Liputan6.com, Oslo - Pembunuh massal Norwegia, Anders Behring Breivik memenangkan sebagian kasus hak asasi manusia (HAM) yang 'menimpa' dirinya.
Pengadilan menguatkan sebagian klaimnya atas perlakuan penjara yang ia tempati tidak sesuai dengan nilai kemanusiaan.
Baca Juga
Kendati demikian, pengadilan masih akan melanjutkan kasus ini hingga putusan. Namun, pengacaranya, Oystein Storrvik, meminta hukuman pengasingan bagi Breivik dihentikan.
Advertisement
Baca Juga
Breivik, ekstremis sayap kanan, membunuh 69 remaja saat mereka melakukan kemah musim panas di pusat pelatihan aktivis sayap kirip di Pulau Utoeya, Norwegia pada Juli 2011.
Sebelum pembunuhan, Breivik meledakkan bom di ibukota, Oslo, tewaskan 8 orang.
Dalam putusannya, hakim Helen Andenaes Sekulic mengatakan adalah hak narapidana untuk tidak menjadi sasaran perlakuan tidak manusiawi seperti isolasi penjara. Hal itu merupakan nilai fundamental dalam masyarakat demokratis. Hal yang sama juga seharusnya diterapkan untuk teroris dan pembunuh.
Breivik semenjak mendapat hukuman isolasi menantang pemerintah atas keputusan itu. Ia ditahan di penjara selama 22 hingga 23 jam per hari. Tidak diperbolehkan kontak dengan napi lainnya, dan hanya berbicara dengan petugas lapas lewat tembok kaca yang tebal.
Menurut hakim, seperti dilansir dari BBC, Rabu 20 April 2016, mengatakan perlakuannya agak berbeda dengan tahanan lain dianggap sebagai hukuman tambahan.
Namun, hakim Sekulic mengakui Breivik kerap kali dibangunkan tiap setengah jam sekali di malam hari dalam kurun waktu yang lama, dan beberapa kali digeledah di depan petugas wanita sehingga membuatnya tidak nyaman.
Pengacara negara, Marius Emberland mengatakan pemerintah cukup kaget dengan putusan itu, tapi belum memastikan akan naik banding atau tidak.
Jika tak ada yang naik banding, pengadilan akan memutuskan untuk memperlembut tekanan hukuman Breivik. Di antaranya, lapas harus membawa pria itu ke komunitas agar bisa bergaul dengan napi lain.
Kendati demikian, hakim setuju dengan pengawasan ketat terhadap Breivik. Dan selama ini haknya untuk masalah pribadi dan keluarga tidak dilanggar.
Korban selamat, Eskil Pedersen cukup kaget dengan keputusan itu. Namun, yang lainnya seperti Bjonr Ihler mengatakan, Norwegia memiliki sistem pengadilan yang adil.
"Sistem pengadilan berjalan dengan sempurna, mereka tetap menghormati hak asasi manusia dalam kondisi ekstrem," kata Ihler.
Sementara itu, aktivis pembela korban mengaku sedikit kecewa namun lega karena Breivik tetap tidak bisa ketemu dengan tahanan ekstremis lainnya.