Liputan6.com, Damaskus - Di balik penampilannya yang 'lembut' dan keluarga yang harmonis, ternyata Presiden Suriah Bashar al-Assad adalah sosok di balik kekerasan sistematis yang dialami rakyatnya sendiri. Hal itu tertera dalam laporan PBB.
Menurut peneliti senior dari International Institute for Strategic Studies, Emilie Hokayem, al-Assad sama kejam dengan ISIS.
"Laporan yang saya baca sungguh tak nyaman. Dan bagaimana bisa mereka mengatakan Assad harus tetap dalam kekuasaan untuk membuat stabilitas dan melawan ISIS serta Al-Qaeda? Ia sama kejamnya dengan kelompok itu, " tulis Hokayem dalam Twitter-nya yang ia unggah pada Kamis 11 Februari 2016.
Advertisement
"Laporan ini menguak apa yang sebenarnya terjadi di Suriah dan membongkar segala mitos tentangnya," tambah dia lagi.
Laporan itu memuat salah satu kisah pembelot dalam rezim Assad yang diberi kode nama 'Caesar'. Mantan tentara Suriah itu mengatakan Assad telah membunuh 10.000 orang sejak Juli 2014.
Baca Juga
"Angka itu jelas merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan," tulis Caesar dalam laporan PBB tersebut.
"Angka kematian secara akumulasi bertambah, dan orang-orang hidup dalam terancam. Sedikit berbuat salah, ditahan. Dan tahanan merupakan tempat kematian massal," menurut laporan itu seperti dilansir UN Report, Jumat (12/2/2016)
"Mereka yang berhasil keluar dari penjara mengalami kekerasan yang tak bisa dibayangkan oleh akal sehat," kata Ketua Komisi Independen untuk Suriah, Paulo Pinheiro.
"Bagi penduduk Suriah, ketakutan akan penahanan atau penculikan merupakan horor yang menghantui mereka di seluruh penjuru negeri," tambahnya.
Laporan itu berdasarkan 621 wawancara warga Suriah, pengumpulan dokumen tentang pembunuhan antara 10 Maret 2011 hingga 30 November 2015. Juga meminta Dewan Keamanan untuk memberi sanksi pada Assad.
Perundingan Hasilkan Penghentian Permusuhan
Rusia adalah pendukung utama Assad. Mereka mengkategorikan siapapun yang melawan rezim adalah teroris. Menurut Caesar, Rusia tak bisa membedakan mana ISIS dan oposisi.
Sementara itu, negeri beruang merah itu lebih banyak menyerang pemberontak dan oposisi yang didukung sekutu AS, Turki dan Arab Saudi. Namun, ISIS makin mencengkeramkan kukunya.
Menurut laporan lain dari lembaga kemanusiaan IRIN, 10 persen kematian di Suriah akibat ISIS, sementara rezim Assad bertanggung jawab atas 75 persen kematian.
Sementara itu, menurut PBB, sistem penjara Suriah dilaporkan melakukan penyiksaan hingga para oposan itu tewas. Terus berlangsung hingga kini.
Setelah 5 tahun perang, dunia internasional terbagi konsentrasi antara ISIS dan simpatisan Assad. Warga sipil kurang memperoleh perhatian.
Dialog antara oposisi dan rezim yang sejatinya berlangsung minggu lalu gagal. Tim perunding hanya bisa menyepakati penghentian permusuhan antara keduanya. Namun, serangan udara Rusia tetap dijalankan dan Moskow 'mengancam' sekutu perang jika mereka meminta menghentikan aksinya itu.