Liputan6.com, Amman - Menteri luar negeri negara-negara Arab menyerukan komunitas internasional untuk mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina. Mereka juga menyerukan agar dunia menolak langkah sepihak Amerika Serikat yang mengakui Al Quds Al Sharif sebagai ibu kota Israel.
Seruan itu merupakan pernyataan bersama dari komite khusus Liga Arab untuk urusan Yerusalem, yang terdiri dari Menteri Luar Negeri Yordania, Mesir, Maroko, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Palestina dalam sebuah pertemuan di Amman, pada Sabtu, 6 Januari 2018 lalu.
Komite khusus itu -- yang dibentuk dalam sebuah pertemuan darurat Liga Arab di Kairo pada 9 Desember 2017 lalu -- berharap untuk mampu membalikkan keputusan AS terhadap Yerusalem. Demikian seperti dikutip dari Al Jazeera, Senin (8/1/2018).
Advertisement
Mereka juga ingin menegaskan bahwa keputusan AS terhadap Yerusalem tak memiliki efek hukum apapun terhadap status Al Quds Al Sharif dan Palestina.
Pertemuan yang digagas oleh Menlu Yordania, Ayman Safadi itu juga digelar untuk mendiskusikan respons yang akan diambil oleh Liga Arab terhadap langkah sepihak AS terhadap Yerusalem.
"Kami akan menentang keputusan (AS) tersebut melalui opsi resolusi PBB dan ketentuan hukum internasional," kata Safadi mewakili para anggota komite khusus Liga Arab untuk Yerusalem.
"Permintaan kami yang paling khusus adalah, pengakuan negara Palestina, dengan Yerusalem sebagai ibu kota, selaras dengan status perbatasannya pada 4 Juni 1967," lanjutnya.
Dari hasil pertemuan pada Sabtu, 6 Januari 2018, komite khusus juga berencana untuk menggelar pertemuan penuh anggota Liga Arab pada akhir bulan ini, guna membahas situasi terkait Yerusalem dan Palestina.
Negara Arab Tidak Konsensus Soal Yerusalem?
Pertemuan komite khusus tersebut diadakan menyusul sebuah laporan yang dirilis oleh media AS The New York Times yang menulis bahwa beberapa pejabat negara Arab menganjurkan masyarakat untuk pasrah terhadap langkah sepihak yang diambil Washington terhadap Yerusalem.
Seperti dikutip dari Al Jazeera, TNYT menulis bahwa seorang pejabat tinggi Dinas Intelijen Mesir meminta stasiun televisi lokal agar mampu membujuk pemirsa Negeri Piramida untuk pasrah dan menerima langkah sepihak AS terhadap Yerusalem.
Laporan tersebut telah menimbulkan pertanyaan tentang tingkat konsensus di antara negara-negara Arab mengenai masalah Yerusalem, serta menggarisbawahi betapa rumitnya isu Al Quds Al Sharif di kawasan Timur Tengah.
Advertisement
PM Israel: Palestina Harus Terima Kenyataan Soal Yerusalem
Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu sesumbar kalau warga Palestina harus menerima kenyataan soal Yerusalem.
Ia mengimbau kepada seluruh penduduknya agar pasrah, sehingga pihaknya bisa melanjutkan proses perdamaian solusi dua-negara (two-state solution).
"Semakin cepat warga Palestina menerima kenyataan ini, semakin cepat kita (Israel dan Palesrina) bergerak menuju perdamaian," ujar Netanyahu dalam sebuah pidato di Paris, Prancis, seperti dikutip dari BBC, Senin 11 Desember 2017.
Pidato yang ia sampaikan usai bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, menegaskan bahwa upaya untuk menolak koneksi orang-orang Yahudi ke Yerusalem adalah sesuatu yang tidak masuk akal.
"Anda bisa membacanya dalam sebuah buku yang sangat bagus -- yang disebut Alkitab," katanya.
"Anda bisa mengetahui sejarah bangsa Yahudi melalui seluruh diaspora kita ... Di mana lagi ibu kota Israel selain di Yerusalem?" lanjutnya.
Netanyahu menyatakan bahwa Yerusalem telah menjadi ibu kota Israel selama 3.000 tahun dan tidak pernah menjadi ibu kota negara lain.
Pernyataan tersebut ia utarakan di tengah gelombang demonstrasi yang sedang berlangsung di berbagai belahan dunia, terlebih di negara-negara dengan mayoritas berpenduduk Muslim dan Arab.