Â
Liputan6.com, Jakarta Thoriqoh, atau yang sering juga disebut tarekat, merupakan salah satu aspek penting dalam dimensi spiritual Islam. Bagi banyak Muslim, thoriqoh dipandang sebagai jalan spiritual yang dapat menuntun mereka menuju kedekatan yang lebih intim dengan Allah SWT. Namun, apa sebenarnya tujuan utama dari thoriqoh ini?
Advertisement
Mari kita telusuri lebih dalam tentang makna, sejarah, dan berbagai aspek penting dari thoriqoh dalam Islam.
Advertisement
Pengertian Thoriqoh
Thoriqoh, secara bahasa berasal dari kata Arab yang berarti "jalan" atau "metode". Dalam konteks spiritual Islam, thoriqoh merujuk pada jalan atau metode khusus yang ditempuh oleh para sufi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ini bukan sekadar ritual atau amalan biasa, melainkan sebuah disiplin spiritual yang komprehensif.
Dalam pengertian yang lebih luas, thoriqoh dapat dipahami sebagai sebuah sistem pendidikan rohani yang bertujuan untuk membersihkan hati, menyucikan jiwa, dan meningkatkan kualitas akhlak seseorang. Melalui thoriqoh, seorang Muslim diharapkan dapat mencapai tingkat kesadaran spiritual yang lebih tinggi, yang pada akhirnya membawanya pada pemahaman yang lebih mendalam tentang Allah dan ciptaan-Nya.
Thoriqoh sering dikaitkan dengan tasawuf, yang merupakan dimensi esoteris atau batin dari ajaran Islam. Jika tasawuf dipandang sebagai ilmu, maka thoriqoh adalah praktik atau aplikasi dari ilmu tersebut. Dengan kata lain, thoriqoh adalah jalan praktis untuk mengimplementasikan ajaran-ajaran tasawuf dalam kehidupan sehari-hari.
Penting untuk dipahami bahwa thoriqoh bukanlah sesuatu yang terpisah dari syariat Islam. Sebaliknya, thoriqoh dibangun di atas fondasi syariat dan bertujuan untuk memperdalam pemahaman dan penghayatan terhadap ajaran-ajaran Islam. Seorang pengamal thoriqoh tetap diwajibkan untuk mematuhi semua kewajiban syariat, bahkan seringkali dituntut untuk lebih tekun dalam menjalankannya.
Dalam praktiknya, thoriqoh biasanya dipimpin oleh seorang guru spiritual yang disebut mursyid atau syekh. Mursyid ini berperan sebagai pembimbing yang mengarahkan para murid (salik) dalam perjalanan spiritual mereka. Hubungan antara mursyid dan murid ini sangat penting dalam thoriqoh, karena diyakini bahwa bimbingan langsung dari seorang guru yang berpengalaman adalah kunci untuk mencapai kemajuan spiritual yang sejati.
Advertisement
Sejarah Perkembangan Thoriqoh
Sejarah perkembangan thoriqoh tidak dapat dipisahkan dari sejarah tasawuf dalam Islam. Akar-akar praktik spiritual yang kemudian berkembang menjadi thoriqoh dapat ditelusuri hingga ke masa Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Namun, thoriqoh sebagai institusi terorganisir mulai terbentuk sekitar abad ke-6 Hijriah atau abad ke-12 Masehi.
Pada masa awal Islam, praktik-praktik spiritual yang menjadi cikal bakal thoriqoh masih bersifat individual dan informal. Para sahabat Nabi, seperti Abu Dzar al-Ghifari dan Salman al-Farisi, dikenal memiliki kecenderungan asketis dan spiritual yang kuat. Mereka sering mengasingkan diri untuk beribadah dan melakukan perenungan spiritual.
Seiring berjalannya waktu, terutama setelah masa ekspansi Islam yang pesat, muncul kebutuhan akan bimbingan spiritual yang lebih terstruktur. Ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk meluasnya wilayah kekuasaan Islam yang membawa kontak dengan berbagai budaya baru, serta munculnya kecenderungan materialisme di kalangan sebagian umat Islam.
Pada abad ke-3 dan ke-4 Hijriah, mulai muncul tokoh-tokoh sufi besar seperti Al-Muhasibi, Al-Junaid al-Baghdadi, dan Abu Yazid al-Bistami. Mereka mulai mengembangkan konsep-konsep tasawuf yang lebih sistematis dan membentuk kelompok-kelompok pengajian spiritual. Ini dapat dianggap sebagai embrio dari thoriqoh-thoriqoh yang akan muncul kemudian.
Thoriqoh dalam bentuknya yang lebih terorganisir mulai muncul pada abad ke-6 Hijriah. Salah satu thoriqoh tertua yang masih bertahan hingga saat ini adalah Thoriqoh Qadiriyah, yang didirikan oleh Syekh Abdul Qadir al-Jilani (1077-1166 M). Periode ini ditandai dengan munculnya berbagai thoriqoh besar lainnya seperti Rifaiyah, Suhrawardiyah, dan Syadziliyah.
Pada abad ke-7 dan ke-8 Hijriah, thoriqoh mengalami perkembangan pesat dan menyebar ke berbagai penjuru dunia Islam. Thoriqoh-thoriqoh baru bermunculan, dan thoriqoh yang sudah ada mengalami percabangan. Misalnya, dari Thoriqoh Qadiriyah muncul cabang-cabang seperti Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
Di Indonesia, thoriqoh mulai masuk bersamaan dengan masuknya Islam ke Nusantara. Para ulama yang menyebarkan Islam di Indonesia, seperti Wali Songo, banyak yang juga merupakan pengamal dan pengajar thoriqoh. Thoriqoh-thoriqoh seperti Qadiriyah, Naqsyabandiyah, dan Syattariyah menjadi populer di berbagai daerah di Indonesia.
Perkembangan thoriqoh tidak selalu berjalan mulus. Ada periode-periode di mana thoriqoh menghadapi kritik dan bahkan penolakan dari sebagian ulama. Misalnya, Ibnu Taimiyah (1263-1328 M) mengkritik keras beberapa praktik thoriqoh yang dianggapnya menyimpang dari ajaran Islam yang murni.
Meskipun demikian, thoriqoh tetap bertahan dan bahkan berkembang. Pada masa kolonialisme, thoriqoh sering menjadi basis perlawanan terhadap penjajah. Di Indonesia, misalnya, banyak pemberontakan terhadap penjajah Belanda yang dipimpin oleh tokoh-tokoh thoriqoh.
Di era modern, thoriqoh menghadapi tantangan baru berupa modernisasi dan globalisasi. Beberapa thoriqoh beradaptasi dengan menggunakan teknologi modern untuk menyebarkan ajaran mereka, sementara yang lain tetap mempertahankan metode tradisional. Meskipun demikian, minat terhadap thoriqoh tetap ada, bahkan di kalangan masyarakat urban dan terpelajar.
Tujuan Utama Thoriqoh
Tujuan utama thoriqoh adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui serangkaian praktik spiritual yang sistematis dan terarah. Namun, tujuan ini memiliki banyak dimensi dan implikasi yang perlu dipahami secara mendalam. Mari kita telusuri berbagai aspek dari tujuan thoriqoh ini:
1. Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa)
Salah satu tujuan fundamental dari thoriqoh adalah menyucikan jiwa dari berbagai penyakit hati seperti iri, dengki, sombong, dan cinta dunia yang berlebihan. Proses ini dikenal sebagai tazkiyatun nafs. Melalui berbagai ritual dan latihan spiritual, pengamal thoriqoh diharapkan dapat membersihkan hatinya dari sifat-sifat tercela dan menggantinya dengan sifat-sifat terpuji.
2. Ma'rifatullah (Mengenal Allah)
Tujuan tertinggi dari thoriqoh adalah mencapai ma'rifatullah atau pengenalan yang mendalam terhadap Allah SWT. Ini bukan sekadar pengetahuan intelektual tentang sifat-sifat Allah, melainkan pengalaman spiritual yang mendalam tentang kehadiran dan kedekatan dengan-Nya. Pengamal thoriqoh berusaha untuk mencapai tingkat kesadaran di mana mereka dapat "melihat" Allah dengan mata hati mereka.
3. Ihsan dalam Ibadah
Thoriqoh bertujuan untuk meningkatkan kualitas ibadah seorang Muslim hingga mencapai tingkat ihsan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Jibril, ihsan adalah beribadah seolah-olah kita melihat Allah, dan jika tidak mampu, maka yakinlah bahwa Allah melihat kita. Melalui berbagai latihan spiritual, pengamal thoriqoh diharapkan dapat mencapai konsentrasi dan kekhusyukan yang tinggi dalam ibadah.
4. Pembentukan Akhlak Mulia
Thoriqoh tidak hanya fokus pada aspek ritual, tetapi juga pada pembentukan akhlak yang mulia. Tujuannya adalah untuk membentuk pribadi yang berakhlak seperti akhlak Rasulullah SAW. Ini meliputi sifat-sifat seperti sabar, jujur, rendah hati, dan cinta kasih terhadap sesama makhluk.
5. Pencapaian Ketenangan Batin
Dalam dunia yang penuh dengan kebisingan dan kekacauan, thoriqoh menawarkan jalan untuk mencapai ketenangan batin. Melalui praktik-praktik seperti dzikir dan meditasi, pengamal thoriqoh diharapkan dapat menemukan kedamaian dalam diri mereka, terlepas dari kondisi eksternal.
6. Peningkatan Kesadaran Spiritual
Thoriqoh bertujuan untuk meningkatkan kesadaran spiritual seseorang. Ini melibatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang realitas spiritual di balik dunia fisik, serta kesadaran akan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan.
7. Pembebasan dari Belenggu Duniawi
Meskipun tidak mengajarkan untuk meninggalkan dunia secara total, thoriqoh bertujuan untuk membebaskan pengamalnya dari belenggu kecintaan berlebihan terhadap dunia. Tujuannya adalah agar seseorang dapat hidup di dunia tanpa terjebak dalam materialisme.
8. Pencapaian Ridha Allah
Tujuan akhir dari semua praktik dalam thoriqoh adalah untuk mencapai ridha Allah SWT. Segala upaya spiritual dilakukan semata-mata untuk mendapatkan keridhaan-Nya, yang diyakini sebagai kebahagiaan tertinggi bagi seorang hamba.
9. Penyebaran Rahmat
Banyak thoriqoh yang menekankan pentingnya menjadi sumber rahmat bagi alam semesta. Pengamal thoriqoh diharapkan tidak hanya fokus pada pengembangan spiritual pribadi, tetapi juga memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
10. Persiapan untuk Kehidupan Akhirat
Thoriqoh juga bertujuan untuk mempersiapkan pengamalnya menghadapi kehidupan setelah kematian. Dengan menjalani disiplin spiritual yang ketat, seseorang diharapkan akan lebih siap menghadapi pertanyaan-pertanyaan di alam kubur dan perhitungan amal di hari kiamat.
Advertisement
Manfaat Mengikuti Thoriqoh
Mengikuti thoriqoh dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan spiritual dan sosial seseorang. Berikut adalah beberapa manfaat utama yang sering dirasakan oleh para pengamal thoriqoh:
1. Kedekatan dengan Allah
Manfaat paling utama dari mengikuti thoriqoh adalah tercapainya kedekatan yang lebih intim dengan Allah SWT. Melalui berbagai praktik spiritual yang intensif, pengamal thoriqoh sering merasakan kehadiran Allah dalam kehidupan mereka sehari-hari. Ini memberikan rasa ketenangan dan kebahagiaan yang mendalam.
2. Peningkatan Kualitas Ibadah
Thoriqoh membantu meningkatkan kualitas ibadah seseorang. Dzikir, shalat, dan ibadah lainnya menjadi lebih khusyuk dan bermakna. Banyak pengamal thoriqoh melaporkan bahwa mereka merasakan "rasa" yang berbeda dalam ibadah mereka setelah mengikuti thoriqoh.
3. Pembersihan Jiwa
Melalui proses tazkiyatun nafs (penyucian jiwa), pengamal thoriqoh dapat membersihkan diri dari sifat-sifat buruk seperti iri, dengki, sombong, dan cinta dunia yang berlebihan. Ini membawa pada ketenangan batin dan kebahagiaan yang sejati.
4. Pengembangan Akhlak Mulia
Thoriqoh menekankan pentingnya akhlak mulia. Pengamalnya sering mengalami perubahan positif dalam perilaku mereka, menjadi lebih sabar, jujur, rendah hati, dan penuh kasih sayang terhadap sesama.
5. Bimbingan Spiritual
Dalam thoriqoh, seorang murid mendapatkan bimbingan langsung dari seorang mursyid atau guru spiritual. Ini memberikan arahan yang jelas dalam perjalanan spiritual dan membantu menghindari kesalahan-kesalahan dalam praktik keagamaan.
6. Komunitas Spiritual
Bergabung dengan thoriqoh berarti menjadi bagian dari komunitas spiritual. Ini memberikan dukungan sosial dan spiritual yang penting, terutama di tengah masyarakat modern yang sering kali individualistis.
7. Manajemen Stress
Praktik-praktik dalam thoriqoh, seperti dzikir dan meditasi, telah terbukti efektif dalam mengurangi stress dan kecemasan. Banyak pengamal thoriqoh melaporkan peningkatan kesehatan mental setelah mengikuti thoriqoh.
8. Peningkatan Konsentrasi
Latihan spiritual dalam thoriqoh dapat meningkatkan kemampuan konsentrasi seseorang. Ini tidak hanya bermanfaat dalam ibadah, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari dan pekerjaan.
9. Pemahaman Diri yang Lebih Dalam
Thoriqoh mendorong introspeksi diri yang mendalam. Ini membantu seseorang untuk lebih memahami dirinya sendiri, termasuk kekuatan dan kelemahannya.
10. Kesadaran Sosial
Banyak thoriqoh yang menekankan pentingnya pelayanan sosial. Ini mendorong pengamalnya untuk lebih peduli terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar.
11. Perlindungan dari Pengaruh Negatif
Disiplin spiritual dalam thoriqoh dapat menjadi benteng yang melindungi seseorang dari pengaruh-pengaruh negatif dalam masyarakat modern.
12. Peningkatan Kreativitas
Beberapa pengamal thoriqoh melaporkan peningkatan kreativitas setelah menjalani praktik spiritual secara konsisten. Ini mungkin disebabkan oleh ketenangan pikiran dan keterbukaan hati yang dihasilkan dari praktik thoriqoh.
13. Persiapan Menghadapi Kematian
Thoriqoh membantu seseorang untuk lebih siap menghadapi kematian. Pengamalnya dilatih untuk selalu mengingat Allah dan akhirat, sehingga kematian tidak lagi menjadi sesuatu yang menakutkan.
14. Keseimbangan Hidup
Thoriqoh mengajarkan keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Pengamalnya belajar untuk hidup di dunia tanpa melupakan tujuan akhirat.
15. Pengalaman Spiritual yang Mendalam
Banyak pengamal thoriqoh melaporkan pengalaman-pengalaman spiritual yang mendalam, seperti mimpi-mimpi bermakna atau perasaan kedekatan yang intens dengan Allah. Meskipun ini bukan tujuan utama, pengalaman-pengalaman ini sering kali memperkuat iman dan semangat beribadah.
Jenis-jenis Thoriqoh yang Terkenal
Dalam sejarah Islam, telah berkembang berbagai jenis thoriqoh dengan karakteristik dan ajaran yang beragam. Berikut adalah beberapa thoriqoh yang terkenal dan masih memiliki pengikut hingga saat ini:
1. Thoriqoh Qadiriyah
Didirikan oleh Syekh Abdul Qadir al-Jilani (1077-1166 M), thoriqoh ini adalah salah satu yang tertua dan paling luas penyebarannya. Thoriqoh Qadiriyah menekankan pada dzikir jahr (keras) dan praktik khalwat. Ajarannya berfokus pada pembersihan jiwa dan pencapaian ma'rifat.
2. Thoriqoh Naqsyabandiyah
Didirikan oleh Bahauddin Naqsyaband (1318-1389 M), thoriqoh ini terkenal dengan dzikir khafi (tersembunyi atau dalam hati). Naqsyabandiyah menekankan pada kesadaran akan kehadiran Allah dalam setiap aktivitas sehari-hari.
3. Thoriqoh Syadziliyah
Didirikan oleh Abu al-Hasan asy-Syadzili (1196-1258 M), thoriqoh ini menekankan pada praktik syukur dan ridha terhadap takdir Allah. Syadziliyah juga dikenal dengan ajarannya tentang hizb (doa-doa perlindungan).
4. Thoriqoh Rifaiyah
Didirikan oleh Ahmad ar-Rifai (1118-1182 M), thoriqoh ini terkenal dengan praktik spiritual yang intens, termasuk dzikir yang panjang dan demonstrasi karamah. Rifaiyah menekankan pada penyucian jiwa dan pengabdian total kepada Allah.
5. Thoriqoh Maulawiyah (Mevlevi)
Didirikan oleh Jalaluddin Rumi (1207-1273 M), thoriqoh ini terkenal dengan praktik sama' atau tarian berputar sebagai bentuk dzikir. Maulawiyah menekankan pada cinta ilahi dan pencapaian fana (peleburan diri dalam Allah).
6. Thoriqoh Tijaniyah
Didirikan oleh Ahmad at-Tijani (1737-1815 M), thoriqoh ini populer di Afrika Barat dan Utara. Tijaniyah menekankan pada wirid khusus yang diyakini memiliki kekuatan spiritual yang besar.
7. Thoriqoh Khalwatiyah
Berasal dari abad ke-14, thoriqoh ini menekankan pada praktik khalwat atau pengasingan diri untuk tujuan spiritual. Khalwatiyah populer di Turki, Mesir, dan beberapa bagian Asia Tenggara.
8. Thoriqoh Suhrawardiyah
Didirikan oleh Abu Najib as-Suhrawardi (1097-1168 M), thoriqoh ini menekankan pada keseimbangan antara syariat dan hakikat. Suhrawardiyah memiliki pengaruh besar dalam perkembangan tasawuf di India.
9. Thoriqoh Chishtiyah
Populer di anak benua India, thoriqoh ini didirikan oleh Moinuddin Chishti (1141-1236 M). Chishtiyah terkenal dengan penggunaan musik dan puisi dalam praktik spiritualnya.
10. Thoriqoh Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
Merupakan gabungan dari Thoriqoh Qadiriyah dan Naqsyabandiyah, thoriqoh ini populer di Indonesia. Ia menggabungkan praktik dzikir jahr dari Qadiriyah dan dzikir khafi dari Naqsyabandiyah.
11. Thoriqoh Syattariyah
Berasal dari Persia dan populer di India dan Indonesia, thoriqoh ini menekankan pada praktik dzikir dan meditasi untuk mencapai kesatuan dengan Allah.
12. Thoriqoh Kubrawiyah
Didirikan oleh Najmuddin Kubra (1145-1221 M), thoriqoh ini terkenal dengan ajarannya tentang pengalaman spiritual dan interpretasi mimpi.
13. Thoriqoh Alawiyah
Berasal dari Yaman dan populer di Indonesia, thoriqoh ini menekankan pada kesederhanaan hidup dan pelayanan sosial.
14. Thoriqoh Sammaniyah
Didirikan oleh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman (1718-1775 M), thoriqoh ini populer di Sudan dan Indonesia. Sammaniyah dikenal dengan ratib (dzikir berirama) yang khas.
15. Thoriqoh Idrisiyah
Berasal dari Maroko, thoriqoh ini menekankan pada praktik dzikir dan pelayanan sosial. Idrisiyah memiliki pengaruh besar di Afrika Utara.
Setiap thoriqoh memiliki metode dan penekanan yang berbeda dalam mencapai tujuan spiritual, namun semuanya bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Penting untuk dicatat bahwa meskipun ada banyak thoriqoh, tidak semua dianggap mu'tabarah (diakui) oleh ulama. Seseorang yang ingin mengikuti thoriqoh disarankan untuk memilih yang mu'tabarah dan sesuai dengan syariat Islam.
Advertisement
Praktik-praktik Umum dalam Thoriqoh
Meskipun setiap thoriqoh memiliki praktik-praktik khusus yang membedakannya dari yang lain, ada beberapa praktik umum yang sering ditemui dalam berbagai thoriqoh. Berikut adalah beberapa praktik yang umumnya dilakukan oleh para pengamal thoriqoh:
1. Dzikir
Dzikir atau mengingat Allah adalah praktik inti dalam hampir semua thoriqoh. Ini bisa berupa pengulangan nama-nama Allah (asma'ul husna), kalimat tahlil, atau formula dzikir khusus yang diajarkan oleh mursyid. Dzikir bisa dilakukan secara jahr (keras) atau khafi (dalam hati), tergantung pada ajaran thoriqoh tertentu. Beberapa thoriqoh memiliki jumlah dan waktu tertentu untuk melakukan dzikir, sementara yang lain mengajarkan dzikir yang terus-menerus dalam setiap aktivitas.
2. Wirid
Wirid adalah rangkaian doa atau bacaan yang dibaca secara rutin, biasanya setelah shalat wajib. Setiap thoriqoh mungkin memiliki wirid khusus yang diajarkan oleh pendirinya atau mursyid. Wirid ini bisa berupa ayat-ayat Al-Qur'an, doa-doa ma'tsur (yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW), atau doa-doa yang disusun oleh para wali.
3. Khalwat atau Uzlah
Khalwat atau uzlah adalah praktik mengasingkan diri untuk tujuan spiritual. Ini bisa berupa pengasingan fisik ke tempat yang terpencil, atau pengasingan mental di tengah keramaian. Tujuannya adalah untuk memusatkan perhatian sepenuhnya kepada Allah dan membersihkan hati dari pengaruh duniawi. Durasi khalwat bisa bervariasi, dari beberapa jam hingga 40 hari atau lebih.
4. Rabithah
Rabithah adalah praktik menghubungkan hati murid dengan mursyid secara spiritual. Ini dilakukan dengan membayangkan wajah atau ruh mursyid saat melakukan dzikir atau meditasi. Tujuannya adalah untuk memperkuat hubungan spiritual antara murid dan guru, serta memudahkan transfer berkah dan ilmu spiritual.
5. Tawajjuh
Tawajjuh adalah praktik menghadapkan hati sepenuhnya kepada Allah. Ini bisa dilakukan secara individual atau dalam kelompok di bawah bimbingan mursyid. Dalam beberapa thoriqoh, tawajjuh juga melibatkan visualisasi cahaya ilahi atau nama-nama Allah.
6. Muraqabah
Muraqabah adalah praktik meditasi atau kontemplasi di mana seseorang berusaha untuk selalu sadar akan kehadiran Allah. Ini melibatkan perenungan mendalam tentang sifat-sifat Allah, ciptaan-Nya, atau keadaan spiritual diri sendiri.
7. Khatam
Khatam adalah praktik membaca Al-Qur'an atau dzikir tertentu secara lengkap dalam satu sesi. Beberapa thoriqoh memiliki khatam khusus yang dilakukan secara rutin, baik individual maupun berkelompok.
8. Manaqiban
Manaqiban adalah pembacaan riwayat hidup dan karamah (keajaiban) pendiri thoriqoh atau wali-wali Allah. Ini bertujuan untuk menginspirasi dan memperkuat iman para pengikut thoriqoh.
9. Ziarah
Ziarah ke makam para wali, terutama pendiri thoriqoh, adalah praktik yang umum dalam banyak thoriqoh. Ini dilakukan untuk mengambil berkah dan mengenang jasa-jasa para wali tersebut.
10. Sama'
Sama' adalah praktik mendengarkan musik spiritual atau pembacaan puisi religius. Ini terutama populer dalam thoriqoh Maulawiyah (Mevlevi), di mana sama' melibatkan tarian berputar yang terkenal.
11. Suluk
Suluk adalah periode intensif untuk melakukan praktik-praktik spiritual di bawah bimbingan langsung mursyid. Ini bisa berlangsung selama beberapa hari hingga beberapa bulan, di mana murid fokus sepenuhnya pada ibadah dan latihan spiritual.
12. Ijazah
Ijazah adalah pemberian izin atau otoritas dari mursyid kepada murid untuk mengamalkan atau mengajarkan praktik-praktik tertentu dalam thoriqoh. Ini bisa berupa izin untuk melakukan dzikir tertentu, mengajarkan thoriqoh, atau bahkan menjadi mursyid.
13. Bai'at
Bai'at adalah sumpah setia atau janji yang diucapkan oleh murid kepada mursyid saat bergabung dengan thoriqoh. Ini menandai awal perjalanan spiritual seseorang dalam thoriqoh tersebut.
14. Khidmah
Khidmah adalah pelayanan atau pengabdian kepada mursyid, sesama murid, atau masyarakat umum. Ini dianggap sebagai bentuk latihan spiritual untuk menumbuhkan kerendahan hati dan cinta kasih.
15. Tafakkur
Tafakkur adalah praktik perenungan mendalam tentang ayat-ayat Allah, baik yang tertulis (Al-Qur'an) maupun yang terhampar di alam semesta. Ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran spiritual.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun praktik-praktik ini umum ditemui dalam banyak thoriqoh, penerapan dan penekanannya bisa berbeda-beda. Beberapa thoriqoh mungkin lebih menekankan pada dzikir, sementara yang lain lebih fokus pada khalwat atau khidmah. Selain itu, semua praktik ini harus dilakukan dalam kerangka syariat Islam dan di bawah bimbingan mursyid yang kompeten untuk menghindari penyimpangan atau kesalahan dalam pengamalan.
Peran Mursyid dalam Thoriqoh
Mursyid, yang juga dikenal sebagai syekh atau guru spiritual, memainkan peran yang sangat penting dalam thoriqoh. Peran mursyid tidak hanya sebatas mengajarkan teknik-teknik spiritual, tetapi juga mencakup aspek-aspek yang lebih luas dalam membimbing murid-muridnya menuju kedekatan dengan Allah SWT. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang peran-peran kunci seorang mursyid dalam thoriqoh:
1. Pembimbing Spiritual
Peran utama mursyid adalah sebagai pembimbing spiritual bagi para muridnya. Mursyid memiliki pengalaman dan pengetahuan spiritual yang mendalam, yang diperoleh melalui latihan spiritual yang panjang dan intensif. Dengan pengalaman ini, mursyid dapat membantu murid-muridnya mengatasi berbagai tantangan spiritual yang mereka hadapi dalam perjalanan menuju Allah.
2. Penyampai Ilmu dan Hikmah
Mursyid berperan sebagai penyampai ilmu dan hikmah yang telah diwariskan melalui silsilah thoriqoh. Ilmu ini tidak hanya mencakup pengetahuan teoretis tentang tasawuf, tetapi juga mencakup pemahaman praktis tentang bagaimana menerapkan ajaran-ajaran spiritual dalam kehidupan sehari-hari.
3. Pemberi Ijazah
Dalam thoriqoh, mursyid memiliki otoritas untuk memberikan ijazah atau izin kepada murid-muridnya untuk mengamalkan praktik-praktik tertentu. Ijazah ini bisa berupa izin untuk melakukan dzikir khusus, mengajarkan thoriqoh, atau bahkan menjadi mursyid baru. Pemberian ijazah ini didasarkan pada penilaian mursyid terhadap kesiapan spiritual murid.
4. Penghubung Spiritual
Mursyid dianggap sebagai penghubung spiritual antara murid dan silsilah thoriqoh, yang biasanya dapat ditelusuri hingga ke Nabi Muhammad SAW. Melalui hubungan spiritual ini, murid diyakini dapat menerima berkah dan bimbingan dari para wali dan Nabi.
5. Pemberi Teladan
Seorang mursyid diharapkan menjadi teladan bagi murid-muridnya dalam hal akhlak dan praktik spiritual. Kehidupan mursyid sendiri harus mencerminkan ajaran-ajaran yang dia sampaikan, sehingga murid-muridnya dapat belajar tidak hanya dari kata-katanya, tetapi juga dari tindakannya.
6. Pendiagnosa Spiritual
Mursyid memiliki kemampuan untuk mendiagnosa keadaan spiritual murid-muridnya. Dengan pengalaman dan pengetahuannya, mursyid dapat mengenali berbagai penyakit hati dan hambatan spiritual yang dialami murid, serta memberikan 'resep' spiritual yang sesuai.
7. Pemberi Motivasi
Perjalanan spiritual seringkali penuh tantangan dan godaan. Mursyid berperan untuk terus memotivasi murid-muridnya agar tetap istiqomah dalam menjalani thoriqoh, terutama saat menghadapi kesulitan atau keraguan.
8. Penjaga Ortodoksi
Mursyid bertanggung jawab untuk memastikan bahwa praktik-praktik dalam thoriqoh tetap sesuai dengan syariat Islam. Ini termasuk mencegah murid-muridnya dari penyimpangan atau pemahaman yang keliru tentang ajaran tasawuf.
9. Pemberi Nasihat
Selain bimbingan spiritual, mursyid juga sering dimintai nasihat oleh murid-muridnya dalam berbagai aspek kehidupan. Mursyid diharapkan dapat memberikan nasihat yang bijaksana berdasarkan prinsip-prinsip spiritual dan syariat Islam.
10. Pemimpin Komunitas
Dalam banyak kasus, mursyid juga berperan sebagai pemimpin komunitas thoriqoh. Ini melibatkan tanggung jawab untuk mengatur kegiatan-kegiatan thoriqoh, menyelesaikan konflik antar murid, dan menjaga kesatuan komunitas.
11. Penyembuh Spiritual
Beberapa mursyid diyakini memiliki kemampuan untuk melakukan penyembuhan spiritual. Ini bisa melibatkan pembacaan doa-doa khusus, pemberian air yang telah didoakan, atau metode-metode spiritual lainnya untuk membantu murid yang mengalami masalah fisik atau mental.
12. Penerjemah Pengalaman Spiritual
Murid-murid yang mengalami pengalaman spiritual yang intens atau tidak biasa sering mencari penjelasan dari mursyid. Mursyid berperan untuk menerjemahkan dan menjelaskan pengalaman-pengalaman ini dalam konteks ajaran tasawuf dan syariat Islam.
13. Penjaga Rahasia
Mursyid sering menjadi tempat murid-muridnya mencurahkan isi hati, termasuk rahasia-rahasia pribadi dan spiritual mereka. Mursyid diharapkan dapat menjaga kerahasiaan ini dan menggunakannya hanya untuk kepentingan bimbingan spiritual.
14. Pemberi Izin Khalwat
Dalam beberapa thoriqoh, mursyid memiliki otoritas untuk memberikan izin dan menentukan waktu yang tepat bagi murid untuk melakukan khalwat atau uzlah (pengasingan diri untuk tujuan spiritual).
15. Penghubung dengan Dunia Luar
Mursyid sering berperan sebagai juru bicara thoriqoh dalam interaksi dengan masyarakat luas atau otoritas keagamaan. Ini termasuk menjelaskan ajaran thoriqoh, membela praktik-praktiknya jika dikritik, dan membangun hubungan dengan komunitas lain.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun peran mursyid sangat penting dalam thoriqoh, murid tetap diharapkan untuk memiliki sikap kritis dan tidak mengikuti secara buta. Ajaran Islam menekankan pentingnya ilmu dan pemahaman, bukan hanya taklid atau mengikuti tanpa pemahaman. Oleh karena itu, hubungan antara mursyid dan murid idealnya adalah hubungan yang saling menghormati dan saling belajar, di mana keduanya bersama-sama berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Advertisement
Adab Murid dalam Thoriqoh
Dalam tradisi thoriqoh, adab atau etika seorang murid terhadap mursyid dan dalam menjalani perjalanan spiritualnya memiliki peran yang sangat penting. Adab ini tidak hanya dianggap sebagai formalitas, tetapi juga sebagai bagian integral dari proses pendidikan spiritual. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang adab-adab yang umumnya ditekankan dalam thoriqoh:
1. Hormat dan Taat kepada Mursyid
Murid diharapkan untuk menghormati dan menaati mursyidnya dalam hal-hal yang berkaitan dengan thoriqoh dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Ini termasuk mendengarkan nasihatnya dengan seksama, melaksanakan tugas-tugas spiritual yang diberikan, dan tidak membantah atau mendebat mursyid di depan umum.
2. Husnuzhon (Berprasangka Baik)
Murid harus selalu berprasangka baik terhadap mursyid dan sesama murid. Jika ada sesuatu yang tidak dipahami atau terlihat tidak sesuai, murid dianjurkan untuk bertanya dengan sopan atau melakukan introspeksi diri terlebih dahulu sebelum menghakimi.
3. Istiqomah dalam Amalan
Murid diharapkan untuk konsisten dalam melaksanakan amalan-amalan yang telah diajarkan oleh mursyid, seperti dzikir, wirid, atau khalwat. Istiqomah ini dianggap sebagai kunci kemajuan spiritual.
4. Menjaga Rahasia
Beberapa thoriqoh memiliki ajaran atau praktik yang bersifat rahasia dan hanya boleh diketahui oleh anggota thoriqoh. Murid diharapkan untuk menjaga kerahasiaan ini dan tidak menyebarkannya kepada orang yang bukan anggota thoriqoh.
5. Rendah Hati
Murid harus selalu menjaga kerendahan hati, baik dalam hubungannya dengan mursyid, sesama murid, maupun masyarakat umum. Kesombongan dianggap sebagai penghalang besar dalam perjalanan spiritual.
6. Sabar dan Tabah
Perjalanan spiritual seringkali penuh dengan ujian dan cobaan. Murid diharapkan untuk bersabar dan tabah dalam menghadapi berbagai kesulitan, baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah.
7. Jujur dan Terbuka
Murid harus jujur dan terbuka kepada mursyid tentang kondisi spiritual dan pengalaman-pengalaman yang dialaminya. Ini penting agar mursyid dapat memberikan bimbingan yang tepat.
8. Menjaga Adab dalam Majelis
Ketika menghadiri majelis dzikir atau pengajian, murid harus menjaga adab seperti datang tepat waktu, duduk dengan sopan, tidak berbicara ketika mursyid sedang memberikan pengajaran, dan tidak meninggalkan majelis sebelum selesai kecuali ada keperluan mendesak.
9. Mengutamakan Kepentingan Thoriqoh
Murid diharapkan untuk mengutamakan kepentingan thoriqoh dan komunitas spiritual di atas kepentingan pribadi, selama tidak bertentangan dengan syariat dan kewajiban-kewajiban utama.
10. Menjaga Hubungan Baik dengan Sesama Murid
Murid harus menjaga hubungan baik dengan sesama anggota thoriqoh, saling menghormati, dan saling membantu dalam perjalanan spiritual.
11. Tidak Membandingkan Mursyid
Murid dilarang membandingkan mursyidnya dengan mursyid lain atau mencari-cari kelemahan mursyidnya. Ini dianggap sebagai sikap yang tidak etis dan dapat menghambat kemajuan spiritual.
12. Menjaga Adab dalam Berpakaian
Beberapa thoriqoh memiliki aturan khusus tentang cara berpakaian, terutama saat menghadiri acara-acara thoriqoh. Murid diharapkan untuk mematuhi aturan ini sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi thoriqoh.
13. Menjaga Kebersihan dan Kesucian
Murid harus selalu menjaga kebersihan dan kesucian, baik secara lahiriah maupun batiniah. Ini termasuk menjaga wudhu, membersihkan hati dari sifat-sifat tercela, dan menjaga lingkungan sekitar tetap bersih.
14. Tidak Mencari Karomah
Murid dilarang untuk mencari-cari atau memamerkan karomah (keajaiban). Fokus utama harus tetap pada peningkatan kualitas ibadah dan akhlak, bukan pada hal-hal yang bersifat supranatural.
15. Menjaga Keseimbangan
Meskipun fokus pada perjalanan spiritual, murid tetap diharapkan untuk menjaga keseimbangan dalam hidupnya. Ini termasuk memenuhi kewajiban terhadap keluarga, pekerjaan, dan masyarakat.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun adab-adab ini umumnya ditekankan dalam thoriqoh, penerapannya dapat bervariasi tergantung pada thoriqoh tertentu dan konteks budaya di mana thoriqoh itu berkembang. Selain itu, adab-adab ini harus dipahami dalam kerangka syariat Islam dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar agama. Tujuan utama dari adab-adab ini adalah untuk memfasilitasi pertumbuhan spiritual murid dan menjaga harmoni dalam komunitas thoriqoh, bukan untuk menciptakan ketergantungan yang tidak sehat atau kultus individu terhadap mursyid.
Tahapan Spiritual dalam Thoriqoh
Dalam tradisi thoriqoh, perjalanan spiritual seorang salik (pencari) menuju Allah SWT sering digambarkan sebagai serangkaian tahapan atau maqamat. Meskipun rincian dan urutan tahapan ini dapat bervariasi antara satu thoriqoh dengan yang lain, secara umum ada beberapa tahapan yang diakui oleh banyak aliran tasawuf. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang tahapan-tahapan spiritual yang umumnya dikenal dalam thoriqoh:
1. Taubat (Pertobatan)
Tahap pertama dan paling fundamental adalah taubat. Ini melibatkan penyesalan yang mendalam atas dosa-dosa masa lalu, tekad untuk tidak mengulanginya, dan kembali sepenuhnya kepada Allah. Taubat dianggap sebagai pintu gerbang perjalanan spiritual, karena tanpa pembersihan diri dari dosa, kemajuan spiritual sulit dicapai.
2. Wara' (Kehati-hatian)
Setelah taubat, salik diharapkan untuk mengembangkan sikap wara' atau kehati-hatian dalam segala tindakan. Ini melibatkan penghindaran tidak hanya dari hal-hal yang jelas haram, tetapi juga dari hal-hal yang meragukan (syubhat). Wara' membantu salik untuk menjaga kesucian hati dan pikiran.
3. Zuhud (Asketisme)
Zuhud adalah sikap tidak terikat pada dunia material. Ini bukan berarti meninggalkan dunia secara total, tetapi lebih pada menghilangkan kecintaan berlebihan terhadap dunia dari hati. Seorang zahid mungkin memiliki harta, tetapi hatinya tidak terikat padanya.
4. Faqr (Kemiskinan Spiritual)
Faqr adalah kesadaran akan ketergantungan total kepada Allah. Salik menyadari bahwa dia tidak memiliki apa-apa dan segala sesuatu adalah milik Allah. Ini membawa pada kerendahan hati yang mendalam dan penyerahan diri yang total kepada Allah.
5. Sabr (Kesabaran)
Sabr melibatkan ketabahan dalam menghadapi ujian dan cobaan, baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah. Ini juga termasuk kesabaran dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, serta sabar dalam menunggu hasil dari usaha spiritual.
6. Tawakkul (Berserah Diri)
Tawakkul adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah melakukan usaha maksimal. Ini bukan sikap pasif, tetapi keyakinan aktif bahwa Allah akan memberikan yang terbaik setelah kita berusaha.
7. Ridha (Kerelaan)
Ridha adalah keadaan di mana salik menerima dengan senang hati apapun yang Allah tetapkan, baik itu menyenangkan maupun tidak. Ini adalah tingkat kepasrahan yang lebih tinggi dari tawakkul.
8. Mahabbah (Cinta)
Mahabbah adalah cinta yang mendalam kepada Allah. Pada tahap ini, salik melakukan ibadah dan ketaatan bukan karena takut akan hukuman atau mengharap pahala, tetapi semata-mata karena cinta kepada Allah.
9. Ma'rifah (Pengenalan)
Ma'rifah adalah pengenalan yang mendalam terhadap Allah. Ini bukan sekadar pengetahuan intelektual, tetapi pengalaman langsung akan kehadiran Allah. Ma'rifah sering dianggap sebagai puncak perjalanan spiritual.
10. Fana' (Peleburan Diri)
Fana' adalah keadaan di mana salik seolah-olah kehilangan kesadaran akan dirinya sendiri dan tenggelam dalam kesadaran akan Allah. Ini bukan berarti kehilangan identitas secara fisik, tetapi lebih pada hilangnya ego dan keterikatan pada diri sendiri.
11. Baqa' (Kekekalan dalam Allah)
Baqa' adalah tahap lanjutan setelah fana', di mana salik kembali ke kesadaran normal tetapi dengan perspektif baru yang sepenuhnya berpusat pada Allah. Pada tahap ini, segala tindakan salik menjadi manifestasi dari kehendak Allah.
12. Yaqin (Keyakinan)
Yaqin adalah tingkat keyakinan yang tak tergoyahkan terhadap Allah dan ajaran-Nya. Ini dibagi menjadi tiga tingkatan: 'ilm al-yaqin (keyakinan berdasarkan pengetahuan), 'ain al-yaqin (keyakinan berdasarkan pengalaman langsung), dan haqq al-yaqin (keyakinan yang menyatu dengan realitas).
13. Khauf (Takut)
Khauf adalah rasa takut kepada Allah yang mendorong salik untuk menjauhi dosa dan maksiat. Ini bukan ketakutan yang melumpuhkan, tetapi ketakutan yang memotivasi untuk berbuat baik.
14. Raja' (Harapan)
Raja' adalah harapan akan rahmat dan ampunan Allah. Ini menyeimbangkan khauf dan mencegah salik dari putus asa dalam perjalanan spiritualnya.
15. Syukr (Syukur)
Syukr adalah rasa terima kasih yang mendalam kepada Allah atas segala nikmat-Nya, baik yang kecil maupun yang besar. Syukr melibatkan hati, lisan, dan anggota badan.
Penting untuk dicatat bahwa tahapan-tahapan ini tidak selalu bersifat linear atau terpisah satu sama lain. Seorang salik mungkin mengalami beberapa tahapan secara bersamaan atau dalam urutan yang berbeda. Selain itu, pencapaian satu tahapan tidak berarti tahapan sebelumnya ditinggalkan; sebaliknya, semua tahapan ini terus diperdalam dan disempurnakan sepanjang perjalanan spiritual.
Thoriqoh-thoriqoh tertentu mungkin memiliki interpretasi atau penekanan yang berbeda terhadap tahapan-tahapan ini. Beberapa mungkin menambahkan tahapan lain atau menggabungkan beberapa tahapan. Namun, esensi dari tahapan-tahapan ini - yaitu proses pembersihan diri, peningkatan kesadaran spiritual, dan pendekatan diri kepada Allah - tetap menjadi inti dari perjalanan spiritual dalam thoriqoh.
Advertisement
Dzikir dalam Thoriqoh
Dzikir, yang secara harfiah berarti "mengingat", adalah praktik inti dalam hampir semua thoriqoh. Ini bukan sekadar pengulangan kata-kata atau formula tertentu, tetapi merupakan upaya untuk menjaga kesadaran akan kehadiran Allah secara terus-menerus. Dalam konteks thoriqoh, dzikir memiliki berbagai bentuk, metode, dan tujuan yang spesifik. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang dzikir dalam thoriqoh:
1. Jenis-jenis Dzikir
a. Dzikir Lisan (Dzikir Jahr): Ini adalah dzikir yang diucapkan dengan suara keras atau setengah keras. Contohnya adalah pengucapan kalimat tahlil "La ilaha illallah" atau nama-nama Allah (Asma'ul Husna).
b. Dzikir Qalbi (Dzikir Khafi): Ini adalah dzikir yang dilakukan dalam hati tanpa suara. Beberapa thoriqoh, seperti Naqsyabandiyah, lebih menekankan pada jenis dzikir ini.
c. Dzikir Fi'li: Ini adalah dzikir melalui perbuatan, di mana setiap tindakan dilakukan dengan kesadaran akan Allah.
2. Formula Dzikir
Setiap thoriqoh mungkin memiliki formula dzikir khusus yang diajarkan oleh pendirinya atau mursyid. Beberapa formula umum termasuk:
a. Kalimat Tahlil: "La ilaha illallah" (Tiada Tuhan selain Allah)
b. Lafadz Allah: Pengulangan nama "Allah" dengan cara tertentu
c. Asma'ul Husna: Pengulangan nama-nama Allah yang indah
d. Shalawat: Doa untuk Nabi Muhammad SAW
e. Istighfar: Permohonan ampunan kepada Allah
3. Metode Dzikir
a. Dzikir Individual: Dilakukan secara pribadi, biasanya setelah shalat atau pada waktu-waktu tertentu.
b. Dzikir Berjamaah: Dilakukan bersama-sama dalam kelompok, sering kali dipimpin oleh mursyid atau wakilnya.
c. Dzikir Mubasyarah: Dzikir langsung di bawah bimbingan mursyid, biasanya dilakukan saat tawajjuh atau khalwat.
4. Teknik Dzikir
a. Pengaturan Nafas: Beberapa thoriqoh mengajarkan teknik pengaturan nafas tertentu saat berdzikir untuk meningkatkan konsentrasi.
b. Visualisasi: Beberapa praktik dzikir melibatkan visualisasi, seperti membayangkan cahaya atau huruf-huruf Arab tertentu.
c. Gerakan Tubuh: Beberapa thoriqoh memiliki gerakan tubuh tertentu yang menyertai dzikir, seperti gerakan kepala atau tangan.
5. Waktu Dzikir
a. Dzikir Rutin: Dilakukan pada waktu-waktu tertentu setiap hari, seperti setelah shalat wajib.
b. Dzikir Sepanjang Hari: Beberapa thoriqoh mengajarkan untuk berdzikir terus-menerus dalam hati sepanjang hari, bahkan saat melakukan aktivitas sehari-hari.
c. Dzikir Khusus: Dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang dianggap istimewa, seperti malam Jum'at atau bulan Ramadhan.
6. Tujuan Dzikir
a. Tazkiyatun Nafs: Pembersihan jiwa dari sifat-sifat tercela.
b. Peningkatan Kesadaran Spiritual: Membangun kesadaran yang terus-menerus akan kehadiran Allah.
c. Pencapaian Ketenangan Hati: Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an, "Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram" (Ar-Ra'd: 28).
d. Pencapaian Ma'rifat: Pengenalan yang mendalam terhadap Allah.
e. Perlindungan dari Godaan: Dzikir diyakini dapat melindungi dari godaan setan dan hawa nafsu.
7. Adab dalam Berdzikir
a. Suci dari Hadats: Idealnya dalam keadaan berwudhu.
b. Menghadap Kiblat: Jika memungkinkan.
c. Konsentrasi: Memusatkan pikiran dan hati hanya kepada Allah.
d. Keikhlasan: Berdzikir semata-mata karena Allah, bukan untuk pamer atau tujuan lain.
e. Memahami Makna: Berusaha memahami dan menghayati makna dzikir yang diucapkan.
8. Tingkatan Dzikir
a. Dzikir Lisan: Pengucapan dzikir dengan lisan tanpa kehadiran hati.
b. Dzikir Qalbi: Dzikir yang melibatkan hati, di mana hati merasakan makna dzikir.
c. Dzikir Sirr: Dzikir yang sangat halus, di mana seluruh wujud seolah-olah tenggelam dalam dzikir.
9. Manfaat Dzikir
a. Spiritual: Meningkatkan kedekatan dengan Allah, memperkuat iman, dan meningkatkan kualitas ibadah.
b. Psikologis: Mengurangi stress, kecemasan, dan depresi; meningkatkan ketenangan dan kebahagiaan.
c. Fisik: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dzikir dapat memiliki efek positif pada kesehatan fisik, seperti menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kualitas tidur.
10. Tantangan dalam Berdzikir
a. Gangguan Pikiran: Pikiran yang berkelana saat berdzikir adalah tantangan umum yang dihadapi banyak pengamal.
b. Kejenuhan: Pengulangan formula yang sama dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan kejenuhan.
c. Formalitas: Risiko dzikir menjadi sekadar rutinitas tanpa makna.
11. Inovasi dalam Praktik Dzikir
Beberapa thoriqoh telah mengadopsi teknologi modern untuk memfasilitasi praktik dzikir, seperti:
a. Aplikasi Dzikir: Aplikasi smartphone yang membantu menghitung dan mengingatkan waktu dzikir.
b. Tasbih Digital: Alat penghitung dzikir elektronik.
c. Rekaman Audio: Rekaman dzikir yang dipimpin oleh mursyid untuk membantu pengamal berdzikir di rumah.
12. Kontroversi Seputar Dzikir
a. Bid'ah: Beberapa kritikus menganggap praktik dzikir tertentu dalam thoriqoh sebagai bid'ah atau inovasi yang tidak dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
b. Pengabaian Syariat: Kritik bahwa fokus berlebihan pada dzikir dapat mengabaikan aspek-aspek syariat lainnya.
c. Klaim Berlebihan: Beberapa kritikus mempertanyakan klaim-klaim tentang efek supranatural dari praktik dzikir tertentu.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun dzikir adalah praktik inti dalam thoriqoh, penerapannya harus selalu dalam kerangka syariat Islam. Para ulama tasawuf selalu menekankan bahwa dzikir bukan pengganti untuk kewajiban-kewajiban syariat lainnya, melainkan pelengkap yang memperdalam dan memperkaya pengalaman keagamaan seseorang. Selain itu, meskipun ada formula dan metode khusus yang diajarkan dalam thoriqoh, esensi dari dzikir, yaitu mengingat Allah dan menyadari kehadiran-Nya tetap menjadi yang terpenting.
Khalwat dan Uzlah dalam Thoriqoh
Khalwat dan uzlah adalah dua praktik spiritual yang memiliki peran penting dalam banyak thoriqoh. Meskipun keduanya memiliki beberapa kesamaan, ada perbedaan nuansa antara keduanya. Mari kita telusuri lebih dalam tentang khalwat dan uzlah dalam konteks thoriqoh:
1. Definisi
Khalwat: Secara harfiah berarti "menyendiri" atau "pengasingan diri". Dalam konteks thoriqoh, khalwat adalah praktik mengasingkan diri untuk tujuan spiritual, biasanya dalam jangka waktu tertentu dan di bawah bimbingan mursyid.
Uzlah: Berarti "menjauhkan diri" atau "mengasingkan diri". Dalam tasawuf, uzlah lebih merujuk pada sikap mental untuk menjauhkan diri dari hal-hal duniawi, meskipun secara fisik tetap berada di tengah masyarakat.
2. Tujuan
Khalwat: Bertujuan untuk mencapai konsentrasi spiritual yang intens, membersihkan hati, dan mencapai pengalaman spiritual yang mendalam. Ini sering dianggap sebagai sarana untuk mencapai ma'rifat atau pengenalan yang mendalam terhadap Allah.
Uzlah: Bertujuan untuk mengurangi keterikatan pada dunia material dan fokus pada kehidupan spiritual, sambil tetap menjalankan peran sosial.
3. Durasi
Khalwat: Biasanya dilakukan dalam jangka waktu tertentu, bisa beberapa hari, 40 hari (arba'in), atau bahkan lebih lama tergantung pada ajaran thoriqoh tertentu dan bimbingan mursyid.
Uzlah: Bisa menjadi sikap hidup jangka panjang, di mana seseorang tetap berinteraksi dengan masyarakat tetapi menjaga jarak emosional dari keterikatan duniawi.
4. Tempat
Khalwat: Sering dilakukan di tempat khusus yang terisolasi, seperti ruangan khusus di zawiyah (tempat berkumpul thoriqoh), gua, atau tempat terpencil lainnya.
Uzlah: Bisa dilakukan di mana saja, karena lebih menekankan pada sikap mental daripada lokasi fisik.
5. Praktik
Khalwat: Selama khalwat, seorang salik biasanya melakukan ibadah intensif seperti shalat, dzikir, tilawah Al-Qur'an, dan tafakkur. Beberapa thoriqoh memiliki ritual khusus yang dilakukan selama khalwat.
Uzlah: Melibatkan praktik-praktik seperti mengurangi interaksi sosial yang tidak perlu, menghindari keramaian, dan fokus pada ibadah dan refleksi diri.
6. Bimbingan
Khalwat: Biasanya dilakukan di bawah bimbingan ketat dari mursyid. Mursyid akan memberikan instruksi khusus tentang apa yang harus dilakukan selama khalwat dan bagaimana menghadapi pengalaman-pengalaman spiritual yang mungkin terjadi.
Uzlah: Meskipun bisa dilakukan dengan bimbingan mursyid, uzlah lebih sering menjadi praktik individual yang terus-menerus.
7. Persiapan
Khalwat: Memerlukan persiapan fisik dan mental yang signifikan. Ini bisa melibatkan puasa, membersihkan diri dari dosa-dosa, dan mempersiapkan diri untuk pengalaman spiritual yang intens.
Uzlah: Lebih menekankan pada persiapan mental dan spiritual jangka panjang, seperti mengurangi keterikatan pada hal-hal duniawi secara bertahap.
8. Tantangan
Khalwat: Tantangan utama termasuk mengatasi kebosanan, menghadapi godaan-godaan spiritual (seperti halusinasi atau pengalaman supranatural), dan mengelola kondisi fisik dalam isolasi.
Uzlah: Tantangan meliputi menjaga keseimbangan antara kewajiban sosial dan keinginan untuk menjauh dari dunia, serta mengatasi perasaan terisolasi di tengah masyarakat.
9. Manfaat
Khalwat: Diyakini dapat membawa pada pengalaman spiritual yang mendalam, pembersihan jiwa yang intensif, dan peningkatan konsentrasi dalam ibadah.
Uzlah: Membantu dalam mengurangi pengaruh negatif lingkungan, meningkatkan fokus pada kehidupan spiritual, dan mengembangkan kemandirian spiritual.
10. Risiko
Khalwat: Ada risiko seperti delusi spiritual, kelelahan fisik, atau bahkan gangguan mental jika tidak dilakukan dengan bimbingan yang tepat.
Uzlah: Risiko termasuk isolasi sosial yang berlebihan, kesalahpahaman dari masyarakat, atau pengabaian tanggung jawab sosial.
11. Variasi dalam Thoriqoh
Khalwat: Beberapa thoriqoh, seperti Khalwatiyah, sangat menekankan praktik khalwat dan memiliki metode khusus untuk melakukannya. Thoriqoh lain mungkin memiliki pendekatan yang lebih moderat.
Uzlah: Beberapa thoriqoh mengajarkan uzlah sebagai sikap hidup yang terus-menerus, sementara yang lain mungkin menekankan keseimbangan antara uzlah dan keterlibatan sosial.
12. Perspektif Modern
Khalwat: Dalam konteks modern, beberapa thoriqoh telah mengadaptasi praktik khalwat untuk membuatnya lebih sesuai dengan gaya hidup kontemporer, seperti melakukan "khalwat singkat" atau "khalwat di rumah".
Uzlah: Konsep uzlah telah diinterpretasikan ulang oleh beberapa pemikir modern sebagai cara untuk menjaga kesehatan mental dan spiritual di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern.
13. Kritik
Khalwat: Beberapa kritikus menganggap praktik khalwat yang ekstrem sebagai bid'ah atau tidak sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan keseimbangan.
Uzlah: Kritik terhadap uzlah sering berfokus pada potensi pengabaian tanggung jawab sosial dan keluarga.
14. Hubungan dengan Praktik Lain
Khalwat dan uzlah sering dikaitkan dengan praktik-praktik lain dalam thoriqoh, seperti muraqabah (kontemplasi), muhasabah (introspeksi diri), dan tafakkur (perenungan mendalam).
15. Aspek Psikologis
Dari perspektif psikologi modern, khalwat dan uzlah dapat dilihat sebagai bentuk "detoksifikasi mental" yang membantu mengurangi stress dan meningkatkan kesadaran diri. Namun, penting untuk memastikan bahwa praktik-praktik ini dilakukan dengan cara yang sehat dan seimbang.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun khalwat dan uzlah adalah praktik yang dihargai dalam banyak thoriqoh, penerapannya harus selalu dalam kerangka syariat Islam dan dengan bimbingan yang tepat. Tujuan utama dari praktik-praktik ini adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan kualitas spiritual, bukan untuk mengisolasi diri dari masyarakat atau mengabaikan tanggung jawab duniawi. Dalam konteks modern, banyak mursyid yang menekankan pentingnya menyeimbangkan praktik-praktik ini dengan keterlibatan aktif dalam masyarakat dan pemenuhan kewajiban sehari-hari.
Advertisement
Konsep Mahabbah dalam Thoriqoh
Mahabbah, yang secara harfiah berarti "cinta", adalah salah satu konsep sentral dalam tasawuf dan thoriqoh. Dalam konteks spiritual, mahabbah merujuk pada cinta yang mendalam dan murni kepada Allah SWT. Konsep ini memiliki peran penting dalam perjalanan spiritual seorang salik (pencari) dalam thoriqoh. Mari kita telusuri lebih dalam tentang konsep mahabbah dalam thoriqoh:
1. Definisi Mahabbah
Dalam thoriqoh, mahabbah didefinisikan sebagai cinta yang total dan tanpa syarat kepada Allah SWT. Ini bukan sekadar emosi atau perasaan, tetapi suatu keadaan spiritual di mana seluruh wujud seseorang dipenuhi dengan cinta kepada Allah. Imam Al-Ghazali mendefinisikan mahabbah sebagai kecenderungan hati yang kuat terhadap sesuatu yang dianggap sempurna dan membawa kebahagiaan.
2. Tingkatan Mahabbah
Para ulama tasawuf sering membagi mahabbah ke dalam beberapa tingkatan:
a. Mahabbah Awam: Cinta kepada Allah karena nikmat-nikmat-Nya yang dirasakan.
b. Mahabbah Khawas: Cinta kepada Allah karena sifat-sifat-Nya yang sempurna.
c. Mahabbah Khawasul Khawas: Cinta kepada Allah semata-mata karena Dia adalah Allah, tanpa memandang nikmat atau sifat-Nya.
3. Tanda-tanda Mahabbah
Beberapa tanda mahabbah yang sering disebutkan dalam literatur tasawuf termasuk:
a. Selalu mengingat Allah (dzikrullah)
b. Merindukan pertemuan dengan Allah
c. Mengutamakan keridhaan Allah di atas segalanya
d. Merasakan ketenangan dan kebahagiaan dalam beribadah
e. Mencintai segala sesuatu yang dicintai Allah dan membenci apa yang dibenci-Nya
4. Mahabbah sebagai Motivasi
Dalam thoriqoh, mahabbah dianggap sebagai motivasi tertinggi dalam beribadah dan berbuat kebaikan. Seorang yang telah mencapai tingkat mahabbah yang tinggi tidak lagi beribadah karena takut akan hukuman atau mengharap pahala, tetapi semata-mata karena cinta kepada Allah.
5. Hubungan Mahabbah dengan Makrifat
Dalam banyak ajaran thoriqoh, mahabbah dan makrifat (pengenalan mendalam terhadap Allah) dianggap saling terkait. Semakin seseorang mengenal Allah, semakin besar cintanya kepada-Nya, dan sebaliknya, cinta yang mendalam mendorong seseorang untuk lebih mengenal Allah.
6. Praktik Pengembangan Mahabbah
Thoriqoh-thoriqoh memiliki berbagai praktik untuk mengembangkan dan memperdalam mahabbah, termasuk:
a. Dzikir intensif dengan merenungkan nama-nama dan sifat-sifat Allah
b. Membaca dan merenungkan ayat-ayat Al-Qur'an tentang cinta Allah
c. Memperbanyak ibadah sunnah
d. Muhasabah (introspeksi diri) untuk membersihkan hati dari selain Allah
e. Mempelajari dan merenungkan tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta
7. Mahabbah dalam Syair Sufi
Banyak penyair sufi terkenal, seperti Rumi, Ibn Arabi, dan Rabia al-Adawiyah, yang mengekspresikan konsep mahabbah dalam syair-syair mereka yang indah dan mendalam. Syair-syair ini sering digunakan dalam praktik thoriqoh untuk menginspirasi dan memperdalam perasaan cinta kepada Allah.
8. Tantangan dalam Mencapai Mahabbah
Mencapai tingkat mahabbah yang tinggi bukanlah hal yang mudah. Beberapa tantangan yang sering dihadapi termasuk:
a. Kecintaan berlebihan pada dunia
b. Ego dan keinginan pribadi yang masih kuat
c. Kurangnya pemahaman tentang hakikat Allah
d. Godaan dan gangguan dalam kehidupan sehari-hari
9. Mahabbah dan Syariat
Para ulama tasawuf selalu menekankan bahwa mahabbah harus selalu sejalan dengan syariat. Cinta kepada Allah yang sejati akan mendorong seseorang untuk lebih taat pada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
10. Buah dari Mahabbah
Beberapa hasil atau buah dari mahabbah yang sering disebutkan dalam ajaran thoriqoh termasuk:
a. Ketenangan hati dan jiwa
b. Keridhaan terhadap takdir Allah
c. Kemudahan dalam menjalankan ibadah
d. Akhlak yang mulia terhadap sesama makhluk
e. Kebebasan dari ketakutan dan kesedihan duniawi
11. Mahabbah dan Fana
Dalam beberapa ajaran thoriqoh, mahabbah yang mencapai puncaknya dapat membawa pada keadaan fana (peleburan diri dalam Allah). Namun, konsep ini harus dipahami dengan hati-hati untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat mengarah pada penyimpangan akidah.
