Kisah Jurnalis Kepala Kecil Mirip 'Penderita Zika' Hidup Normal

Prihatin dengan kekhawatiran khalayak terhadap microcephaly atau mikrosefalus, dia membeberkan kisahnya.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 02 Feb 2016, 20:10 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2016, 20:10 WIB
Kisah Wartawati Pengidap Mikrosefalus 'Infeksi' Virus Zika
Prihatin dengan kekhawatiran khalayak terhadap microcephaly atau mikrosefalus, dia membeberkan kisahnya.

Liputan6.com, Jakarta - Dunia tengah dilanda kepanikan terhadap penyebaran irus Zika yang berawal dari Brasil. Terlebih Badan Kesehatan Dunia, WHO, mengumumkan kerusakan otak pada bayi-bayi yang lahir di sana ternyata berhubungan dengan infeksi virus tersebut meski mengatakan belum ada pembuktian yang valid.

Hal yang dialami bayi-bayi itu membuat para orangtua dan wanita hamil khawatir akan anak-anak mereka yang terancam terlahir dengan kelainan ukuran kepala tidak normal, microcephaly alias mikrosefalus yang diduga kuat dipicu virus ini.

Tapi seorang perempuan asal Brasil yang mengalami kelainan tersebut, jauh sebelum virus Zika merebak, membuktikan bahwa ia mampu menjalani hidup seperti orang lain pada umumnya.

Adalah Ana Carolina Caceres, wartawan asal Brasil yang dilahirkan dengan kondisi mikrosefalus -- suatu kelainan yang membuat bentuk kepala kecil dan bisa menghambat perkembangan otak. Kondisi yang diduga terkait dengan virus Zika, yang telah menyebar di Amerika Selatan.

Prihatin dengan kekhawatiran khalayak terhadap mikrosefalus, dia pun membeberkan kisahnya.

"Sewaktu aku dilahirkan, dokter mengatakan aku tidak punya kesempatan bertahan hidup. 'Dia tidak bisa berjalan, tak bisa berbicara, dan dari waktu ke waktu dia akan memasuki masa lumpuh sampai dia meninggal'," ujar sang dokter seperti dikutip dari BBC, Selasa (2/2/2016).

Tapi vonis dokter -- seperti kebanyakan orang lain -- ternyata salah.

Caceres pun tumbuh dewasa, mengecap pendidikan di sekolah, dan duduk di bangku universitas.

"Aku kini menjadi wartawan dan juga menulis sebuah blog," ucap perempuan 24 tahun itu.

Ia memilih dunia jurnalistik agar bisa memberikan suara kepada orang-orang seperti saya, yang merasa tidak terwakili. "Aku ingin menjadi juru bicara untuk mereka yang menderita penyakit mikrosepalus dan sebagai sebuah proyek. Aku hendak menulis buku tentang kehidupan pribadi dan kehidupan orang lain yang mengalami sindrom ini," tuturnya. 

 

Seiring melonjaknya kasus mikrosefalus di Brasil, kebutuhan akan informasi menjadi lebih penting daripada sebelumnya. Orang-orang harus mengesampingkan prasangka mereka dan belajar tentang sindrom ini, termasuk menteri kesehatan.

Perempuan berambut panjang itu mengatakan Brasil akan memiliki "generasi yang rusak" karena penyakit mikrosefalus. "Jika saya bisa berbicara dengannya, Aku akan mengatakan, 'Yang rusak adalah pernyataan Anda, Pak'".

Mikrosefalus adalah sebuah kotak kejutan. Caceres menyatakan,"Anda mungkin bisa menderita sejumlah masalah serius atau mungkin juga tidak. Jadi aku percaya bahwa mereka yang melakukan aborsi atau menggugurkan kehamilan tidak memberikan kesempatan kepada anak-anak mereka untuk berhasil."

"Aku bertahan, seperti halnya banyak orang lain yang menderita mikrosefalus. Ibu-ibu kami tidak melakukan aborsi. Itulah sebabnya kami ada," papar dia.

Caceres menyatakan, ini tidak mudah. Ayahnya adalah seorang teknisi laboratorium dan menganggur ketika dia lahir. Ibunya hanya seorang asisten perawat.

Asuransi kesehatan hanya bisa mencakup beberapa hal, seperti biaya tenaga kesehatan. Namun asuransi tidak dapat menutup biaya tes-tes kesehatan lain yang sangat mahal.

Seluruh anggota keluarga pun berkumpul -- paman, bibi, dan lain-lain. Semua orang menyumbangkan apa yang mereka bisa sumbang untuk menutupi biaya.

"Aku dioperasi 5 kali. Operasi pertama ketika usia saya baru menginjak 9 hari karena saya tidak bisa bernapas dengan baik. Waktu itu aku juga kejang-kejang. Rupanya hal itu menimpa semua orang yang menderita mikrosefalus. Tapi itu bukan masalah besar -- ada obat-obatan yang bisa dikonsumsi untuk menjaga tubuh tetap terkendali."

Caceres mengaku minum obat itu sampai saya berumur 12 tahun, lalu sejak itu tak pernah meminumnya lagi. Sekarang dia bahkan bisa bermain biola!

"Jadi, saat membaca sejumlah pegiat di Brasil mendesak Mahkamah Agung untuk mengizinkan aborsi dalam kasus-kasus mikrosefalus, saya merasa tersinggung dan terserang," kata Caceres.

"Aku percaya bahwa aborsi adalah sebuah upaya yang dilandasi pandangan sempit untuk mengatasi masalah itu. Yang paling penting adalah akses ke pengobatan, konseling untuk para orang tua dan penderita berusia lanjut, serta fisioterapi dan pengobatan saraf bagi mereka yang lahir dengan kondisi mikrosefalus," beber dia.

Caceres menyarakan para ibu atau perempuan hamil untuk tetap tenang. Lakukanlah tes lebih awal daripada menundanya dan mintalah saran pada ahli saraf, sebaiknya sebelum bayi lahir. "Mikrosefalus adalah sebuah nama yang buruk tapi itu bukan sebuah monster," lanjut dia. 

Jika masih ada orangtua yang memilih untuk menggugurkan kandungan, kata Caceres, itu adalah pilihan mereka. "Tapi mereka harus membuat keputusan dengan mengetahui semua fakta," pungkas Caceres.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya