Liputan6.com, New York - Penutupan sebagian pemerintah Amerika Serikat masih berlangsung hingga sekarang. Ini adalah shutdown terlama dalam sejarah negara adidaya tersebut. Banyak pihak kecewa dengan keputusan Donald Trump itu.
Salah satunya adalah George Walker Bush atau akrab dikenal George W Bush, presiden ke-41 AS. Sebagai bentuk keprihatinannya, pada Jumat kemarin, ia mengirimkan sejumlah kotak piza untuk seluruh personel dan karyawan di United States Secret Service (USSS) yang masih harus bekerja meski tak digaji.
Advertisement
Baca Juga
USSS adalah sebuah badan penegakan hukum federal di bawah Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat. USSS memiliki dua ranah tanggung jawab terpisah. Pertama yakni menangani kejahatan keuangan, menaungi misi-misi seperti pencegahan dan penyelidikan pemalsuan mata uang AS, keamanan perbendaharaan AS dan menyelidikan kecurangan besar.
Kedua yaitu memberikan perlindungan terhadap negara, termasuk bagi para pemimpin dan pejabat nasional saat ini dan zaman dulu beserta keluarga mereka, seperti presiden, mantan presiden, wakil presiden, mantan wakil presiden, kandidat presidensial, kepala negara yang berkunjung ke AS, dan duta besar asing.
Mengetahui beban dan tugas berat ini, George W Bush merasa iba pada semua petugas USSS. Ia pun, tanpa malu, langsung menyerahkan sendiri piza-piza itu kepada mereka. Hal tersebut tergambar di akun Instagram pribadi Bush.
Ia memposting gambar yang menunjukkan drinya sedang membawa kotak-kotak piza ke agen layanan rahasia tersebut. Bush dan istrinya, Laura, turut menyatakan penghargaannya untuk agen dan karyawan federal lainnya.
"@LauraWBush dan saya berterima kasih kepada personel Dinas Rahasia kami dan ribuan karyawan federal yang bekerja keras untuk negara, meski tanpa upah," tulisnya, seperti dikutip dari TIME, Minggu (20/1/2019). "Dan kami berterima kasih kepada seluruh warga yang mendukung mereka."
George W Bush juga mendesak para politisi di Demokrat dan Republik untuk bersama-sama mengakhiri shutdown ini.
"Sudah waktunya bagi para pemimpin di kedua belah pihak untuk mengesampingkan politik, bersatu dan mengakhiri penutupan ini," tulisnya.
Shutdown pemerintah parsial dimulai pada 22 Desember 2018, setelah Demokrat menolak untuk memenuhi permintaan Donald Trump agar memberikan anggaran negara sebesar US$ 5,7 miliar demi kelancaran pembangunan tembok di perbatasan Amerika Serikat-Meksiko.
Sementara itu, Trump diperkirakan akan membuat pengumuman terkait shutdown pada Sabtu sore, 19 Januari, waktu setempat.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Staf di Luar Negeri Paling Kena Imbasnya
Sementara itu, menurut Departemen Luar Negeri (Deplu) AS, seluruh kedutaan dan konsulat yang berada di "negara orang", sebagian besar layanan publiknya tidak terimbas. Deplu memrioritaskan perlindungan kepentingan keamanan nasional dan keselamatan warga AS di luar negeri selama shutdown.
Sebagian layanan kedutaan, seperti American Center dan kantor EducationUSA, ditutup semasa shutdown sebagai bagian dari kebijakan. Demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu, 5 Januari 2019.
Walaupun layanan visa sejauh ini tidak terpengaruh, mantan Duta Besar Amerika John Campbell, diplomat yang pernah bertugas di Afrika Selatan selama terjadi shutdown 21 hari pada tahun 1996, mengatakan bahwa penutupan pemerintah biasanya berdampak lebih besar kepada seluruh staf di luar negeri.
Meskipun shutdown, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo tetap melakukan kunjungan kerja ke enam negara Dewan Kerjasama Teluk di Timur Tengah, termasuk Mesir dan Arab Saudi. Dia juga telah menyambangi Brasil atas undangan pelantikan presiden baru Negeri Samba, Jair Bolsonaro, pada Selasa, 1 Januari 2019.
Seorang pejabat senior Deplu Amerika Serikat mengatakan, Pompeo akan meyakinkan sekutu bahwa Negeri Paman Sam tidak menelantarkan Timur Tengah, meskipun Donald Trump mengumumkan rencana penarikan pasukan AS keluar dari Suriah.
Advertisement