12. Kritik dan Kontroversi
Beberapa kritikus, terutama dari kalangan ulama fiqh, terkadang mempertanyakan beberapa ekspresi mahabbah yang dianggap berlebihan atau menyimpang dari akidah yang benar. Oleh karena itu, penting untuk memahami dan mengekspresikan mahabbah dalam kerangka syariat yang benar.
13. Mahabbah dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam ajaran thoriqoh, mahabbah bukan hanya konsep abstrak, tetapi harus termanifestasi dalam kehidupan sehari-hari. Ini termasuk bagaimana seseorang berinteraksi dengan sesama manusia, bagaimana dia memperlakukan alam sekitar, dan bagaimana dia menjalani profesi dan kewajibannya.
14. Mahabbah dan Khauf (Takut)
Dalam tasawuf, mahabbah sering dibahas bersama dengan khauf (takut kepada Allah). Keduanya dianggap sebagai "dua sayap" yang diperlukan untuk "terbang" menuju Allah. Mahabbah tanpa khauf bisa mengarah pada kelalaian, sementara khauf tanpa mahabbah bisa mengarah pada keputusasaan.
15. Perspektif Modern tentang Mahabbah
Dalam konteks modern, konsep mahabbah dalam thoriqoh telah menarik perhatian tidak hanya dari kalangan Muslim, tetapi juga dari para peneliti dan praktisi spiritual dari berbagai latar belakang. Beberapa melihatnya sebagai bentuk "kecerdasan spiritual" yang dapat memberikan makna dan tujuan dalam kehidupan.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun mahabbah adalah konsep yang indah dan mendalam, pencapaiannya memerlukan bimbingan yang tepat dan pemahaman yang benar tentang akidah Islam. Dalam konteks thoriqoh, mahabbah bukan tujuan akhir, melainkan sarana untuk mencapai ridha Allah dan menjalankan peran sebagai hamba dan khalifah-Nya di bumi dengan sebaik-baiknya.
Makrifat Allah sebagai Tujuan Tertinggi
Makrifat Allah, atau pengenalan yang mendalam terhadap Allah SWT, sering dianggap sebagai tujuan tertinggi dalam perjalanan spiritual seorang salik dalam thoriqoh. Konsep ini melampaui pengetahuan intelektual tentang Allah dan merujuk pada pengalaman langsung akan kehadiran dan kebesaran-Nya. Mari kita telusuri lebih dalam tentang makrifat Allah sebagai tujuan tertinggi dalam thoriqoh:
1. Definisi Makrifat
Makrifat dalam konteks tasawuf dan thoriqoh bukanlah sekadar pengetahuan tentang Allah, tetapi merupakan pengenalan yang mendalam dan pengalaman langsung akan kehadiran-Nya. Ini adalah tingkat kesadaran spiritual di mana seorang hamba merasakan kedekatan yang intim dengan Allah.
2. Tingkatan Makrifat
Para ulama tasawuf sering membagi makrifat ke dalam beberapa tingkatan:
a. Ilm al-Yaqin: Pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pemikiran.
b. Ain al-Yaqin: Pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman langsung atau penyaksian.
c. Haqq al-Yaqin: Pengetahuan yang diperoleh melalui penyatuan atau pengalaman spiritual yang sangat mendalam.
3. Hubungan Makrifat dengan Iman
Makrifat dianggap sebagai tingkat iman yang tertinggi. Jika iman pada tingkat dasar adalah kepercayaan, maka makrifat adalah keyakinan yang didasarkan pada pengalaman spiritual yang mendalam.
4. Jalan Menuju Makrifat
Dalam thoriqoh, jalan menuju makrifat melibatkan berbagai praktik spiritual, termasuk:
a. Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa)
b. Mujahadah (Perjuangan Spiritual)
c. Dzikir Intensif
d. Tafakkur (Perenungan Mendalam)
e. Khalwat atau Uzlah (Pengasingan Spiritual)
5. Tanda-tanda Makrifat
Beberapa tanda yang sering disebutkan sebagai indikasi pencapaian makrifat termasuk:
a. Ketenangan hati yang mendalam
b. Hilangnya rasa takut terhadap selain Allah
c. Sikap ridha terhadap segala ketentuan Allah
d. Cinta yang mendalam kepada Allah dan ciptaan-Nya
e. Kemampuan untuk melihat tanda-tanda Allah dalam segala sesuatu
6. Makrifat dan Syariat
Para ulama tasawuf selalu menekankan bahwa makrifat harus selalu sejalan dengan syariat. Pencapaian makrifat yang sejati akan membuat seseorang semakin taat pada hukum-hukum Allah, bukan mengabaikannya.
7. Makrifat dalam Al-Qur'an dan Hadits
Konsep makrifat sering dikaitkan dengan ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits yang berbicara tentang mengenal Allah, seperti:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (Adz-Dzariyat: 56)
Hadits Qudsi: "Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku."
8. Makrifat dan Fana
Dalam beberapa ajaran thoriqoh, makrifat yang mencapai puncaknya dapat membawa pada keadaan fana (peleburan diri dalam Allah) dan baqa (kekekalan dalam Allah). Namun, konsep ini harus dipahami dengan hati-hati untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat mengarah pada penyimpangan akidah.
9. Tantangan dalam Mencapai Makrifat
Mencapai makrifat bukanlah perjalanan yang mudah. Beberapa tantangan yang sering dihadapi termasuk:
a. Godaan duniawi
b. Kegelapan hati akibat dosa dan maksiat
c. Keterbatasan akal dalam memahami hakikat Allah
d. Kesombongan spiritual
10. Makrifat dan Ilmu
Meskipun makrifat melampaui pengetahuan intelektual, para ulama tasawuf tidak mengabaikan pentingnya ilmu. Sebaliknya, ilmu dianggap sebagai langkah awal menuju makrifat. Imam Al-Ghazali, misalnya, menekankan pentingnya integrasi antara ilmu dan makrifat.
11. Ekspresi Makrifat
Para sufi yang dianggap telah mencapai tingkat makrifat yang tinggi sering mengekspresikan pengalaman mereka melalui syair, tulisan, atau ucapan yang terkadang terdengar paradoksal atau sulit dipahami oleh orang awam. Contohnya adalah syair-syair Rumi atau ucapan-ucapan ekstatik (syathahat) dari beberapa sufi.
12. Kritik dan Kontroversi
Konsep makrifat, terutama ketika diekspresikan dalam bahasa yang ekstrem, terkadang mengundang kritik dari ulama-ulama syariat. Beberapa mengkhawatirkan bahwa klaim-klaim tentang makrifat dapat mengarah pada pengabaian syariat atau bahkan penyimpangan akidah.
13. Makrifat dan Akhlak
Dalam ajaran thoriqoh, pencapaian makrifat seharusnya tercermin dalam akhlak yang mulia. Seorang yang telah mencapai makrifat diharapkan memiliki sifat-sifat seperti kasih sayang, kerendahan hati, dan kedermawanan yang merupakan cerminan dari sifat-sifat Allah.
14. Makrifat dalam Kehidupan Sehari-hari
Makrifat bukan hanya pengalaman spiritual yang terpisah dari kehidupan sehari-hari. Dalam ajaran thoriqoh, makrifat seharusnya memengaruhi setiap aspek kehidupan seorang salik, dari cara dia beribadah hingga cara dia berinteraksi dengan sesama dan alam sekitar.
15. Perspektif Modern tentang Makrifat
Dalam konteks modern, konsep makrifat telah menarik perhatian tidak hanya dari kalangan Muslim, tetapi juga dari para peneliti di bidang psikologi transpersonal dan studi kesadaran. Beberapa melihat paralel antara pengalaman makrifat yang digambarkan dalam tasawuf dengan pengalaman "puncak" atau "kesadaran kosmik" yang dijelaskan dalam beberapa tradisi spiritual lain.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun makrifat dianggap sebagai tujuan tertinggi dalam thoriqoh, pencapaiannya bukanlah akhir dari perjalanan spiritual. Sebaliknya, ini dianggap sebagai awal dari tanggung jawab yang lebih besar untuk menjadi cerminan sifat-sifat Allah di dunia dan untuk melayani ciptaan-Nya dengan lebih baik.
Advertisement