China Bikin Matahari Buatan, 6 Kali Lebih Panas dari yang Asli

Para ilmuwan China berhasil menghasilkan energi dari proses fusi nuklir, proses yang biasanya terjadi dari matahari.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Nov 2018, 09:31 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2018, 09:31 WIB
Penampakan reaktor di China yang disebut 'matahari buatan' atau Experimental Advanced Superconducting Tokamak (EAST). (sumber: Institute of Plasma Physics Chinese Academy of Sciences)
Penampakan reaktor di China yang disebut 'matahari buatan' atau Experimental Advanced Superconducting Tokamak (EAST). (sumber: Institute of Plasma Physics Chinese Academy of Sciences)

Liputan6.com, Beijing - Para ilmuwan nuklir China telah berhasil mencapai titik penting dalam usaha global untuk menghasilkan energi dari proses fusi nuklir, proses yang biasanya terjadi dari matahari.

Tim ilmuwan dari Institut Fisika Plasma China mengumumkan minggu ini bahwa plasma dalam proyek penelitian bernama Experimental Advanced Superconducting Tokamak (EAST) — yang disebut 'matahari buatan' — telah mencapai 100 juta derajat Celcius, suhu yang diperlukan untuk mempertahankan fusi.

Sebagai perbandingan, suhu di sekitar matahari adalah sekitar 15 juta derajat Celcius, sehingga plasma di 'matahari buatan' China ini enam kali lebih panas dari matahari sebenarnya, demikian seperti dikutip dari ABC Indonesia, Jumat (16/11/2018).

Pernyataan ini muncul setelah China juga mengejutkan komunitas sains ketika bulan lalu berencana meluncurkan 'bulan buatan' yang bisa menggantikan lampu jalanan di tahun 2020.

Kepada ABC, Associate Professor Matthew Hole dari Australian National University mengatakan pencapaian China tersebut merupakan hal penting dalam perkembangan keilmuan fusi nuklir.

"Ini tentu saja merupakan langka penting dalam program fusi nuklir China dan juga perkembangan penting bagi dunia," kata Dr Hole kepada ABC, dan menambahkan pengembangan reaksot fusi nuklir bisa menjadi solusi bagi permasalahan energi global.

"Manfaatnya sederhana, karena ini akan menjadi sumber produksi energi dalam skala besar, dengan emisi gas rumah kaca nol, dan tidak ada buangan radioaktif sama sekali."

"Ini akan memberikan solusi energi global kalau memang kita bisa menyimpan energi tersebut."

Dia mengatakan bahwa reaktor fusi nuklir bisa menghindari resiko keamanan berkenaan dengan reaktor fisi nuklir yang saat ini banyak digunakan di dunia.

Reaktor fisi nuklir ini bisa diubah menjadi senjata yang mematikan dan juga bisa mengalami kebocoran karena bencana alam atau sebab lainnya.

 

Simak video pilihan berikut:

Bagaimana China Bisa Membuatnya?

Penampakan reaktor di China yang disebut 'matahari buatan' atau Experimental Advanced Superconducting Tokamak (EAST). (sumber: Institute of Plasma Physics Chinese Academy of Sciences)
Penampakan reaktor di China yang disebut 'matahari buatan' atau Experimental Advanced Superconducting Tokamak (EAST). (sumber: Institute of Plasma Physics Chinese Academy of Sciences)

Saat ini berbagai pembangkit listrik tenaga nuklir di seluruh dunia menggunakan teknik fisi nuklir, dimana atom uranium dibelah menjadi bagian yang lebih kecil dan menghasilkan energi dari pemecahan tersebut.

Sementara itu reaksi fusi nuklir dilakukan dengan cara sebaliknya dimana dua atom atau lebih bergabung menjadi satu.

Cara untuk mencapai fusi nuklir di bumi adalah menggunakan apa yang disebut tokamak, sebuah alat yang digunakan untuk mencontoh proses fusi nuklir yang terjadi secara alamiah di matahari dan bintang untuk menghasilkan energi.

Reaktor EAST yang bisa menghasilkan energi 100 juta derajat Celcius tersebut tingginya 11 meter, dengan diameter delapan meter, dan berat sekitar 360 ribu kg.

Tim peneliti China mengatakan mereka berhasil mencapai suhu 100 juta derajat tersebut dengan menggunakan berbagai teknik baru dalam pemanasan dan pengaturan plasma, namun hanya bisa mempertahankan suhu tersebut selama 10 detik.

Menurut Institut Fisika Plasma China, apa yang mereka lakukan menunjukkan bukti bahwa pencapaian suhu 100 juta derajat Celcius adalah hal yang mungkin.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya