Australia Pertimbangkan Hukum China atas Perlakuan terhadap Minoritas Uighur

Kubu oposisi pemerintah Australia imbau untuk meningkatkan tekanan terhadap China atas dugaan pelanggaran HAM terhadap Muslim Uighur.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Sep 2018, 09:31 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2018, 09:31 WIB
Bendera negara Australia - AFP
Bendera Australia (AFP PHOTO)

Liputan6.com, Canberra - Di Australia, Partai Buruh yang beroposisi dengan pemerintah, telah menyerukan kepada pemerintahan Perdana Menteri Scott Morrison untuk meningkatkan tekanan terhadap China, berkenaan dengan penahanan massal terhadap Muslim Uighur.

Komentar itu muncul di saat anggota Partai Republik di Amerika Serikat menyerukan kepada pemerintahan Donald Trump untuk memperluas sanksi terhadap China atas berbagai pertimbangan, termasuk pada apa yang terjadi di wilayah otonomi Xinjiang.

Komunitas hak asasi manusia dunia sudah menyampaikan keprihatinan mengenai adanya 'kamp pendidikan' di propinsi Xinjiang, di mana mayoritas warganya adalah Muslim Uighur.

Dalam komentarnya kepada media yang dikeluarkan awal pekan ini, Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne mengatakan, pemerintah sudah menyampaikan keprihatinan kepada China mengenai situasi di Xinjiang.

Namun Menteri Luar Negeri Oposisi dari Partai Buruh Penny Wong menegaskan, walau menyambut baik keputusan pemerintah mendorong China untuk mengangkat masalah itu, namun masih banyak yang harus dilakukan oleh Canberra.

"Partai Buruh sangat prihatin dengan terus adanya laporan berkenaan dengan penahanan massal warga Uighur yang minoritas oleh China dan pelanggaran HAM lainnya," kata Senator Wong dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari ABC.net.au, Jumat (14/9/2018).

"Partai Buruh menyerukan kepada pemerintah untuk menggunakan posisi keanggotaan Australia di Dewan HAM PBB, dengan berkoordinasi dengan anggota lain untuk terus melakukan tekanan dalam masalah ini terhadap pemerintah China."

Pemerintah China dituduh sedang berusaha 'mencuci otak' warga Uighur --warga yang menggunakan bahasa Turki di kawasan tersebut --dan membuat mereka mengungkapkan kesetiaan kepada Presiden China Xi Jinping.

Dalam laporan baru-baru ini, Komite PBB Untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial mengutip perkiraan bahwa hampir 1 juta warga Uighur mungkin ditahan.

Sebagai bagian dari penahanan mereka, ada laporan bahwa warga Muslim Uighur ini dilarang menggunakan bahasa mereka sendiri di sekolah dan dipaksa belajar bahasa Mandarin.

Seluruh kegiatan keagamaan seperti sholat, mengunjungi mesjid, puasa selama Ramadan, mengenakan pakaian Islami, dan juga memelihara jenggot juga dilarang.

Beijing menolak seluruh tuduhan, dan mengatakan Xinjiang menghadapi ancaman teror serius dari kelompok militan dan separatis Islam yang berusaha melakukan serangan guna meningkatkan ketegangan antara Uighur dan etnis mayoritas China dari Suku Han.

Senator Penny Wong dari Partai Buruh mengatakan bahwa "penting sekali bahwa komunitas Uighur di Australia tidak merasa tertekan atau terintimidasi dengan apa yang terjadi di China."

Australia memiliki warga Uighur dengan sekitar 600 keluarga yang memiliki jaringan kekeluargaan yang erat dengan keseluruhan kelompok itu yang berjumlah 4 ribu orang, dengan kebanyakan tinggal di Adelaide.

Banyak diantara orang Uighur di Australia memiliki keluarga atau teman yang ditahan di China, dan mereka sudah meningkatkan protes terhadap penanganan yang dilakukan Tiongkok terhadap warga mereka.

 

Simak video pilihan berikut:

 

AS Akan Hukum China atas Dugaan Pelanggaran HAM terhadap Minoritas Uighur

Ramadan 'Damai' di Xinjiang
Pria muslim Uighur di Urumqi, Xinjiang (Liputan6.com / Arie Mega Prastiwi)

Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump sedang mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi terhadap China atas perlakuannya terhadap kelompok minoritas Uighur yang mayoritas Muslim, menurut laporan media AS.

Laporan The New York Times pada hari Senin, 10 September 2018 mengutip mantan pejabat dan yang masih menjabat saat ini, mengatakan bahwa Gedung Putih sedang mempertimbangkan tindakan hukuman terhadap Beijing atas pelanggaran hak asasi manusia, demikian seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis 13 September 2018.

Akan tetapi, pada konferensi pers pada Selasa, 11 September, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Heather Nauert, menolak untuk mengonfirmasi apakah sanksi sedang dipertimbangkan.

Namun, laporan The New York Times mengatakan, diskusi tentang bagaimana menghukum China atas pelanggaran HAM terhadap Uighur, telah dilaksanakan oleh Gedung Putih, Kementerian Keuangan dan pejabat Kementerian Luar Negeri selama berbulan-bulan.

Pejabat yang menjadi sumber laporan The Times itu mengatakan, situasi yang dihadapi orang-orang Uighur menjadi "perhatian luar biasa dari pemerintah Amerika Serikat," sebuah hal yang turut diakui oleh Nauert.

"Kami sangat prihatin dengan tindakan keras yang memburuk, tidak hanya pada orang Uighur, tetapi juga pada Kazakh dan Muslim lainnya di wilayah China itu," kata Nauert.

"Ada laporan yang dapat dipercaya di luar sana bahwa banyak, ribuan orang telah ditahan di pusat-pusat penahanan sejak April 2017, dan jumlahnya cukup signifikan dari apa yang bisa kami sampaikan sejauh ini," ujarnya menambahkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya