Liputan6.com, New York - Ketika bintang bola basket NBA dari klub New York Knicks Enes Kanter mengkritik Presiden Turki Tayyip Erdogan di tahun 2017, reaksi dari pemerintah Turki mengejutkan.
Paspor Turki yang dimilikinya dibatalkan dan dia dinyatakan sebagai orang yang diburu. Bulan Mei 2017, Kanter ditolak masuk ke Rumania karena paspor Turkinya sudah tidak berlaku lagi.
Di tahun 2018, dia dinyatakan oleh pengadilan Turki menjadi anggota 'kelompok teroris bersenjata."
Advertisement
Ayah Kanter juga dinyatakan bersaalah dengan tuduhan terorisme.
Baca Juga
Bintang NBA ini mengatakan ayahnya diadili karena kritikan yang pedas terhadap pemerintah Turki.
Sekarang pihak kejaksaan Turki telah mengeluarkan perintah penahanan internasional terhadap Kanker.
Mereka telah mengajukan 'red notice', yang mengharuskan Interpol mencoba mencari dan menahan seseorang untuk kemudian diekstradisi.
Tuduhan Turki
Turki menuduh Kanter memiliki hubungan dengan ulama Turki yang sekarang tinggal di Amerika Serikat Fethullah Gulen dan memberikan bantuan keuangan kepada ulama tersebut.
Pemerintahan di Ankara menuduh Gullen menjadi dalang dalam kudeta yang gagal terhadap pemerintahan Erdogan di tahun 2016, tuduhan yang dibantah oleh Gullen.
Sejak kudeta yang gagal tersebut, lebih dari 77 ribu orang telah dipenjarakan, dan 150 ribu pegawai negeri termasuk guru, hakim, dan tentara telah diberhentikan atau diskors dengan tuduhan mereka adalah pendukung Gulen.
Menurut laporan kantor berita Turki Anadolu, tuduhan bahwa Kanter menjadi anggota 'kelompok teroris bersenjata' muncul setelah bintang NBA tersebut berulang kali dihubungi oleh orang-orang yang dekat dengan Gulen.
Permintaan ekstradisi ini memuat pernyataan Kanter di media sosial mengenai Gulen dimana Kanter sering menyatakan dukungan terhadap ulama tersebut.
Simak video pilihan berikut:
Bantahan Sang Bintang NBA dan Respons AS
Dalam pernyatannya di Twitter, Enes Kanter membantah telah melakukan kesalahan.
"Pemerintah Turki tidak bisa menyampaikaan satu bukti pun mengenai kesalahan saya." katanya. "Saya bahkan tidak pernah mendapat denda karena parkir di Amerika Serikat. Hal yang memang benar."
"Saya selalu menjadi warga yang patuh hukum."
Hal yang saya teror adalah gawang basket. Walau mengatakan itu sambil bercanda, Kanter sebenarnya ketakutan.
Awal bulan ini, dia menolak pergi ke London untuk memperkuat Knicks karena dia takut akan dibunuh karena mengkritik Erdogan. Minggu lalu dia mengumumkan tidak akan bepergian bersama timya ke Kanada.
Timnya mengatakan saat itu bahwa ada masalah visa, namun Kanter membantah dan mengatakan dia sebenarnya takut dibunuh.
Dia bahkan memasang gambar dokumen perjalanan di media sosial dan mengatakan masalahnya adalah keselamatan dirinya, karena Erdogan disebutnya "Hitler di abad kita."
"Mereka memiliki banyak mata-mata di sana." katanya. "Saya kira saya bisa dibunuh di sana. Ini akan bisa menjadi situasi yang mengerikan."
Ketika Knicks berada di luar negeri, Kanter menulis artikel opini di harian The Washington Post menjelaskan keputusannya dan alasan mengapa dia mengkritik Erdogan.
"Keputusan saya untuk tidak ke London merupakan hal yang sulit dari sisi olahraga, namun lebih mudah dari sisi keamanan." tulisnya.
"Ini membantu untuk menunjukkan bagaimana seorang diktator sedang menghancurkan Turki — orang dibunuh, ribuan secara tidak adil dipenjara, dan banyak kehdupan hancur. Ini bukan main-main."
Kanter memegang dokumen bernama green card di Amerika Serikat yang memugkinkannya tinggal dan bekerja di negara itu selamanya.
Respons AS
Sementara Knicks bertanding di luar negeri, Kanter memasang beberapa foto dirinya bertemu dengan anggota Kongres AS termasuk Senator Partai Republik Marco Rubio dan Senator Partai Demokrat Chuck Schumer.
Dalam video yang dipasang di Twitter, Senator Rubio mengatakan ketakutan yang dirasakan Kanter bahwa dia akan dibunuh 'memiliki dasar yang kuat."
"Saya berharap pemerintah Amerika Serikat mengambil langkah memastikan dia bisa melakukan perjalanan dengan bebas, karena tuduhan terhadap dirinya konyol." kata Senator Rubio.
"Ini tidak saja berdampak padanya, namun ayahnya juga diadili tanpa alasan, hanya karena dia ayah Kanter."
"Ini situasi yang berbahaya, dan langkah terbaik yang bisa kami lakukan adalah terus memperhatikan hal ini dan semakin banyak kesadaran mengenai hal ini, semakin aman dia," katanya.
Advertisement