Presiden Palestina Kritik Kesepakatan Hamas-Israel di Jalur Gaza, Ngambek Tak Dilibatkan?

Presiden Palestina Mahmoud Abbas, mengkritik kesepakatan antara Israel dan Hamas terkait Jalur Gaza baru-baru ini.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 19 Agu 2018, 16:00 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2018, 16:00 WIB
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas (AFP Photo)
Presiden Palestina Mahmoud Abbas (AFP Photo)

Liputan6.com, Ramallah - Presiden Palestina Mahmoud Abbas, pada Sabtu 18 Agustus 2018, mengkritik kesepakatan antara Israel dan Hamas terkait Jalur Gaza baru-baru ini, dengan mengatakan bahwa setiap negosiasi harus melalui Palestinian Authority (PA) yang dipimpinnya --pemerintahan Negara Palestina (State of Palestine) yang berbasis di Ramallah, Tepi Barat.

Kesepakatan itu berisi sejumlah klausul yang bersifat konstruktif bagi Hamas dan Israel, kata seorang narasumber anonim yang memahami proses perumusan negosiasi.

Haaretz yang mengutip tiga narasumber pejabat Israel melaporkan, kesepakatan itu berisi enam klausul utama, yang beberapa di antaranya berisi tentang gencatan senjata Hamas-Israel hingga "rekonstruksi infrastruktur Gaza dengan menggunakan sumber pendanaan asing."

Mengetahui salah satu klausul tersebut, Abbas meradang. Pasalnya, pemerintah Palestina seharusnya menjadi "satu-satunya badan yang berwenang untuk menyediakan atau menyalurkan dana ke Jalur Gaza," ujar sang presiden.

Abbas juga mengulangi pendapatnya bahwa "rekonsiliasi antara partai Fatah dan Hamas harus mencantumkan ketentuan bahwa PA menjadi pemerintah Jalur Gaza", dan bahwa "PA tidak akan menyetujui negara Palestina tanpa adanya wilayah enclave di tepi Mediterania itu."

Fatah adalah organisasi politik dominan bagian dari Palestinian Liberation Organization (PLO) yang menjalankan Palestinian Authority (PA) --pemerintahan de jure Negara Palestina (State of Palestine) yang diakui PBB serta ratusan negara, dan berkedudukan di Ramallah, Tepi Barat (West Bank).

Sementara itu, Hamas adalah organisasi politik dan gerakan perjuangan kemerdekaan Palestina yang menjadi penguasa de facto Jalur Gaza sejak merebut teritori tersebut dari tangan Fatah pada 2007.

Menimpali komentar Abbas, pejabat Fatah Azzam al-Ahmad, yang ditugaskan untuk mengawasi upaya rekonsiliasi Hamas-Fatah, mengatakan bahwa organisasinya tidak akan menerima kesepakatan gencatan senjata dengan Israel tanpa partisipasi dalam pembicaraan dari sebuah delegasi yang disetujui oleh Abbas.

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

 

Simak video pilihan berikut:

Kesepakatan Hamas-Israel Akan Diumumkan Pekan Depan?

Israel Serang Gaza Pasca Dihujani Roket
Kepulan asap terlihat membumbung dari Gaza City menyusul serangan udara oleh Israel, Rabu (8/8). Israel mengatakan serangan di Gaza tidak ditargetkan ke warga sipil namun, kepada 100 target yang terkait kelompok Hamas. (MAHMUD HAMS/AFP)

Sebelumnya, naskah kesepakatan perdamaian jangka panjang antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza Palestina, yang dinegosiasikan di Kairo atas perantara Mesir dan PBB, telah hampir selesai dan dapat mulai diteken oleh kedua belah pihak dalam waktu dekat --sejumlah sumber pejabat menjelaskan kepada beberapa media asing.

Kesepakatan itu juga kaabarnya akan diumumkan setelah libur Idul Adha, atau sekitar tanggal 25 Agustus 2018.

Menurut sejumlah narasumber yang memahami proses negosiasi, naskah itu memiliki enam klausul, meliputi:

  1. Gencatan senjata yang komprehensif
  2. Dibukanya kembali penyeberangan perbatasan Gaza dan perluasan zona penangkapan ikan di Laut Mediterania bagi penduduk Gaza
  3. Dibukanya akses bantuan medis dan kemanusiaan
  4. Resolusi penyelesaian untuk masalah tentara Israel yang ditangkap oleh organisasi Palestina di Gaza
  5. Rekonstruksi luas infrastruktur Gaza dengan menggunakan sumber pendanaan asing
  6. Diskusi tentang pembukaan akses pelabuhan laut dan bandar udara di Gaza.

Beberapa hari sebelum detail mengenai kesepakatan itu muncul, Penasihat Kepresidenan Negara Palestina Mahmoud al-Habbash --yang terafiliasi dengan PLO-- mengapresiasi langkah Mesir yang telah bertindak sebagai mediator.

"Kami mendukung pihak Mesir dalam mengembalikan Gaza sepenuhnya kepada (Negara) Palestina," jelas Al Habbash dalam sela kunjungannya ke Jakarta, Rabu 15 Agustus 2018.

Tapi, Habbash menjelaskan bahwa dialog terkait gencatan senjata Hamas-Israel yang tengah diupayakan oleh Hamas dengan berbagai pihak --termasuk Israel dan Mesir-- seharusnya "Dilakukan di bawah dan selaras dalam koridor keorganisasian PLO, selaku representasi dari warga Negara Palestina."

"Akan lebih baik bagi Hamas jika bisa membantu warga Palestina, termasuk yang berada di Gaza, dengan sepenuh hati bekerjasama dengan PLO, ketimbang Hamas melakukannya secara independen (tanpa PLO). Hal itu, justru merusak kesatuan seluruh warga Palestina," tambah Habbash.

Di sisi lain, para pemimpin Hamas telah memberitahu Mesir bahwa perjanjian gencatan senjata dengan Israel harus diambil oleh semua faksi Palestina, dan tidak hanya Hamas, ujar sejumlah sumber seperti dikutip dari The Jerusalem Post.

Hal yang sama berlaku untuk upaya mengakhiri keretakan Hamas-Fatah, kata sumber-sumber itu, seraya menambahkan bahwa Hamas tidak ingin dilihat sebagai perusak kesepakatan dengan Israel atau Fatah.

Pada Selasa 14 Agustus, perwakilan dari berbagai faksi Palestina di Jalur Gaza bertolak ke Kairo guna melaksanakan pembicaraan bersama para pejabat intelijen Mesir tentang kemungkinan mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Israel dan mengakhiri pergulatan kekuasaan antara Hamas-Fatah.

Perwakilan faksi diundang oleh otoritas Mesir dalam bagian upaya berkelanjutan Kairo guna meredam konfrontasi militer antara Hamas dengan Israel, serta membujuk Hamas dan Fatah untuk menyetujui pembentukan pemerintahan Palestina yang bersatu.

Selain Hamas --yang merupakan penguasa de facto Jalur Gaza-- sejumlah faksi yang turut bertolak ke Kairo antara lain: Palestinian Islamic Jihad, the Popular Resistance Committees of Palestine, al-Ahrar, al-Mujahideen, Popular Front for the Liberation of Palestine, dan Democratic Front for the Liberation of Palestine. Kebanyakan dari mereka, merupakan organisasi perjuangan kemerdekaan Palestina yang berbasis di Gaza.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya