Liputan6.com, Washington DC - Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mendesak warganya untuk "sangat mempertimbangkan" segera meninggalkan Venezuela, dan juga tidak mengunjunginya, menyusul peringatan perang saudara oleh kepala angkatan bersenjata negara itu, terkait rencana mengkudeta Nicolas Maduro yang didukung oleh Washington.
Dalam pidato pada Kamis 24 Januari, Menteri Pertahanan Venezuela, Vladimir Padrino, menuduh pihak oposisi yang dipimpin Juan Guaido, di mana didukung oleh AS dan sekutu regional seperti Brasil, berupaya melakukan kudeta terhadap Maduro, yang disebutnya berisiko membawa "kekacauan dan anarki" di tingkat nasional.
"Kami di sini untuk menghindari, dengan cara apa pun ... konflik antar Venezuela. Bukan perang saudara yang akan menyelesaikan masalah Venezuela, tetapi dialog," kata Padrino, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Jumat (25/1/2019).
Advertisement
Baca Juga
Dalam pukulan signifikan terhadap oposisi Venezuela yang baru bangkit, Padrino menyatakan dukungan tak tergoyahkan kepada "panglima tertinggi kami, Nicolás Maduro".
"Kami anggota angkatan bersenjata tahu betul konsekuensi (perang), hanya dari melihat sejarah kemanusiaan satu abad terakhir, ketika jutaan manusia kehilangan nyawa mereka," tambah Padrino, yang diamini oleh para petinggi angkatan bersenjata Venezuela.
Sementara itu, Maduro mendapat dukungan internasional pertama dari Rusia, ketika Vladimir Putin menghubunginya via telepon, belum lama ini. Pemimpin Negeri Beruang Merah itu, sebagaimana disiarkan oleh Kremlin, berpendapat bahwa krisis yang terjadi di Venezuela "diprovokasi dari luar negeri".
Menanggapi pendapat Putin, Maduor berbicara di mahkamah agung di Caracas pada Kamis sore, mengatakan dia telah memberi tahu Putin "sebuah provokasi besar sedang berlangsung di Venezuela, diarahkan langsung oleh pemerintah AS".
"Saya percaya dunia tidak meragukannya lagi, bahwa Donald Trump ingin memaksakan de facto, pemerintahan inkonstitusional dan melakukan kudeta di Venezuela terhadap rakyat dan melawan demokrasi ... Mereka ingin memecah-belah republik ini," tegas Maduro.
"Apakah kita menginginkan kudeta di Venezuela? Akankah kita melegitimasi pemerintahan boneka yang digerakkan dari luar negeri? Apakah kita akan membiarkan konstitusi kita dilanggar? Tidak!" lanjutnya berapi-api.
AS Tingkatkan Tekanan pada Venezuela
Di lain pihak, Donald Trump telah memperingatkan bahwa "semua opsi ada di atas meja" terkait respons AS jika pemerintah Maduro berusaha mempertahankan kekuasaan secara paksa.
Penasihat keamanan nasional AS, John Bolton, menolak untuk mengecualikan tindakan militer pada hari Kamis, tetapi mengatakan penekanan langsung akan terjadi melalui langkah-langkah ekonomi.
"Apa yang kami fokuskan saat ini adalah memutuskan rezim Maduro yang tidak sah dari sumber pendapatannya," kata Bolton kepada wartawan.
"Kami berpikir konsisten dengan pengakuan kami terhadap Juan Guaido sebagai presiden sementara konstitusional Venezuela, bahwa pendapatan tersebut harus diberikan kepada pemerintah yang sah. Ini sangat rumit. Kami sedang melihat banyak hal berbeda yang harus kami lakukan, tetapi itu masih dalam proses," lanjutnya.
Ditambahkannya, bahwa AS saat ini berusaha memperkuat koalisi melawan Maduro di antara negara-negara Amerika dan Eropa.
Uni Eropa telah menyerukan pemilu ulang di Venezeula, tetapi sebagian besar negara anggota belum mengikuti Washington mengakui Guaido, kepala majelis nasional yang dipimpin oposisi.
Namun Inggris, mematahkan pendapat umum Eropa pada hari Kamis, dan setuju memihak AS.
Simak video pilihan berikut:
Maduro Masih Didukung Militer Venezuela
Washinton awalnya mengabaikan perintah pemerintah Maduro untuk menarik staf kedutaannya, tetapi pada Kamis malam, kementerian luar negeri setempat mengumumkan pihaknya menarik "pegawai pemerintah AS yang tidak bersifat darurat".
"Kami siap melakukan hal-hal yang perlu dilakukan untuk memastikan orang-orang kami aman," kata juru bicara kemlu AS.
"Berbagai sumber daya pemerintah Amerika Serikat siap untuk memastikan keselamatan dan keamanan diplomat AS dan keluarga mereka," lanjutnya.
AS telah menyerukan sidang darurat dewan keamanan PBB pada hari Sabtu esok, untuk membahas krisis di Venezuela, meskipun Rusia menentangnya karena alasan bahwa itu adalah masalah internal pemerintahan Maduro.
Sementara itu, para analis telah lama berpendapat bahwa kelangsungan hidup Maduro tergantung pada dukungan militer, yang telah dianugerahi jabatan senior di pemerintahan dan perusahaan minyak negara PDVSA.
Tetapi tidak jelas seberapa solid dukungan itu. Guaido dan majelis nasional yang dikuasai oposisi berusaha mengupas militer, menawarkan amnesti kepada anggota angkatan bersenjata untuk membantu mewujudkan apa yang mereka sebut sebagai kembalinya demokrasi.
Pekan ini, pihak berwenang menangkap 27 tentara nasional yang mencoba melancarkan pemberontakan terhadap Maduro.
Pakar Venezuela Miguel Tinker Salas mengatakan dia percaya salah satu tujuan utama Guaido dan pendukung internasionalnya adalah menemukan dan mengeksploitasi "celah dalam militer" untuk menggeser Maduro.
"Saya menduga, apa yang mereka harapkan adalah perwira berpangkat rendah untuk menunjukkan ketidakpuasan, atau untuk menunjukkan keengganan dengan atasan mereka," ujar Salas berpendapat.
"Sejauh ini, hanya kelas militer atas, yakni para jenderal dan perwira senior, yang menunjukkan dukungan untuk Maduro," lanjutnya.
Advertisement