Liputan6.com, Munich - Sesosok mumi perempuan muda menempuh perjalanan jauh dari Amerika Selatan ke Eropa. Ia diduga dibawa ke Jerman pada tahun 1898 oleh seorang putri Bavaria. Sejak saat itu, jasad mengering dengan wajah mengerikan itu menjadi misteri.
Entah siapa nama sang gadis. Namun yang pasti, ia menemui ajal dengan tragis. Diduga menjadi tumbal sebuah ritual pengorbanan di Amerika Latin. Itu kesimpulan terbaru yang dihasilkan para peneliti.
Tim ilmuwan menganalisa tengkorak mumi itu dan menemukan bukti adanya trauma parah di kepalanya -- menunjukkan gadis malang itu tewas dengan cepat akibat hantaman dari bagian belakang.
Analisis DNA juga mengungkap, ia menderita infeksi parasit yang disebut penyakit Chagas. Dari gejala tersebut mengindikasikan, perempuan yang jadi mumi itu tak akan hidup lama meski ia berhasil lolos dari para pembunuhnya. Ia sudah sakit parah. Demikian ditulis tim ilmuwan dalam jurnal ilmiah Plos One.
Chagas masih menjadi endemik di Amerika Selatan, khususnya bagi mereka yang hidup didera kemiskinan. Penyakit itu bisa mematikan jika tak ditangani dengan cepat.
Andreas Nerlich, penulis studi dari Munich University, Jerman mengatakan, gadis yang jadi tumbal itu diperkirakan berasal dari keluarga miskin.
"Parasit itu hidup dalam dinding yang disusun dari bata lumpur -- tipikal rumah warga dari strata sosial bawah yang tak mampu hidup dalam rumah batu yang lengkap dan lingkungan yang lebih bersih," kata dia seperti Liputan6.com kutip dari BBC News, Jumat (28/2/2014).
Selama lebih dari 100 tahun, tak kunjung jelas dari mana mumi berasal. Namun, berdasarkan hasil CT scan, rekonstruksi cedera, dan bukti DNA akhirnya memberikan petunjuk soal asal-usulnya: itu adalah mumi berusia 500 tahun. Perempuan itu tewas pada awal usia 20-an.
Di mana ia tinggal kala hidup masih belum jelas. Namun, berdasarkan analisis isotop pada tulang dan rambutnya, ia makan banyak ikan. Para peneliti menduga, ia tinggal dekat pantai di Peru dan utara Chile.
Tambang yang mengikat tubuhnya dibuat dari material yang berasal dari Amerika Selatan. Formasi tengkoraknya juga tipikal orang Inca.
Ia diduga tewas dan dikuburkan di wilayah berpasir yang panas dan kering -- yang membuat jasadnya termumifikasi secara alami. Selama bertahun-tahun, ia disalahartikan sebagai manusia rawa dari Jerman.
"Kami mengasumsikan ia tewas dalam sebuah ritual pengorbanan. Namun, belum ada bukti yang jelas dari bukti tertulis," jelas Profesor Nerlich. "Teknik yang berkembang saat ini memberikan kita banyak informasi yang bisa merekonstruksi banyak aspek dalam kehidupan masa lalu, penyakit, juga kematian."
Analisis tersebut juga membantu ilmuwan memahami asal usul patogen Chagas dan konstruksi molekularnya.
Tumbal
Meski peneliti Jerman belum menemukan pendukung tertulis terkait kematian sang mumi, bukti ritual pengorbanan manusia di Amerika Selatan terdokumentasi dengan baik.
Dalam kekaisaran Inca, gadis-gadis muda sering dikorbankan untuk dewa matahari dalam ritual kepercayaan. Orangtua dan masyarakat, dari mana gadis yang dikorbankan dalam ritual, akan mendapat posisi terhormat dalam masyarakat.
Emma Brown dari Jurusan Ilmu Arkeologi University of Bradford, Inggris, yang tak terlibat dalam studi mengatakan, karena kurangnya data kontekstual, sulit untuk memastikan mumi itu adalah korban ritual pengorbanan manusia.
Apalagi, "sosok mumi tersebut lebih tua dari profil korban ritual, yang biasanya berusia 13 atau 14 tahun," kata Brown seperti dimuat BBC. "Sangat penting untuk mempertimbangkan konteks historis dari mumi itu. Penanggalan radiokarbon menunjukkan masa ketika Spanyol menjajah Amerika."
Brown menambahkan, catatan sejarah mendeskripsikan bentuk represif dan kekerasan ekstrem pada era penjajahan. "Penyelidikan bio-arkeologi baru-baru ini terhadap pemakaman era penaklukan telah mengungkapkan banyak jenis trauma pada jasad, termasuk trauma besar benda tumpul trauma kranial," demikian Brown. (Shinta Sinaga)