warga Indonesia dapat melihat bagaimana negara selama ini hadir dan memastikan pelindungan terhadap seluruh hak-hak disabilitas agar tercipta lingkungan yang inklusif.” ucap Angkie.
Advertisement