16-3-1935: Adolf Hitler Hidupkan Kembali Mesin Tempur Jerman

Pada 16 Maret 1935, Adolf Hitler menentang dunia, dengan menghidupkan kembali mesin tempur Jerman.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 16 Mar 2018, 06:00 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2018, 06:00 WIB
Puputan dalam Perang Dunia II (2)
Grup Panzer III Nazi Jerman saat Operasi Barbarossa dalam Perang Dunia II, salah satu invasi paling besar dalam sejarah. (Sumber Wikimedia Commons)

Liputan6.com, Berlin - Pada 16 Maret 1935, Adolf Hitler menentang dunia, dengan menghidupkan kembali mesin tempur Jerman.

Kala itu, Hitler mengumumkan perluasan keanggotaan militer menjadi hampir 500.000 personel dan memerintahkan wajib militer. Langkah tersebut secara efektif mengaktifkan kembali angkatan bersenjata Jerman atau Wehrmacht.

Rhineland -- nama resmi Jerman kala itu -- pun kembali ke era militerisasi. Adolf Hitler nyata-nyata telah mengingkari isi Perjanjian Versailles yang secara resmi mengakhiri Perang Dunia I antara Sekutu dan Kekaisaran Jerman. 

Keputusan Adolf Hitler, yang sebelumnya didukung secara bulat dalam rapat kabinet, diumumkan kali pertamanya dalam suasana dramatis di Kementerian Propaganda, di hadapan para jurnalis dan koresponden asing. 

"Jerman merasa dipaksa untuk ambil tindakan dalam rangka melindungi dirinya sendiri. Dan saat ini, kita kita mengambil langkah tersebut. Tidak ada yang pantas menghalangi," demikian isi pengumuman yang dibacakan Menteri Propaganda Joseph Goebbels, dengan suara bergetar penuh emosi, seperti dikutip dari Upi.com, Kamis (15/3/2018).

Ia mengklaim, Jerman dalam beberapa tahun terakhir telah menunjukkan kesediaannya untuk bekerja sama dalam upaya pelucutan senjata. Namun, Goebbels menambahkan, rencana tersebut selalu ditolak oleh pihak tertentu. 

Di sisi lain, orang dekat Adolf Hitler itu menambahkan, terjadi perlombaan senjata antara sejumlah kekuatan dunia. Mereka saling bersaing memuat bom, tank, dan artileri berat. 

"Muncul seruan perang saat ini, seakan-akan tak pernah ada perang dunia dan Perjanjian Versailles," kata Goebbels.

Ia berdalih, kebangkitan kembali militer Jerman adalah untuk menjaga perdamaian, baik di tingkat nasional, maupun seluruh Eropa.

Pengumuman itu memuat tiga hal yang akan dilakukan Jerman. Pertama, menetapkan wajib militer untuk seluruh rakyat. 

Kedua, jumlah tentara perdamaian Jerman, yang jumlahnya maksimal 100 ribu orang menurut Perjanjian Versailles 'digembungkan' menjadi 12 kesatuan angkatan bersenjata dan 36 divisi dengan personel mencapai 480 ribu orang. 

Kemudian, Menteri Perang kala itu, Jenderal Werner von Blomberg diperintahkan untuk melaksanakan keputusan Adolf Hitler. 

Keputusan tersebut kemudian juga dibacakan Goebbels di depan 12 ribu rakyat Jerman yang berkumpul di sebuah pusat olahraga. Sorak-sorai pun membahana. Banyak warga kala itu menganggapnya sebagai sebuah harapan baru. 

Sebagai pihak yang kalah dalam perang Dunia I, Jerman harus menanggung konsekuensi pahit yang tercantum dalam Perjanjian Versailles. Tak hanya menanggung 'Klausul Rasa Bersalah' (War Guilt Clause) sebagai pemicu pertempuran, kehilangan koloni, isolasi, dan beragam sanksi, tentara negara itu juga dilucuti. 

Sejumlah pembatasan militer diberlakukan. Tujuannya, untuk mencegah Jerman kembali memicu perang.

Namun, hal sebaliknya justru terjadi... 

Hitler Memicu Perang Dunia II

Adolf Hitler (AP)
Adolf Hitler (AP)

Perjanjian Versailles menjadi pukulan berat bagi rakyat Jerman dan memicu runtuhnya Republik Weimar pada 1933.

Di tengah kondisi itulah, muncul sosok Adolf Hitler. Ia adalah seorang calon pelukis yang kemudian bergabung menjadi tentara Bavaria pada Perang Dunia I. Tugasnya yang utama kala itu adalah sebagai pembawa pesan.

Dua kali namanya dielu-elukan karena 'keberaniannya'. Hitler dua kali mengalami cedera dalam dua insiden terpisah. Pertama, kakinya terkena ledakan selongsong bom pada 1916. Matanya juga mengalami buta sementara akibat gas mustard menjelang akhir perang.

"Kekalahan Jerman membuat Hitler patah semangat dan membutuhkan fokus baru," demikian dikutip dari Daily Telegraph, seperti dimuat situs The Week.

Ia menjadi agen intelijen dan disusupkan ke Partai Pekerja Jerman -- yang akhirnya melebur ke dalam parpol itu hingga posisi puncak. Terinspirasi paham Anton Drexle yang anti-komunis dan anti-Semit, ia menyalahkan kaum Yahudi sebagai penyebab instabilitas politik dan ekonomi yang terjadi di negerinya. Pendapatnya ternyata diterima masyarakat kala itu dan membuat sosok pelukis gagal itu populer.

Selama beberapa dekade kemudian, karier Hitler melonjak, menjadi kanselir. Dan, saat Presiden Paul Von Hindenburg meninggal dunia, ia mengangkat dirinya sebagai Fuhrer -- komandan tertinggi paramiliter Nazi.

Saat berkuasa, Hitler mengecam Perjanjian Versailles, menyebutnya tak adil. Pada pertengahan 1930-an, Jerman dalam posisi lemah dan terpecah belah. "Situasi saat itu menciptakan kesempatan emas bagi Jerman untuk kembali mendominasi Eropa."

Sepanjang tahun 1930-an, beberapa peristiwa memicu dunia kembali ke ambang konflik: Perang Saudara Spanyol, Anschlus atau aneksasi Austria, penjajahan Sudetenland, dan invasi Cekoslowakia.

Dan, penyebab langsung Perang Dunia II adalah invasi Jerman atas Polandia pada 1 September 1939.

Invasi itu menjadi model untuk bagaimana Jerman mengobarkan perang selama enam tahun ke depan, atau yang dikenal sebagai strategi 'blitzkrieg'.

Strategi diawali menghancurkan kontrol udara musuh, rel kereta api, jalur komunikasi, dan penjatuhan amunisi.

Lalu, diikuti oleh invasi darat besar-besaran dengan mengerahkan armada tentara, tank, dan artileri. Kemudian, setelahnya giliran infantri masuk dan menghajar semua resistensi yang muncul.

Teknologi Jerman yang unggul, ditambah miskalkulasi pihak Polandia, Hitler pun menang mudah.

Dua hari setelah serangan Jerman ke Polandia, Inggris dan Prancis menyatakan perang terhadap Hitler.

Jerman juga menyerang Uni Soviet pada bulan Juni 1941. Sementara, di Asia Pasifik, Jepang membombardir Pangkalan Armada Angkatan Laut Amerika di Pearl Harbour, Hawaii, pada tanggal 7 Desember 1941. 

Perang Dunia II berlangsung tak lama, enam tahun, dari 1939 sampai 1945. Namun, akibatnya sungguh tragis. Jutaan nyawa melayang. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya