Ini Alasan Uni Soviet Gagal Mengirim Manusia ke Bulan?

Berikut ini sepenggal kisah tentang kegagalan Uni Soviet mengirim manusia ke Bulan saat bertanding lawan Amerika Serikat.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Agu 2017, 06:48 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2017, 06:48 WIB
Bulan
Ilustrasi: misi pendaratan ke bulan (sumber: space.com)

Liputan6.com, Moskow - Pada awal 1960-an, Uni Soviet dianggap sebagai jawara eksplorasi luar angkasa. Dimulai dengan kesuksesan peluncuran Sputnik -- satelit buatan pertama di dunia -- pada 1957, Uni Soviet memperkokoh posisinya di bidang antariksa dengan mengirim manusia pertama ke luar angkasa (Yuri Gagarin dengan roket Vostok) pada 12 April 1961.

Dikutip dari laman RBTH Indonesia, Minggu (13/8/2017), gara-gara nyaris putus asa untuk mengejar ketertinggalan 43 hari setelah penerbangan Gagarin, Presiden AS John F. Kennedy menyatakan bahwa tujuan utama negaranya adalah meluncurkan penerbangan antariksa berawak ke Bulan dalam tempo satu dekade.

Sejak saat itu, kedua negara memasuki babak baru perlombaan antariksa, yang akhirnya dimenangkan Washington pada 1969. Namun, mengapa Soviet bisa kalah?

Berikut ini sepenggal kisahnya.

Manajemen yang Berantakan

Nikita Khrushchev, yang memimpin Partai Komunis dan Uni Soviet dari tahun 1953 sampai 1964, dikenal sebagai sosok yang emosional dan sulit diprediksi, tak terkecuali pada pendekatannya terhadap program pendaratan Bulan.

Saat bertemu dengan Sergei Korolev, insinyur dan perancang pesawat antariksa Soviet terkemuka yang memainkan peran penting dalam peluncuran Sputnik dan Vostok. Khrushchev mengatakan kepadanya bahwa uang negara untuk program ke Bulan telah habis.

Namun, setahun kemudian dia mengatakan kepada Korolev sebaliknya. "Kita tidak akan menyerahkan Bulan kepada orang Amerika. Ambil semua dana yang Anda butuhkan."

Namun, alih-alih mengatur alur komando langsung antara pemerintah dan ilmuwan, pemerintah malah meluncurkan dua program saingan, yaitu pengembangan roket untuk misi penerbangan dan pendaratan Bulan. Satu dipimpin oleh Korolev, sedangkan lainnya dikepalai seorang akademisi lainnya, Valery Chelomei.

Pendekatan itu pasti gagal menurut Alexey Leonov, seorang kosmonot yang bekerja dengan Korolev dan sekaligus manusia pertama yang melakukan spacewalk atau aktivitas di luar wahana ruang angkasa.

"Hubungan yang sangat rumit antara Korolev dan Chelomei dan persaingan antara keduanya merugikan kepentingan bersama kita," katanya kepada Komsomolskaya Pravda pada 2010 silam.

Boris Chertok, perancang roket yang juga bekerja dengan Korolev, sependapat. Sebagaimana yang ia tulis dalam memoarnya 'Roket dan Rakyat', di tengah kritikan para ilmuwan saingan, Korolev terpaksa menyederhanakan proyeknya (roket N-1) dan mengencangkan anggaran.

Keputusan itu ternyata menjadi sebuah kesalahan.

Situasi terus memburuk. Dengan didepaknya Khrushchev dari kursi kekuasaan pada 1964, tokoh-tokoh kunci yang bekerja dalam proyek Bulan pun disingkirkan dan diubah. Namun yang paling berpengaruh terhadap ini semua adalah meninggalkanya Korolev pada 1966.

"Bagi kami kosmonot, ini semua hampir tamat," kenang Leonov.

Menurutnya setelah kematian Korolev, pemerintah mulai mengabaikan program Bulan.

Dikorbankan demi Senjata Nuklir

Seperti yang ditulis Chertok dalam bukunya, tahun 1960-an adalah masa penuh ketegangan antara AS dan Uni Soviet, dengan dunia seperti berada di jurang peperangan nuklir.

Meskipun Uni Soviet berada di atas angin dalam kompetisi antariksa setelah keberhasilan Gagarin, terungkap informasi bahwa Washington memiliki 20 kali lebih banyak senjata daripada Uni Soviet.

Merasa terancam, pemerintah terpaksa mengambil tindakan dan mulai mengalokasikan lebih banyak uang untuk memperkuat gudang persenjataannya (baik di bawah pimpinan Khrushchev maupun para pemimpin setelahnya) dengan mengorbankan eksplorasi luar angkasa.

Keputusan ini menyebabkan Uni Soviet tertinggal setelah teknologi ruang angkasa AS berhasil menyalip jauh. Roket Saturn V, yang meluncurkan Apollo 11 ke luar angkasa pada 1969, mampu membawa muatan hingga 140 ton, sedangkan analog Soviet terdekatnya, N-1, yang diciptakan Korolev dan penerusnya hanya mampu membawa 75 ton.

Selain itu, roket Amerika menggunakan hidrogen cair yang jauh lebih hemat energi daripada bahan bakar minyak tanah yang digunakan Soviet.

Setelah itu, keempat roket yang diluncurkan Uni Soviet gagal. Sementara bagi Amerika, mereka berhasil mendarat di Bulan pada 20 Juli 1969. Neil Armstrong dan Buzz Aldrin menjadi manusia pertama yang menyentuh permukaan Bulan. Setelah itu, Kremlin memutuskan bahwa tidak ada gunanya menghabiskan uang untuk program ke Bulan yang telah dimenangkan Washington.

Di sisi lain, seperti yang Chertok tunjukkan dalam bukunya, penghematan ini membantu Soviet mencapai keseimbangan nuklir strategis pada 1980. 

Saksikan video menarik berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya