Liputan6.com, Tokyo - Akun seorang pengguna Twitter di Jepang diblokir dengan alasan yang tak masuk akal. Gara-garanya ia membuat ancaman kematian terhadap seekor nyamuk.
Penyalahgunaan status pada postingan di Twitter kadang-kadang bisa membuat penggunanya diblokir dari platform itu, tapi keputusan Twitter melarang pengguna @nemuismywife menuai ejekan pada media sosial.
Baca Juga
Hal itu bermula pada tanggal 20 Agustus 2017 saat pengguna akun tersebut berulang kali digigit nyamuk saat sedang nonton TV.
Advertisement
Setelah berhasil membunuh nyamuk itu, si pemilik akun yang kesal memposting status. "Bagaimana kau bisa menggigitku sepanjang waktu, ketika aku mencoba rileks dan menonton TV? Matilah (sebenarnya kau sudah mati)," tulisnya disertai postingan gambar serangga mati.
Beberapa saat kemudian ia menerima pesan dari Twitter berisi pemberitahuan bahwa akunnya telah dibekukan dan tidak bisa diaktifkan kembali. Dia pun membuat akun baru, @DaydreamMatcha, untuk mengkritik pemblokiran tersebut.
"Akun saya sebelumnya dibekukan secara permanen gara-gara pengakuan telah membunuh seekor nyamuk. Apakah itu sebuah pelanggaran?"
Cuitan pria Jepang itu kemudian di-retweet lebih dari 31.000 kali, dan mendapat likes lebih dari 27.000 pengguna Twitter.
Twitter telah meluncurkan sejumlah langkah dan tools baru untuk mencegah penyalahgunaan dan pelecehan secara online di platformnya.
Beberapa laporan mengklaim bahwa tweet tersebut masuk dalam deteksi program otomatis, bukan dilakukan oleh operator manusia.
Sementara majalah bisnis AS Fortune melaporkan bahwa Twitter meluncurkan sebuah algoritma, untuk mendeteksi perilaku kasar dengan melihat dan mendeteksi kata-kata yang menyinggung.
Pemblokiran Akun Terkait Terorisme
Sebelumnya, J.M Berger seorang ilmuwan dari Brookings Institution melacak para militan ISIS di media sosial. Ia mengaku pada Selasa 27 Januari 2015 waktu setempat, banyak menemukan akun-akun yang diyakini kuat dimiliki oleh para pendukung kelompok tersebut.
"Para pendukung ISIS mendapat tekanan berat di mana para pengguna internetnya yang paling aktif dan berpengaruh menghadapi sejumlah pemblokiran," kata dia kepada anggota legislatif Amerika seperti dimuat VOA News kala itu.
Sejauh ini, beber dia, Twitter telah memblokir hampir 800 akun sejak musim gugur tahun lalu, yang telah dipastikan milik ISIS. Tapi menurut survei berikutnya oleh Berger dan pakar lainnya Jonathan Morgan, pemblokiran ini mungkin baru permulaan saja.
Hampir 18 ribu akun yang terkait dengan jaringan jihad itu diblokir pada periode yang sama.
"Meskipun puluhan ribu akun Twitter (pendukung militan) itu masih aktif, para penasihat kelompok ISIS di internet menyebut pemblokiran sangat merugikan. Kelompok ISIS sebelumnya bisa beroperasi di media sosial dengan cukup bebas," ujar Berger kepada Komisi Hubungan Luar Negeri AS.
Tapi setelah ISIS merilis video pemenggalan wartawan Amerika James Foley yang mengerikan, Burger mengatakan Twitter, Facebook dan YouTube telah memberlakukan aturan-aturan yang lebih ketat untuk mencegah pemasangan-pemasangan posting yang mendukung teroris.
Pemblokiran itu, kata Berger, menarget sebagian besar akun Twitter yang aktif, menghambat upaya-upaya propaganda kelompok ISIS tapi membiarkan akun yang kurang aktif supaya badan-badan intelijen bisa mengawasi pendukung kelompok itu.
Berger yakin kondisi saat ini mendekati tekanan yang tepat atas jaringan ISIS, memperlemah kemampuannya untuk mencapai tujuan-tujuannya. Serta memungkinkan Amerika untuk mengeksploitasi sumber intelijen dari jaringan anggota dan pendukungnya di internet.
"Sekurangnya ada sekitar 45 ribu akun Twitter yang digunakan oleh pendukung ISIS, termasuk akun-akun yang dibuat dan diblokir dalam beberapa bulan terakhir," jelas dia.
"Kelompok ISIS menunjukkan keahlian khusus untuk memanfaatkan media sosial dan para komandan Amerika yang memimpin serangan udara internasional, terhadap para pelaku Jihad di Irak dan Suriah telah menyampaikan keprihatinan mengenai dampak propaganda tersebut," tambah dia.
Menurut Berger, akun-akun yang berkicau yang paling aktif bertindak secara terkoordinir untuk meningkatkan pesan ISIS. Mereka memasang di Twitter tautan-tautan dan hashtag yang diarahkan pada propaganda kelompok militan itu dengan kecepatan yang luar biasa. Sehingga keberadaannya mudah dicari.
Studi yang disampaikan Berger itu, didanai oleh Google Ideas dan akan diterbitkan bulan Maret mendatang.
Saksikan juga video berikut ini:
Advertisement