Serangan Udara Gempur RS Bersalin Suriah, 2 Orang Tewas

Beberapa bayi terluka saat inkubator jatuh ke lantai saat serangan udara menggempur rumah sakit bersalin di Suriah.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 30 Jul 2016, 13:03 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2016, 13:03 WIB
RS Bersalin Suriah yang terkena serangan udara. (Save the Children)
RS Bersalin Suriah yang terkena serangan udara. (Save the Children)

Liputan6.com, Idlib - Serangan udara menghantam sebuah rumah sakit bersalin yang didukung oleh lembaga Save the Children di barat laut Suriah. Menewaskan dua orang dan mencederai banyak lainnya.

"Beberapa bayi terluka saat inkubator jatuh ke lantai, wanita hamil kehilangan kaki dan dua lainnya menderita terkena pecahan peluru," ungkap yayasan tersebut seperti dikutip dari BBC, Sabtu (30/7/2016). 

Dari gambar yang beredar, terlihat bagian dari bangunan di Kafer Takhareem itu hancur. Sejauh ini belum diketahui pasti siapa yang melakukan serangan yang menghantam pintu masuk ke rumah sakit di Provinsi Idlib.

Syrian Relief, lembaga bantuan yang mengelola rumah sakit, mengatakan mereka yang tewas adalah keluarga pasien.

Pihak Save the Children mengatakan rumah sakit yang digempur serangan udara itu adalah yang terbesar di Idlib. Membantu proses kelahiran lebih dari 300 ibu setiap bulan.

"Pada saat pengeboman, tengah dilakukan dua operasi dan ada seorang wanita sedang melahirkan," beber pihak Save The Children melalui sebuah pernyataan.

Rumah sakit itu dilaporkan berhenti beroperasi selain untuk gawat darurat. Generator yang disediakan untuk pasokan listrik bangunan rusak.

Ddirektur Badan Amal Suriah tersebut, Sonia Khush mengatakan pengeboman rumah sakit itu tindakan memalukan.

"Tidak ada alasan untuk melakukan serangan ke tempat layanan medis, ini yang terbaru dalam serangkaian serangan di fasilitas kesehatan di Suriah. Kami mengutuk serangan ini, yang ilegal berdasarkan hukum internasional. Kita perlu gencatan senjata segera di Suriah dan mengakhiri pengeboman mengerikan terhadap fasilitas medis," ujar Sonia Khush.

Rusia, sekutu utama pemerintah Suriah, mengatakan pada hari Kamis 28 Juli, bahwa tiga koridor kemanusiaan dari Aleppo sedang dibuka untuk warga sipil dan pemberontak tak bersenjata. Lalu yang keempat untuk pemberontak bersenjata.

Sekitar 300.000 orang terperangkap dalam area yang dikuasai pemberontak di Aleppo timur yang kerap terjadi upaya pengeboman.

Pengumuman Rusia disambut dengan hati-hati oleh PBB, Amerika Serikat dan beberapa badan-badan bantuan. AS pun menyarankan rencana untuk memaksa evakuasi warga sipil dan kelompok pemberontak di kota diminta menyerah.

Menteri Luar Negeri AS, John Kerry mengatakan pada hari Jumat 29 Juli bahwa jika operasi itu tipu muslihat bisa mengganggu AS-Rusia kerjasama di Suriah.

"Ini memiliki risiko, jika itu adalah tipu muslihat, sepenuhnya melanggar kerjasama...," tutur Kerry.

"Di sisi lain, jika kita memiliki pemahaman yang lengkap tentang apa yang terjadi dan kemudian kesepakatan (dalam) jalan ke depan, itu benar-benar bisa membuka beberapa kemungkinan."

Utusan PBB, Staffan de Mistura mengatakan PBB mendukung koridor tersebut dan meminta Rusia untuk rincian lebih lanjut tentang bagaimana mereka akan bekerja.

"Saran kami ke Rusia adalah untuk benar-benar meninggalkan koridor yang didirikan pada inisiatif mereka kepada kami," kata de Mistura wartawan di Jenewa. "Para mitra PBB dan kemanusiaan tahu apa yang harus dilakukan."

Utusan PBB Urusan Kemanusiaan, Stephen O'Brien, meminta ada gencatan senjata 48 jam untuk memungkinkan bantuan ke timur kota itu.

"Bagaimana Anda bisa mengharapkan ribuan dari mereka menggunakan koridor tersebut, sementara ada penembakan, pengeboman, pertempuran?" tanya de Mistura.

Mistura menambahkan, PBB pada prinsipnya mendukung praktik koridor kemanusiaan dalam situasi yang tepat. Namun Rusia perlu memberikan informasi lebih lanjut tentang bagaimana sistem akan bekerja.

Mistura menegaskan bahwa warga sipil yang ikut dalam koridor kemanusiaan tersebut harus pilihan mereka sendiri.

PBB mengatakan pada hari Senin bahwa persediaan makanan di Aleppo diperkirakan habis pada pertengahan Agustus dan banyak fasilitas medis terus diserang.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya