Liputan6.com, Jakarta - Pernikahan merupakan salah satu sunah Rasulullah SAW. Di antara rukun nikah dalam Islam adalah hadirnya wali mempelai perempuan yang akan melangsungkan akad nikah dengan mempelai pria.
Terkait orang yang berhak menjadi wali nikah, Imam Abu Syuja’ dalam Matan al-Ghâyah wa Taqrîb (Surabaya: Al-Hidayah, 2000), hal. 31, menjelaskannya sebagai berikut.
Advertisement
وأولى الولاة الأب ثم الجد أبو الأب ثم الأخ للأب والأم ثم الأخ للأب ثم ابن الأخ للأب والأم ثم ابن الأخ للأب ثم العم ثم ابنه على هذا الترتيب فإذا عدمت العصبات فالحاكم
Artinya: "Wali paling utama ialah ayah, kakek (ayahnya ayah), saudara lelaki seayah seibu (kandung), saudara lelaki seayah, anak lelaki saudara lelaki seayah seibu (kandung), anak lelaki saudara lelaki seayah, paman dari pihak ayah, dan anak lelaki paman dari pihak ayah. Demikianlah urutannya. Apabila tidak ada waris ‘ashabah, maka hakim.”
Advertisement
Baca Juga
Dari penjelasan Imam Abu Syuja' dapat disimpulkan bahwa yang utama menjadi wali ialah ayah kandung. Jika tidak ada ayah kandung, maka urutan prioritasnya ialah: kakek dari ayah kandung, saudara lelaki kandung, saudara lelaki seayah, paman (saudara lelaki ayah), dan anak laki-laki paman dari pihak ayah.
Jika tidak ada semuanya, maka yang menjadi wali nikah ialah hakim, atau biasa disebut dengan istilah wali hakim.
Namun yang menjadi pertanyaan, bagaimana jika ayah perempuannya ada tetapi enggan menjadi wali nikah? Pertanyaan ini pernah dijawab oleh Habib Muhammad Muthohar.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Penjelasan Habib Muhammad Muthohar
Habib Muhammad Muthohar mengatakan bahwa di zaman sekarang banyak anak tumbuh dari orang tua yang tidak bertanggung jawab. Padahal, tanggung jawab orang tua terhadap anaknya sangatlah penting, terutama bagi anak perempuan.
"(Misalnya) bapak dan ibunya bercerai. Gak tahu dia hidup dengan ibunya atau dia hidup di panti asuhan dan lain sebagainya. Macam-macam ceritanya orang-orang itu," ujar Habib Muhammad Muthohar dikutip dari YouTube NU Online, Ahad (1/12/2024).
Jika kedua orang tuanya bercerai, maka yang menjadi wali nikah bagi putrinya tetap kewajiban ayahnya.
"Kalau (ayahnya) menolak, saya gak mau nikahkan kamu. Tampaknya marah-marah emosi misalnya. Dan ini banyak terjadi juga. Maka ini masuk ke masalatul adhol," tutur Habib Muhammad Muthohar.
Advertisement
Apa Itu Masalatul Adhol?
Masalatul Adhol ialah ketika ayah kandung enggan menikahkan putrinya. Menurutnya, jika terjadi kasus demikian, maka bisa langsung diserahkan ke Kantor Urusan Agama (KUA).
"Ketika KUA sudah menetapkan bahwa walinya menolak untuk menikahkan putrinya, maka berarti KUA yang menjadi walinya, hakim yang menjadi walinya," jelas Habib Muhammad Muthohar.
Dengan demikian, meskipun sang ayah perempuan menolak menjadi wali, maka dapat digantikan oleh wali adhal dari KUA. Hadirnya wali tersebut melengkapi rukun nikah yang tidak boleh dilewatkan. Wallahu a’lam.