Liputan6.com, Dresden - Kepolisian Dresden mengatakan demo mingguan kelompok yang menamakan diri sebagai 'Patriotik Eropa menentang Islamisasi di Barat' atau Pegida di salah satu kota Jerman itu dibatalkan. Polisi beralasan ada ancaman pembunuhan terhadap seorang pemimpin kelompok tersebut.
"Polisi Dresden menerima informasi terkait ancaman kongkret terhadap demo mingguan Pegida," demikian pernyataan tertulis Kepolisian Dresden yang merujuk pada informasi dari Kantor Polisi Kriminal Federal Jerman dan Kantor Polisi Kriminal Saxony, seperti dilansir Reuters yang dikutip Liputan6.com, Senin (19/1/2015).
"Pembunuh disuruh menyusup ke demonstran Pegida dan diminta membunuh pemimpin pawai tersebut," imbuh polisi.
Otoritas keamanan Jerman menjelaskan, demonstrasi mingguan tersebut dibatalkan setelah pada Jumat 16 Januari 2015 mereka mendapat peringatan spesifik terkait dengan risiko serangan militan di stasiun kereta api di Berlin dan Dresden.
Kepada Reuters, salah seorang sumber di otoritas keamanan Jerman mengatakan bahwa rencana unjuk rasa Pegida pada Senin 19 Januari 2015 di dekat stasiun kereta Dresden adalah yang paling berisiko.
"Sayang sekali kami harus membatalkan demo ke-13 karena alasan keamanan," tulis kelompok Pegida di laman Facebook-nya.
Pegida menulis pula: "Ancaman abstrak menurut istilah polisi ini telah diubah menjadi 'ancaman pembunuhan kongkret' terhadap salah satu anggota organisasi kami."
Pegida aktif menggelar demo mingguan sejak Oktober 2014. Awalnya, kelompok tersebut menentang perumahan bagi kaum imigran, tapi isu yang mereka usung berkembang setelah jumlah pengikut bertambah.
Sementara demo mingguan ke-12 Pegida pada Senin 12 Januari 2015 yang digelar pasca-serangan teroris ke majalah satir Prancis, Charlie Hebdo, diikuti oleh 25 ribu pengunjuk rasa. Kendati demikian, demonstrasi tandingan digelar pula dengan jumlah pengunjuk rasa yang jauh lebih besar.
Sejauh ini para pemimpin Pegida menyangkal mereka rasis. Mereka pun mencoba membedakan antara kelompok militan dan empat juta muslim di Jerman.
Adapun ketegangan di Kota Dresden, Jerman, kian meningkat setelah seorang pencari suaka berusia 20 tahun asal Eritrea -- negara di timur laut Afrika -- ditemukan tewas ditusuk pada Selasa 13 Januari 2015. Jaksa penuntut Dresden menyatakan telah mengerahkan 25 penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan tersebut. (Ans)