18-2-1979: 'Fenomena Aneh', Salju Turun di Gurun Sahara

Pada 18 Februari 1979, area rendah di Sahara mengalami hujan salju pertama yang tercatat dalam sejarah

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 18 Feb 2015, 06:00 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2015, 06:00 WIB
Gurun Sahara
Gurun Sahara (Wikipedia)

Liputan6.com, Aljir - Sahara yang membentang seluas 9,4 juta kilometer persegi di Afrika Utara adalah gurun ketiga terbesar di dunia, setelah Antartika dan Arktik. Sama besar dengan wilayah China atau AS.

Meski kalah soal ukuran, Sahara adalah yang terpanas. Kering kerontang. Maka, orang-orang pun heboh saat fenomena aneh terjadi di padang pasir berusia 2,5 juta tahun itu: hujan salju.

"Pada 18 Februari 1979, area rendah di Sahara mengalami hujan salju pertama yang tercatat dalam sejarah," demikian Liputan6.com kutip dari situs sains LiveScience.

Salju turun di lokasi gurun yang ada di selatan Aljazair. Peristiwa itu sempat menghentikan lalu lintas di Ghardaia. Namun, hujan es hanya berlangsung sekitar 30 menit, salju pun kemudian lenyap dalam hitungan jam. Meleleh.

Sementara, di kawasan pegunungan Sahara, hujan es turun lebih sering. Pada musim dingin, temperatur anjlok di puncak Tahat -- gunung paling tinggi di Aljazair -- menyebabkan salju turun setiap 3 tahun.

Sementara, Pegunungan Tibesti, di Chad utara, pada ketinggian 2.500 meter, mengalami hujan salju setiap 7 tahun.

Gurun Sahara  baru-baru ini mengirimkan badai pasir ke wilayah Palestina, Israel, Lebanon, serta memicu gelombang besar di Laut Tengah (Mediterania).

Badai, yang terbentuk dari akumulasi debu Gurun Sahara di Afrika Utara yang terbawa angin, membuat pemandangan Kairo, ibukota Mesir, kelabu. Pun dengan Gaza, tempat jejak kehancuran akibat agresi Israel terlihat di sana-sini.

Sementara, Menteri Perlindungan Lingkungan Israel mengatakan, tingkat polusi udara yang disebabkan badai pasir adalah yang terburuk dalam kurun waktu 5 tahun.

Tak hanya itu keunikan Gurun Sahara. Ia juga memiliki tampilan yang spektakuler. Berupa lingkaran berulir dengan diameter 30 mil. Bentuknya seperti mata: Eye of Sahara atau Guelb er Richat (Struktur Richat). Saking besarnya itu bisa dilihat dari luar angkasa.



Formasi ini awalnya diduga sebagai dampak tubrukan meteorit tapi, ahli geologi saat ini meyakini ini adalah hasil peninggian tanah dan erosi. Namun, apa yang menyebabkan bentuknya yang sirkular, masih misterius.

Selain hujan salju di gurun pasir, pada 18 Februari juga menjadi momentum sejumlah peristiwa penting dunia. Pada 1745, Kota Surakarta didirikan di tepi Bengawan Solo dan menjadi ibukota Kasunanan Surakarta.

Sementara, pada 18 Februari 1930, Planet Pluto ditemukan oleh Clyde Tombaugh dari foto antariksa yang dibuat pada Januari.

Dan, pada 2003, kekerasan antar-etnis antara Dayak dan Madura pecah di Sampit, Kalimantan Tengah. Lebih dari 500 nyawa melayang dan 100.000 orang menjadi pengungsi.

Sebuah pelajaran mahal bagi rakyat Indonesia... (Ein)


POPULER

Berita Terkini Selengkapnya