Liputan6.com, Bogor - Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengaku khawatir akan sikap Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel. Menurut dia, hal tersebut sangat membahayakan proses perdamaian.
"Sekali lagi kita sangat mengkhawatirkan pengumuman tersebut karena pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel akan sangat membahayakan proses perdamaian dan akan membahayakan perdamaian itu sendiri," ujar Retno di Kompleks Kepresidenan Bogor Jawa Barat, Rabu 6 Desember 2017.
Retno mengatakan, terkait dengan isu Yerusalem, ia terus berkomunikasi dengan para menteri luar negeri negara-negara muslim, terutama negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Advertisement
Tak hanya itu, pemerintah Indonesia juga sudah berusaha berkomunikasi dengan Amerika Serikat terkait rencana pengumuman Donald Trump tersebut.
Baca Juga
"Kita sedang bicara masalah tanggal, tadi saya bicara dengan Menlu Yordania antara lain, Menlu Turki, dan saya juga bicara mengenai perlunya negara OKI untuk segera duduk dan membahas masalah ini," tuturnya.
Trump sudah mengumumkan pengakuan atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel pada Rabu waktu Washington. Ia menyampaikan pengumuman tersebut dari Diplomatic Reception Room, Gedung Putih.
Menurut Retno, pengakuan Trump atas Yerusalem tidak hanya akan memancing instabilitas ke kawasan Timur Tengah, tapi juga wilayah lain.
Keputusan Trump
Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu waktu Washington secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusannya tersebut "bertentangan" dengan kebijakan luar negeri AS yang telah berjalan selama tujuh tahun.
Pengumumannya itu sekaligus menandai langkah awal pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
"Hari ini, akhirnya kita mengakui hal yang jelas: bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel. Ini tidak lebih dari sekadar pengakuan akan realitas. Ini juga hal yang tepat untuk dilakukan. Ini hal yang harus dilakukan," ujar Trump saat berpidato di Diplomatic Reception Room, Gedung Putih, seperti dikutip dari nytimes.com, Kamis (7/12/2017).
Selama tujuh dekade, AS bersama hampir seluruh negara lainnya di dunia, menolak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel sejak negara itu mendeklarasikan pendiriannya pada 1948. Sementara, menurut Trump, kebijakan tersebut membawa seluruh pihak "tidak mendekati kesepakatan damai antara Israel-Palestina".
"Akan menjadi kebodohan untuk mengasumsikan bahwa mengulang formula yang sama persis sekarang akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda atau lebih baik," ungkap Presiden ke-45 AS tersebut.
Pengakuan terhadap Yerusalem, dinyatakan Trump, adalah "sebuah langkah terlambat untuk memajukan proses perdamaian".
Advertisement