Liputan6.com, Raqqa - Ruqia Hassan tewas dieksekusi ISIS. Kesalahannya satu: ia melawan organisasi teror tersebut, meski hanya dengan kata-kata.
Dengan menggunakan nama samaran Nissan Ibrahim, Ruqia menggunakan laman Facebook-nya untuk mendeskripsikan kehidupan warga di Raqqa, markas sekaligus 'ibu kota' ISIS -- yang juga menjadi target serangan pasukan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat.
Perempuan 30 tahun itu memberi gambaran pada dunia tentang kehidupan warga di bawah rezim para ekstremis. Misalnya gambaran seorang ibu, yang mengenakan cadar hitam, terlihat mengantar anaknya, dengan AK47 tersandang di bahunya.
Ruqia diketahui pernah belajar filsafat di Universitas Aleppo. Kemudian ia bergabung dengan kelompok oposisi yang menentang Rezim Bashar al-Assad. Namun, ia memilih tinggal di Raqqa setelah ISIS memasuki kota tersebut.
Baca Juga
Sudah lama Ruqia Hassan berada di bawah radar pengawasan ISIS karena aktivitasnya sebagai jurnalis warga. Ia ditahan Agustus lalu, atas tudingan melakukan kontak dengan 'sahawat' -- istilah yang digunakan ISIS yang merujuk pada kelompok Free Syrian Army -- yang bagi mereka adalah 'pengkhianat'.
Ruqia memposting banyak pesan dalam laman Facebook-nya. Tentang apa yang ia lihat, rasakan, juga musik-musik yang ia dengar.
Advertisement
Ini salah satu postingan yang ia unggah, seperti dikutip dari Guardian, Rabu (6/1/2016):
"Oke, jika kita tak menginginkan Daesh (ISIS)...
Dan kita tak menginginkan koalisi mengebom Daesh...
Juga tak ingin Free Syrian Army melawan Daesh...
Lalu, apa yang sebenarnya kita inginkan?"
Sebelumnya, ia juga menulis soal bagaimana internet diambil alih ISIS. Itu berarti, Ruqia kehilangan cara berkomunikasi dengan keluarga dan diaspora Suriah di negara lain.
Kemudian muncul kabar duka. "'Nissan Ibrahim', aktivis Suriah dari #Raqqa telah dieksekusi di Kota Raqqa oleh #IS," demikian yang tercantum dalam akun @Raqqa_SL.
Ruqia diduga ditahan pada Juli lalu dan dihabisi suatu hari di bulan September.
Abu Mohammed, pendiri kelompok anti-ISIS-- Suriah Raqqa is Being Slaughtered Silently (RBSS) memposting kata-kata terakhir jurnalis warga tersebut dalam Bahasa Inggris.
"Aku ada di Raqqa dan menerima ancaman pembunuhan. Ketika ISIS akan menahanku dan membunuhku, tak masalah. Sebab, mereka bisa memenggal kepalaku, namun bukan harga diriku."
Meski Ruqia sudah meninggal dunia sejak September lalu, laman Facebooknya masih aktif. Para aktivis menduga, laman itu dibajak oleh ISIS untuk menggali informasi soal lawan-lawan mereka.
Menurut kelompok penentang ISIS, Ruqia Hassan bukan satu-satunya jurnalis perempuan yang dieksekusi. Namun, identitas mereka tak diketahui.
Pekan lalu, ISIS mengeluarkan video propaganda, yang mempertontonkan adegan sadis eksekusi mati 5 orang yang dituduh melakukan kegiatan mata-mata.
Rekaman itu juga membeberkan 'kesalahan mereka' seperti menjalankan kafe internet, dan mengirimkan gambar-gambar soal Raqqa ke Turki. Video tersebut juga menampilkan sosok mirip 'Jihadi John' dan seorang bocah cilik -- keduanya bicara dengan aksen Inggris kental.
Desember lalu ISIS membunuh Naji Jerf, pemimpin redaksi media Hentah sekaligus aktivis RBSS, yang mendokumentasikan pelanggaran HAM yang dilakukan di Raqqa oleh kelompok ISIS.*