Peringatan Apindo Jika UMP 2025 Naik 6,5%: Waspada PHK Massal!

Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, menjelaskan bahwa kenaikan UMP ini berpotensi meningkatkan beban biaya tenaga kerja secara langsung.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 01 Des 2024, 17:00 WIB
Diterbitkan 01 Des 2024, 17:00 WIB
UMP DKI Jakarta Naik Tapi Ditolak Pengusaha
Karyawan perkantoran berjalan kaki bergegas pulang di Kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu (30/11/2022). Keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI pada 2023 sebesar 5.6 persen menjadi Rp 4,9 juta . ditolak pengusaha dan buruh. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk menaikkan Upah Minimum Nasional (UMP) sebesar 6,5% pada 2025 mendapat perhatian serius dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Kebijakan ini dinilai akan berdampak signifikan pada biaya operasional, khususnya di sektor padat karya yang sangat sensitif terhadap kenaikan biaya tenaga kerja.

Dampak pada Daya Saing dan Biaya Produksi

Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, menjelaskan bahwa kenaikan UMP ini berpotensi meningkatkan beban biaya tenaga kerja secara langsung.

Dalam situasi ekonomi yang masih menghadapi tantangan global dan tekanan domestik, hal ini berisiko mengurangi daya saing produk Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional.

"Kenaikan ini akan berdampak pada peningkatan biaya produksi. Dalam jangka panjang, daya saing produk kita bisa terganggu," ungkap Shinta dalam keterangannya, Minggu (1/12/2024).

Kekhawatiran Gelombang PHK

Shinta juga menyatakan bahwa kenaikan upah minimum yang melampaui proyeksi pelaku industri dapat memicu risiko pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kondisi ini dinilai berpotensi menghambat penciptaan lapangan kerja baru, yang sebelumnya diharapkan tumbuh seiring pemulihan ekonomi.

"Kenaikan upah minimum yang signifikan ini dapat memicu efisiensi besar-besaran, termasuk pengurangan tenaga kerja," tambahnya.

 

Masalah Kemampuan Industri Memenuhi Kenaikan UMP

Ilustrasi upah minimum provinsi (UMP). Foto: Freepik/Skata
Ilustrasi upah minimum provinsi (UMP). Foto: Freepik/Skata

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, menilai bahwa kenaikan UMP lebih terkait pada kemampuan pelaku industri untuk memenuhi kewajiban tersebut, bukan soal setuju atau tidak.

"Jika perusahaan tidak mampu menanggung kenaikan biaya tenaga kerja, maka bisa terjadi penundaan investasi, efisiensi besar-besaran, atau bahkan keluarnya pelaku usaha dari sektor tertentu," jelas Bob.

Ia juga menekankan bahwa dunia usaha sebelumnya telah memberikan masukan berbasis data kepada pemerintah terkait penetapan upah minimum. Namun, masukan tersebut dinilai kurang diperhatikan dalam pengambilan keputusan.

"Kami telah menyampaikan data dan fakta mengenai daya saing usaha, produktivitas tenaga kerja, dan tantangan ekonomi. Sayangnya, hal ini tidak diakomodasi dalam kebijakan," keluhnya.

Apindo Tunggu Penjelasan Dasar Perhitungan UMP 2025

Apindo masih menantikan penjelasan pemerintah terkait dasar perhitungan kenaikan UMP sebesar 6,5%. Penjelasan ini diperlukan agar pelaku industri dapat memahami kebijakan tersebut dan menentukan langkah strategis untuk menghadapi tantangan ke depan.

 

 

 

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya